Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 50 - Lucius si anak setan

Chapter 50 - Lucius si anak setan

Pada hari ini, keributan terjadi di balaikota. Tepatnya di satu ruang perjamuan berbentuk bar. Diablo yang menyimpan kekecewaan pada bekas jendral nya lebih membela pamvire daripada Asmodeus.

Di tengah ketegangan, datanglah seorang yang tidak terduga.

"Kenapa hanya aku yang dilarang masuk?" Seorang pria berambut hitam dengan tuxedo hitam masuk dan menginterupsi.

Menatap kearah pria yang baru memasuki ruangan. Entah kenapa wajah Diablo sangat murka.

"LUCIUS!"

Pria tersebut maju dengan tangan kosong.

Diablo menunjuk kearah Asmodeus dengan murka.

"Kalian bekerjasama!"

"Tidak, bukan!"

Asmodeus menyanggah tuduhan Diablo.

Diablo melangkah kearah Lucius dengan aura permusuhan.

"Pergi dari tempatku!" Diablo mengumpat kearah Lucius.

"Baiklah." Lucius menyeringai lalu menatap kearah Asmodeus.

"Akan aku laporkan pada ayahku!" Lucius pun memunculkan sepasang sayap hitam. Lucius pergi dengan menghancurkan pintu gedungnya.

"AKU TIDAK BISA KEMBALI!" Nada frustasi dari Asmodeus.

Sementara tangan kanan datang memberi masukan.

"Dengan ini ia sudah dianggap pengkhianat oleh raja iblis baru, Lucifer. Tak ada cara lain bagi Asmodeus selain bersembunyi di benteng kita." Sampai sini suara Belphegor berhenti.

Belphegor melanjutkan dengan berbisik.

Mungkin ada rencana kotor yang mereka bicarakan. Mungkin ada pertimbangan licik dari iblis ungu tersebut. Diablo menyeringai.

"Untuk saat ini, kamu aku jadikan kepala pelayan!" Diablo menunjuk kearah Asmodeus.

"Penghinaan macam apakah ini?" Tanya Asmodeus, agak geram.

"Untuk uji kelayakan, apa kamu pantas menyandang posisi sebagai jendral untuk faksi kami. Sekaligus cara untuk menebus kesalahan mu di masa lalu," ujar Belphegor.

"Baik, tapi aku harus mendapat kekuasaan dan sumber daya yang layak!" Tegas Asmodeus.

"Kalahkan musuh-musuh kita bersama! Dengan ini penaklukan terhadap dunia baru kita mulai!" Diablo mendeklarasikan dirinya sebagai conquistrador.

Diablo pun segera duduk kembali dimeja nya. Bersama tangan kanan terpercaya dan bekas jendral nya.

"Jendral ku," seru Diablo.

"Ya, rajaku," balas iblis ungu itu dengan nada mesra.

"Tingkatkan pengamanan! Aku tidak mau sampai kejadian seperti tadi terulang lagi. Dengan mudah penjagaan ditembus," kata Diablo.

"Penjaga manapun takkan mampu jika itu menghadang iblis tingkat tinggi seperti Lucius," gumam Asmodeus.

"Berisik!" Omel Diablo.

"Lagipula, kita butuh banyak kamp kesatria, iblis kesatria, ahli sihir untuk menara observatorium dan menara sihir. Butuh banyak uang apabila ingin membangun markas yang sangat kuat," ujar Belphegor.

"Kalau begitu, kita kumpulkan sumberdaya!" Diablo bertekad, meninju meja dengan pelan.

*************

Training ground.

Setelah melakukan latihan secara intensif, kemampuannya Anna jadi semakin bagus. Kecakapan dalam menggunakan senjata rantai semakin mantap.

Mengayunkan rantainya dalam berbagai teknik gerakan. Semua target latihan dikenai dengan lemparan akurat, cepat, berhasil dilepas dari tanah. Anna berlari menuju dinding. Ada satu boneka kayu berdiri dekat dinding.

Di atas dinding ada balok kayu sebagai tempat bertengger seekor burung. Tapi manusia tidak akan berdiri dengan baik disana.

Anna melempar belati rantainya. Menjerat boneka kayu dengan pola ikatan laso. Terutama leher samsak dijerat keras. Lalu Anna melompat tinggi keatas, seperti salto diudara. Rantainya menyangkut pada balok kayu tempat bertengger burung.

