Pada busur cerita ini, latar tempat akan berfokus di akademi Griffin Quen. Beberapa karakter yang ada dalam ex volume akan muncul.
___________________________________________________
Ruang perjamuan.
Nirvana duduk di ruang tempat makan malam berjamaah. Nirvana saat ini, mengenakan seragamnya sebagai penjaga sekolah. Padahal jelas-jelas usia atau tampangnya pantas disebut siswa sihir kelas tiga walau ia bukan siswa sihir.
Di tengah sesi makan malam. Ada seorang pria tua menaiki mimbar. Fitur pengeras suara mistik telah dinyalakan.
Adalah perangkat gramofon antik yang ditambahkan efek sihir kecil. Gramofon antik tapi tidak tua. Di dunia alternatif, gramophone itu perangkat modern, walau dunia tempat Nirvana tinggal, memiliki perangkat siaran lebih modern.
Kepala sekolah memulai.
"Apakah kalian menikmati sajian makan malamnya? Aku harap iya. Selamat menyantap, mohon maaf apabila mengganggu. Aku disini hanya ingin menyampaikan dua kabar untuk kalian."
Lantas, apa yang akan dikatakan kepala sekolah itu.
"Pertama, kita sambut owner baru sekolah ini." Sampai sini kepala sekolah men-jeda. Menunggu satu orang menaiki panggung. Seorang gadis berwajah imut.
"Inilah owner baru di sekolah kita. Satella Shiela Charlotte, kita beri sambutan," seru kepala sekolah.
Beberapa menepuk tangan, sisanya tercengang.
Bagaimana tidak. Satella terlihat seperti siswi tingkat satu daripada wanita berusia diatas dua puluh tahun. Kalau kepala sekolah tidak memberitahu, siapa sangka kalau gadis mungil ini owner sekolah.
Sang emperor membeli dari owner yang lama. Tentu tak bisa ditolak, tidak mungkin juga menolak raja. Kemudian sang raja memberikan sebagai hibah. Raja memberikan kepada Satella, hanya karena raja percaya bahwa dimasa depan nanti Satella akan jadi menantunya.
Kendati masa depan tak ada yang tahu.
Yang ada diatas mimbar kelihatan seperti kakek dan cucu. Rambutnya sama persis, yaitu silver kendati kepala sekolah adalah uban bukan warna original dari rambutnya.
"Hai, selamat malam, all." Satella memberi nada imut sebagai tegur sapa kepada para murid dan guru.
"Perkenalkan, aku Satella Shiela Charlotte. Dulu aku juga sekolah disini," ucap Satella.
Sebagian terdiam dan berkata.
"Apa, keluarga Charlotte."
Mereka terkejut, keluarga ningrat setingkat Duke. Pewarisnya kali ini adalah kakak pertamanya, adalah Duke Pegasus Eduard Charlotte.
"Itu saja." Satella mendadak gugup kemudian turun mimbar.
Kepala sekolah berdeham, berniat melanjutkan pidato.
"Yang kedua, aku akan pensiun sekarang. Aku mau menikmati masa-masa tenang di pedesaan."
Atas pernyataan kedua, seorang wanita muda pirang pun menaiki mimbar untuk kata sambutan.
"Nyonya muda ini, adalah sosok pengganti ku."
Setelah kepala sekolah, wanita berambut pirang itu bicara.
"Namaku Minerva. Aku yang akan menjadi kepala sekolah. Di mohon kerjasamanya dari semua pihak. Semoga kalian tidak kecewa oleh masa jabatan ku. Sekian, makasih."
Nyonya muda hanya memberikan sapaan singkat. Kepala sekolah agak terkekeh sebelum lanjut bicara.
"Dulu nyonya muda ini seringkali mengkirtikku sebagai murid saat diriku masih jadi kepala sekolah." Itulah unek-unek kepala sekolah dengan nada tawanya.
Minerva mengedutkan alisnya kala kepala sekolah bergurau. Minerva mengepal tangan, meredam rasa jengkelnya. Menarik napas panjang, Minerva mengambil pernyataan.
"Well, kritik itu penting. Benar sih. Kalian juga jangan sungkan dalam memberi kritik. Karena kritik itu membangun loh." Mengatakan itu dengan terpaksa. Pura-pura tuk tersenyum. Minerva segera pergi meninggalkan mimbar.
