Ini hanyalah part santai, gak terlalu panjang juga kok.
____________________________________________________
Atap kastil.
Ketinggian atap kastil sebenarnya tidak lebih tinggi daripada menara astronomi. Bahkan lantai dibawah kelas astronomi, yaitu kelas operasi turret sihir dan juga kelas navigasi masih lebih tinggi daripada atap bangunan utama di kastil sekolah. Terdapat satu meja dan dua kursi, tapi lilin dipasang sangat banyak. Bintangnya banyak, berkelap-kelip.
seorang bisa saja mengintip dari menara astronomi. Mengintip sesi makan malam personal ini. Tetapi, jelas orang-orang berada di ruang perjamuan, makan malam bersama.
"Bintangnya seolah berkelap-kelip yah. Nyala lalu redup, nyala lalu redup, nyala lalu redup, nyala lalu redup," seru Satella.
"Serius?" Nirvana tidak yakin.
"Itu karena kamu gak punya mata elves. Kalau kamu punya visi yang persis denganku, baru bisa terasa." Satella duduk sambil memandangi langit. Mereka duduk di satu meja bundar kayu yang telah disiapkan.
"Oke, oke sekarang saatnya makan," seru Satella dengan suara tawa yang ditahan-tahan. Kemudian Satella menjentikan jarinya.
"Apanya yang bisa dima--" Nirvana terkejut saat melihat meja makan yang semula kosong hanya tersaji sebuah vas bunga dengan beberapa piring dan gelas kosong, tau-tau dipenuhi oleh aneka makanan.
"Makan?" Nirvana masih belum mempercayai hal ghaib tersebut.
"Walah, kebangetan. Bisa-bisanya orang ini pilih-pilih makanan. Aku telah menyajikan makanan yang kusukai. Apa jangan-jangan selain mata kita, lidah kita juga berbeda?" Saat Nirvana menatap Satella dan sebaliknya, Satella mengakhiri kata-katanya itu dengan menjilati punggung tangannya sendiri. Itu terlihat seperti lidah kucing.
"Bukan, tadi kan tidak ada apapun disini--"
"Kosong?"
Satella memotong saat Nirvana dengan resah menjelaskan.
"Aku tidak percaya," seru Satella, dengan ekspresi menahan tawa.
Ini adalah sihir ilusi yang Satella sengaja pamerkan. Sejak Nirvana datang dan duduk, memang ada makanan tersaji di meja. Satella menjadi jail dengan sihir ilusinya.
Kemudian Satella terkikik geli.
"Kamu telah ditipu dan dibohongi matamu sendiri. Bisa-bisanya mata kamu menipu tuannya sendiri, oy. Itulah akibat dari bukan turunan darah penyihir." Sekilas Satella menanti tanggapan lawan bicara.
Nirvana menanggapi dengan, "Apa hubungannya?"
"Ku ... ku ... ku...." Satella menahan tawa, menutupi bibir dengan ujung jari, melirik dengan perasaan geli.
Menaruh sebuah kotak kayu yang entah dia keluarkan dari mana. Ia memunculkannya begitu saja. Itu bukan kotak kayu tapi music box jaman dulu. Nampak seperti benda antik dari kayu, ada ukirannya.
"Nikmatilah...." Satella memutar music box nya.
Munculah suara klasik dari dalam music box. Ini music, tapi bedanya hanya instrumen tanpa vokalnya. Seperti instrumen music klasik di jaman pertengahan ala Eropa.
"Musik klasik jaman pertengahan, indah juga." Nirvana memberikan pendapatnya.
Satella memproyeksikan seekor kupu-kupu yang berasal dari sihir ilusinya. Menangkapnya dengan kedua tangannya seperti sedang menepuk sesuatu. Sampai Satella berbicara, posisi tangan tetaplah seperti itu. Memberi senyuman.
"Sebenarnya kita tidak butuh yang namanya restauran bintang lima. Sebenarnya atap kastil merupakan tempat termewah di kota. Apakah kamu percaya dengan ucapan ku?" Tanya Satella, ia masih menahan posisi tangannya.
"Tempat termewah? Inikan cuma tempat paling atas di bangunan Sekolah?" Nirvana tidak percaya kata-kata lawan bicaranya.
"Nikmatilah...." Satella membuka kedua telapak tangan yang tadi dia tutup ketika menangkap serangga.
Entah bagaimana ketika dibuka, serangga yang awalnya hanya satu kupu-kupu menjadi seratus ekor kupu-kupu. Yang tidak masuk akal lagi adalah warnanya yang glow in the dark. Bersamaan dengan itu, dekorasi atap kastil telah berubah drastis dalam sekejap mata.
"...." Nirvana tercengang, sampai melamun tanpa kata, membeku.
"Aku bilang. Nikmatilah...." Satella mengulang kata-katanya seraya mengulang gerakan melepaskan kawanan kupu-kupu ilusi sihir.
Nirvana masih saja, melamun. Ia masih takjub dengan dekorasi atap kastil yang tiba-tiba berubah.
Satella menjentikan beberapa kali dengan kesalnya.
"Hei ... hei...." Satella mencoba mencuri atensi.
"Iya, aku dengar." Nirvana mulai terbiasa.
Ada banyak meja dan kursi selain yang ditempati mereka. Apa yang awalnya tidak ada, menjadi ada. Banyak batu kerikil yang menyala kelap-kelip. Tanaman hias yang awalnya tidak ada menjadi ada. Seperti restauran mewah puncak bukit berkapasitas banyak yang sedang dibooking dua orang saja.
Ilustrasi....

"Hebat kan...." Satella dengan raut wajah bangga.
"...." Nirvana tercengang, Satella menjentikan jari dihadapan wajah Nirvana agar Nirvana berhenti melamun.
"Apa ada yang kurang? Mau aku hadirkan NPC dengan artificial Intelegent?" Tanya Satella.
"Cukup begini," jawab Nirvana.
Suara dari kotak musik kayu pun merdu terdengar. Kendati hanya instrumen tanpa vokal, itu tetap membuat dinner semakin bagus.
"Bagaimana kesan mu setelah tiga bulan berada di dunia alternatif?" Tanya Satella.
"Lebih menarik dari dunia asal ku," ujar Nirvana.
"Well, aku tahu alasannya." Satella terkikik, seolah menertawai satu kekurangan yang lucu.
"Sok tau," balas Nirvana.
"Kalau didunia mu, kamu pasti berakhir sebagai kaum buangan." Satella terkikik, menghina telak.
"Kurang ajar," gumam Nirvana.
"Bercanda, bercanda, bercanda...." Satella mengakhiri tawanya.
Suasana hening sesaat.
"Well, bulan depan aku akan pergi menuju dataran sebelah. Dataran Amaterasu, bertemu dengan tuan putri kecil yang sudah dewasa loh." Satella terlihat senang ketika ia membicarakan rencananya.
"Semoga perjalanannya seru," ucap Nirvana.
"Kamu juga harus ikut!" Satella menatap galak.
"Tidak, terimakasih. Lebih baik aku tinggal disini." Nirvana menolak ajakan Satella. Satella membalas dengan tatapan yang kian galak.
"AKU MAKSA!" Omel Satella.
"Apa boleh buat...." Nirvana pun mengalah.
Raut wajah galak Satella mereda, menjadi rileks kembali.
"Silahkan makan, silahkan makan."
Mereka melakukan makan malam personal, dibawah cahaya bulan purnama nan indah.
~>