Lompatan Anna sangat tinggi, itu butuh energi sihir untuk ledakan akselerasi seperti itu. Menegaskan bahwa stat agility Anna itu tinggi. Ketika Anna mendarat rantainya masih menyangkut di balok kayu. Rantainya bergulir bagaikan katrol mekanis. Anna belum mencapai tanah, rantainya telah habis. Anna tersangkut, itu disengaja olehnya.

"Teknik hanged man!"

Momentum jatuhnya memberikan energi kinetik yang besar. Leher samsak nya ditarik keatas dengan momentum fisika yang kuat. Balok yang menancap di tanah terlepas. Boneka kayu tergantung diatas bagaikan digantung di pesakitan.

"Kamu beneran pengen gantung orang?" Nirvana menghampiri.

Anna tersenyum menyambut kehadiran Nirvana.

"Si ratu ular ini memang sadistik," ucap Mark.

Anna menoleh dengan cepat kearah Mark, menatap nanar.

Anna berlari ke arah Mark dengan teknik akselerasi sihir. Nirvana merasa bahwa Anna nyaris setara dengan Diablo dalam teknik sihir akselerasi. Anna sampai dihadapan Mark dan langsung menendang.

Mark ditendang sangat kuatnya oleh Anna. Mark terhempas kebelakang, ia terhempas jauh. Kakinya sempat melayang setengah meter diatas tanah. Mark terjatuh dirumput.

"Apa yang kamu lakukan!" Tegur Nirvana.

Anna menoleh kebelakang dan menatap Nirvana sesaat. Hanya sebentar menatap, Anna berlari meninggalkan arena latihan.

Nirvana melangkah, mengulurkan tangan pada Mark.

"Tulang rusukku terasa patah. Apa darah menggenang di paru-paru ku?" Mark pun batuk-batuk.

"Kekuatan apa ini?" Nirvana agak bingung.

***************

Jovan von Ainsworth berjalan dilorong sekolah. Jovan terhenti di depan pintu ruang rawat sekolah. Seseorang mengejutkannya ketika akan membuka pintu ruang rawat.

"Apa kepentingan mu?" Seseorang yang semula invicible, muncul dan mencegat Jovan.

"Tidak, hanya lewat," seorang ahli sihir kelas bangsawan seperti Jovan begitu ketakutan terhadap Anna.

"Kamu ingin bercerita tentang identitas ku?" Tanya Anna, sinis.

"Tidak kok." Jovan melangkah mundur, gemetaran, ketakutan.

"Tempo hari kamu menusuk ku, kenapa hari ini tidak seberani itu?" Tanya Anna, dengan tatapan mata yang nanar.

Jovan memperlihatkan tingkah angkuh ala bangsawan. Kendati dirinya ketakutan, Jovan agak angkuh.

"Aku tidak tahu kalau kamu akan pura-pura jadi korban agar kamu dipandang sebagai anak yang baik. Ternyata kamu seorang sandiwara ulung. Bisa-bisanya ya kamu play Victim. Dasar licik! Waktu itu aku berniat mengumpankan Julius saat mata mistik mu lepas kendali. Tidak kusangka kamu hanya pura-pura terkena serangan yang harusnya bisa kamu elakan dengan mudah," ucap Jovan.

"BERISIK!" Omel Anna.

"Aku takut padamu, putri Nagini. Sebaiknya kita berdamai saja. Aku berikan imbalan sebagai tanda perdamaian kita! Katakan berapa uang yang kamu minta?" Jovan mengibarkan bendera putihnya.

"Kamu sebut apa aku?" Tanya Anna, yang menatap nanar.

"...." Jovan kian ciut.

Tau-tau Anna sudah masuk kedalam mode invisible.

"Gawat!" Jovan resah.

Dengan wujud invicible, Jovan merasa bahaya. Anna bisa muncul kapanpun untuk menikamnya.

Jovan berlari sekuat tenaga.

Tau-tau Jovan di seleding, Jovan terpeleset jatuh.

Anna memunculkan wujudnya, memelintir tangan Jovan dalam gerakan kuncian nya. Menodong leher Jovan dengan pisau belati. Jovan mengangkat tangan kala berdiri.

"Lihat belakangmu!" Jovan dengan tipu dayanya.

Anna menoleh kearah belakang, tuk mencari tahu.