Kepala sekolah kembali berpidato. Menikmati saat-saat terakhir masa jabatannya.
"Yang tidak kalah penting adalah. Guru baru untuk kelas perlawanan terhadap ilmu hitam."
Semua diam. Saat membicarakan kelas perlawanan terhadap ilmu hitam, tentu pengajarnya adalah sosok ahli sihir papan atas. Kelas perlawanan terhadap ilmu hitam bukanlah kelas sembarangan.
"Violetta Luciana."
Itu saja. Seorang gadis bertubuh jangkung dengan rambut ungu panjangnya. Wajahnya memberi kesan pemalas. Kalau dilihat dari karakter wajah pemalas, penyuka novel Harry Potter akan berkata bahwa ini adalah Severrus Snape dengan versi genderbender yang dikreasikan dengan rambut ungu.
"Aku akan merahasiakan sampai waktunya tiba. Waktu kelas mulai, kalian akan merasa puas dengan pengajaran dari ku. Bukan sebuah kesombongan, tapi memang begitu kenyataannya. Lalu, bagaimana aku bisa tahu--" Kata-katanya terhenti sejenak, tatapannya amat malas.
Memberi kesan seolah ia adalah seorang indigo. Seolah pembawa acara supranatural di televisi.
"Karena aku meramalkan." Nada Violetta amat datar, memberi kesan pemalas sekaligus memberi sebuah gambaran. Menggambarkan Violetta sebagai gadis indigo.
Tidak ada yang mempertanyakan ataupun meremehkan. Dari cara Violetta berpidato. Menegaskan bahwa ia adalah seorang sang ahli.
Sosok gadis indigo yang memberi kesan sebagai master supranatural. Memang begitulah patern untuk seorang guru di bidang anti ilmu gelap. Sosok yang langka dan juga dicari-cari di banyak tempat.
****************
Asrama penjaga.
Nirvana memasuki area dormitori khusus penjaga sekolah. Tiap kamar hanya diisi satu orang saja, tentu kastil ini terlalu besar, tidak perlu membuat sedikit kamar untuk ditempati banyak orang. Sungguh sesuatu yang dianggap memalukan bagi kalangan atas ningrat bukan.
Di dalam ruang tengah dormitori. Baru akan membuka pintu, satu penjaga memberi tegur sapa nya.
"Hei."
Nirvana menoleh kearahnya. Lalu membalasnya.
"Apa mau mu?"
"Ayo lah, berikan aku kesempatan untuk memperkenalkan diri."
Sosok penjaga tersebut sepertinya seusia dengan Nirvana. Rambutnya hitam biasa, sangat tipis. Posturnya sedikit lebih tinggi. Seperti sosok tersebut setinggi 177cm.
"Namaku Mark. Lulusan akademi militer kota Trost tahun lalu, yang artinya aku baru bekerja satu tahun disini."
"Nirvana, just Nirvana."
Nirvana memperkenalkan nama kepada penjaga itu.
"Nama dari belahan dunia mana?" Mark menggaruk belakang kepala karena mendengar nama asing.
Ia terdiam sejenak, kemudian Mark terlihat bermasalah.
"Uh-- iya kamu tahu. Para siswa di sekolah ini cukup bandel. Kalau gak ada kerjasama jadi sulit. Mulailah membicarakan cara mengatasinya oke." Tertawa dengan raut wajah bermasalah, akhirnya Mark pergi.
Nirvana memasuki ruang kamar untuk karyawan diposisi penjaga sekolah sihir. Cukup mewah bagi Nirvana yang biasa dengan apapun yang disebut kelas ekonomi bawah.
***
Lorong sekolah.
Pagi harinya, berjalan dilorong. Seperti sengaja ditunggu, Nirvana melihat sosok Satella di lorong.
"Hai, kamu." Satella menegur sapa dengan senyum merekah.
"Hai, juga," sapa Nirvana.
"Pasti kamu belum kenal siapapun kan. Mau aku antar berkeliling dan berkenalan?" Satella memberikan senyum cerianya.
Tiba dilorong sembilan, berhenti ditembok dengan lukisan troll yang menari. Nirvana menahan tawanya karena teringat sesuatu.
"Kamu, kenapa tawa?" Satella memberi wajah ngomel.
"Lukisannya," ujar Nirvana.
