Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 18 - Selingan

Chapter 18 - Selingan

Kita berada di akhir arc pertama. Di arc 2 mendatang akan lebih panjang. Alasan dari dipakai plot Deus ex Machina adalah karena antagonis tidak bisa dikalahkan di arc yang pertama, tapi beberapa arc berikutnya.

Berikut Keluarga terkenal dalam kerajaan.

Klan Charlotte, klan Scarlett, klan Centauri, klan Chariot, klan Strega.

Mereka adalah klan atau rumah penyihir, dimana pengguna mantra sihir tier tinggi umumnya berasal dari klan penyihir tua.

____________________________________________________

Satu hari kemudian, kota Geffenia berjalan seperti semula. Hanya saja ada sedikit perbaikan pada struktur bangunan dan jalan utama. Betapa kuatnya orang di dunia ini, tentu membuat entitas dari dimensi lain kapok untuk bertindak macam-macam.

Kastil kementerian sihir, ruang klinik.

Satu siang, di ruang klinik dalam kastil kementerian sihir tampak ramai dari biasanya. Bagaimana tidak, seorang raja berkunjung.

Raja Abraham keempat dikawal seorang yang dijuluki sebagai the smiling general. Kelasnya kesatria, kekuatannya overpower. Senyum yang menyamarkan keganasan.

Seluruh karyawan kementrian terlihat gugup. Tentu mereka ingin jumpa dengan the emperor, tanpa mengesampingkan tatak rama.

Raja dengan pakaian kebesaran. Di sampingnya, permaisuri yang tak muda lagi. Setidaknya ratu masih lebih muda dari rajanya. Mereka memasuki ruang, mencari di mana orang yang akan mereka jenguk.

"Satella...."

"Dimana Satella?"

"Stella...."

Mereka menengok satu demi satu pasien di klinik kementerian sihir.

"Ah, ketemu." Seorang wanita yang tidak muda lagi. Gaun kebesaran miliknya sangat mewah dan elegan.

"Kamu baik-baik saja, sayangku." Perhatian, nada penuh kasih itu langsung diarahkan pada remaja berambut silver yang mungil itu.

"Hanya cidera tulang, ibu ratu." Satella tersenyum, suka dikasihi.

Tak lama sang raja menyusul dari belakangnya.

"Bagaimana kondisi Stella, Carens sayang." Raja berdiri disisinya.

"Apa sudah bisa digerakkan, Stella sayang?" Ratu tampak khawatir.

Satella sesekali memakai tangan untuk menyapu angin. Itu hanya gerakan peregangan yang biasa.

"Aduh, sakit." Satella menarik tangannya kembali.

Menaruh tangan diatas perutnya, merintih.

"Sakit, sakit, sakit, sakit, sakit, sakit, sakit, sakit, sakit, sakit, sakit." Tidak hentinya Satella mengeluhkan nyeri.

"Gilles!"

"Iya, baginda raja?"

"Bawa kesini, menteri sihirnya!"

"Baik paduka raja."

The smiling general, memberikan senyuman khas penuh arti. Tidak menyuruh anak buahnya, ia lah seorang yang melaksanakan titah sang raja. Gilles melewati pintu lalu hilang saat berbelok ke lorong.

"Ada apa, ayah raja?" Tanya Satella.

"Bisa-bisanya menteri sihir sial itu melibatkan calon menantu dalam marabahaya ini." Raja memendam emosinya, meredamnya perlahan.

"Tidak apa-apa, ayah raja. Aku ini seorang arc mage. Sebagai arc mage aku harus bisa diandalkan." Satella senyam-senyum atas respon raja.

"Putri calon menantu, memang mengesankan," kata raja, terkekeh, tak berani menyanggah. Sang raja berusaha menghibur Satella yang sedang cidera.

Sementara ratu membelai Satella dengan lembut, penuh kasih.

"Sayangnya anakku sedang tidak berada di istana," ucap ratu.