"Gerbang dimensi!"

Tau-tau muncul lingkaran sihir dilantai yang Anna pijak. Lantai dimensi lainnya muncul di atap.

"Uwa...." Anna terhisap kedalam lubang dimensi.

Anna dimunculkan pada pintu dimensi lainnya. Tubuh Anna pun muncul dari lingkaran dimensi lainnya, yang ada di atap. Alhasil Anna terjatuh kebawah dengan punggung membentur ke lantai.

Dimunculkan pada ketinggian tiga meter di atas lantai.

Anna terjatuh.

Bruk....

"Aduh!"

Saat Anna merasa sakit, Jovan pun sudah berlari jauh.

Anna mengejar Jovan dengan perasaan ingin membunuh.

"JANGAN LARI!" Anna murka, terus mengejar Jovan.

Terus berlari dilorong, berniat tuk menuju lorong sekolah. Jika Jovan mencapai atap sekolah, ia dapat membuka pintu dimensi yang akan menghubungkannya dengan lantai terbawah atau halaman sekolah. Meninggalkan Anna diatas sana.

Melewati jajaran ruang guru, ada pintu yang terbuka. Jovan tidak menengok, tidak perduli. Tau-tau Jovan dikekang tenaga telekinesis, dilempar kedalam ruang guru.

Tersungkur, Jovan bangun lalu menyadari seorang mendekat.

"Guru pertahanan terhadap ilmu hitam?" Jovan menghela napas.

"Apa yang membuatnya murka dan ingin membunuh mu?" Violetta bertanya, dengan wajah lesunya.

"Bagaimana guru bisa, apa, tentu," ucap Jovan, berhenti kala ia sadar bahwa gurunya adalah paranormal.

"Mari duduk dan segera bercerita!" Perintah Violetta.

Jovan mulai melangkah kearah kursinya.

Sementara diluar Anna terus saja berlari dan tidak menyadari kalau Jovan ada diruang guru.

***************

Ruang VIP.

Nirvana memasuki ruangan paling mewah didalam kastil. Adalah ruang yang hanya boleh dimasuki owner. Ruangan ini dijaga langsung oleh Phoenix. Theodore adalah kru penjaga terkuat di kastil akademi, familiar bagi Satella walau belum resmi menyandang gelar pewaris rumah penyihir Charlotte. Theodore adalah Servant kesetiaan Satella walaupun hanya menyandang tier sebagai putri ningrat, bukan sang pewaris Keluarga kebangsawanan.

Bahkan Theodore dengan mudah dapat mendeteksi keberadaan Anna dalam sihir invicible.

Nirvana memasuki ruangan.

"Bagaimana keadaannya?" Satella bertanya.

"Apa katamu?" Nirvana tidak mengerti pertanyaannya.

"Kamu habis menjenguk seseorang bukan?" Satella memperjelas.

"Aku yang memberitahukan pada tuanku," ungkap Theodore.

"Terimakasih laporannya." Satella tersenyum pada Theodore yang berseragam butler itu.

"Oh." Dari sini Nirvana paham bagaimana Satella tahu bahwa Nirvana habis menjenguk.

Satella tidak mampu meramalkan seperti Violetta.

"Tidak jawab huh?" Satella dengan nada bosan, memiringkan wajah seimut mungkin.

"Dia bilang, aku tidak berani lagi main-main dengan Anna Nagini. Penjaga yang bernama Mark patah tulang rusuk. Tapi akan pulih kata tabibnya," ujar Nirvana.

"Disekolah ada Nagini?" Satella memiringkan wajah, raut wajah Satella sangat bingung.

"Lebih tepatnya Shapeshifter." Theodore menambahkan.

"Oh," gumam Satella.

"Gak penting! Aku lebih senang mengurusi urusan pribadi yang menyenangkan," kata Satella.

"Tuanku adalah kaum hedonis," gumam Theodore.

Menunjuk kearah Nirvana, Satella meledak dengan energi hebohnya.

"Jangan lupa janji! Janji tuk makan malam dibawah bulan purnama!" Satella mendadak heboh.

Kembali tenang, Satella kembali duduk di sofa nya.

"Aku bego, aku bego." Satella malu dengan kehebohannya. Terpejam malu, menyesal mengacak-acak rambut peraknya yang cantik berkilau.

Theodore menahan tawa.

~Bersambung~