Nirvana mencari alibi atas tawanya yang disebabkan ingatan yang lalu. Satella menoleh ke lukisan, awalnya menatap dengan serius. Menatap terus-menerus. Seiring berjalannya waktu, Satella cekikikan.
Selepas tawanya terganti, Satella menarik napas panjang hingga merasakan kelegaan.
"Dipikir-pikir ada kocaknya juga. Pertama aku menemukan ruangan rahasia ini, aku pun ketawa-ketawa karena lukisan troll yang konyol ini. Dan ternyata kita sependapat yah." Memberi komentar, perasaan Satella penuh keceriaan.
"Apa kamu mau bawa aku masuk?" Tanya Nirvana.
"Iya." Satella mengangguk, ramah.
Mereka memasuki ruang rahasia melalui pintu ghaib.
Ruang kebutuhan.
Ruangan mewah tersembunyi yang pernah dilihat Nirvana sebelumnya saat pertama kesini. Ada tiga orang sedang duduk didalamnya.
"Cewek semua, dan itu--"
"Sudah jangan banyak bicara."
Mereka melewati karpet biru dan menuju titik paling tengah diruang ghaib ini. Sekilas Nirvana melihat banyak lemari yang Satella pakai berpindah kesini. Mereka berjalan beriringan. Sambil menatap kemari mistik, Nirvana bersuara.
"Lemari itu, tendanya bagaimana?"
"Sihir nya sudah aku batalkan kok. Tenda kembali tersegel kedalam gulungan sihir besar. Tenang saja."
Satella menjawab pertanyaan dari Nirvana. Akhirnya terhenti karena sudah tiba di titik tengah.
"Kenapa kamu bawa seorang kru penjaga kesini!" Minerva dengan juteknya mengomeli Satella.
"Dia sekutu kok. Kalau gak boleh, nanti aku suruh dia jangan masuk kesini." Satella merinding atas raut wajah galak Minerva.
"Dia ini kan--"
"Iya, kamu benar. Inilah kepala sekolah cantik kita. Minerva yang pemarah." Satella terkikik lucu.
"Pemarah?" Minerva kesal, lalu membuang muka.
Sikapnya masih dingin, bahkan ia kurang tertarik menanyakan nama. Minerva melipat tangan menatap kearah lain. Sementara yang satu adalah sosok wanita jangkung yang wajahnya pemalas. Satunya sosok gadis yang asik meniup cangkir teh yang masih panas air tehnya.
"Minum teh?"
Gadis berambut perak itu ramah terhadap Nirvana.
"Dewi Eris lebih cantik dengan rambutnya yang asli. Yaitu warna hitam." Satella memecah suasana canggung.
"Tidak, itu mengingatkanku pada masa laluku. Ingatan ketika masih menjadi Eris yang dikenal sebagai dewi perselisihan." Balas dewi Eris yang memberi nada bete.
Setelah meneguk cangkir, Eris pun berdiri dan berjalan.
"Sudah mau pergi?" Tanya Satella, dengan gestur menahan.
"Aku ingin mengawasi pergerakan dewa pembalas. Dia selalu begitu," kata Dewi Eris.
"Menghidupkan orang yang sudah mati," balas Satella.
"Iya benar. Bukan itu saja. Mereka dibangkitkan dengan kekuatan yang jahat. Menjadi entitas yang disebut avengers. Setelah balas dendam pun mereka akan melampiaskan segala niat jahat. Kalau gak diawasi bisa gawat." Mengakhiri bicara, Eris pun bergegas menuju keluar.
Sebelumnya Nirvana diceritakan bahwa entitas dewa Dewi kecil itu memang ada di universe ini. Tapi Nirvana belum tau bahwa universe ini berada di era setelah Ragnarok.
Setelah era Ragnarok semua dewa major dari Asgard telah tamat. Kini yang ada hanyalah dewa minor.
Satella mengalihkan pandangan kepada dua kawannya.
"Sebenarnya aku ingin mengajak Nirvana berkeliling. Cuma pengen memperkenalkan Nirvana kepada orang-orang dikastil ini. Yasudah, kalau kalian kurang suka maka aku pergi saja." Satella menarik tangan Nirvana menuju keluar.
Sekian kesan pertama perkenalan dengan beberapa orang. Walaupun kesan pertama tentang ibu kepala sekolah berjalan acuh tak acuh.
Nirvana keluar ruangan. Kemudian mengunjungi tiap tempat didalam kastil akademi ini.
~>