Ratu terdiam beberapa saat, ia melanjutkan, "Andai saja anakku dapat datang menjenguk juga."

Tidak lama kemudian the smiling general datang.

"Saya datang bersama menteri nya, baginda." Gilles pun memberi sikap hormat. Di sampingnya seorang dengan usia lima puluhan tahun.

"Mohon ampun yang mulia raja ku, terimalah hormat saya ini." Menteri sihir berlutut dihadapan raja, lalu menatap penuh was-was.

"Kamu membuat calon menantu ku dalam marabahaya!" Raja menatap tajam si menteri sihir.

"Mohon ampun, saya akan segera mengundurkan diri." Menteri pun mulai keringat dingin. Berharap dirinya tidak kena hukuman mati.

"Tidak, aku hanya minta Satella pensiun dari kementerian sihir." Itulah permintaan raja.

"Tapi yang mulia--" menteri sihir bingung atas permintaan itu.

"Tapi kementerian sihir sangat membutuhkan kekuatan Satella. Biarkan saya saja yang pergi dari kementerian, jangan buang bakat yang berharga," ujar menteri.

"Tapi, ayah raja.... Aku masih mau berada di kementerian." Sanggah Satella, merengek.

"Sebagai gantinya, akan aku beri akademi sihir untuk kamu kelola. Lebih baik berkarir di tempat yang aman, putri calon menantu," raja seolah bernegosiasi.

"Apapun keputusan raja, aku tidak bisa membantah." Satella menurut dengan niatan raja.

"Katakan, akademi sihir mana yang ingin kamu miliki?" Tanya raja.

"Eh--" Satella tercengang.

**************

Pumpkins village.

Desa yang letaknya paling dekat dengan kastil kementerian sihir adalah desa pumpkins. Nirvana berada di lantai satu penginapan, bentuknya seperti bar. Menikmati makan siang traktiran Satella. Ia menitipkan koin mata uang yang berlaku di kerajaan pada butler kepercayaannya. Ia meminta agar kebutuhan hidup Nirvana dapat terpenuhi ketika Satella masih menginap di ruang klinik. Butler kepercayaan Satella pun langsung mengambil duduk, berhadapan.

"Kemungkinan, saat ini raja lagi menjenguk. Hari ini jangan temui masterku dulu." Theodore duduk santai.

"Nothing to do here." Nirvana lebih fokus melihat menu makanan.

"Bisa-bisanya loh, tidak meminta bantuan ku. Master, seperti tidak biasanya." Theodore terlihat mau menerimanya.

"Lalu, anda ini apa? War butler, ya?" Tanya Nirvana.

"Bukan, tapi aku Phoenix," ucap Theodore.

"Nani?" Nirvana kesal.

***************

Kastil kementerian sihir, ruang klinik.

Satu hari setelah dijenguk raja. Ada seseorang menjenguk. Adalah gadis berambut pirang, tubuh ramping, wajahnya sangat cantik. Wajahnya punya kemiripan dengan Satella.

"Hai ... Hai...." Sapa seorang gadis berambut pirang.

Satella menoleh kearahnya, gadis pirang tersebut membawakan satu keranjang buah.

"Margaret," seru Satella.

"Aku dengar cerita heroic mu itu. Kamu melindungi satu kota, wow hebatnya." Margaret tersenyum.

Satella merenung.

Mati empat kali. Entitas dari luar dunia, memang bukan main.

"Kamu baik-baik aja kan?" Tanya Margareth.

"Sebentar lagi pulih." Satella diam, kurang bertenaga.

"Apakah adikmu, kesini?" Tanya Margareth.

"Tidak, belum kesini," balas Satella.

"Ya ampun, ya ampun." Margaret dengan nada yang sama imutnya dengan Satella.

**************

Mansion, Las Castella.

Margaret berjalan memasuki satu lorong mansion. Pada akhirnya ia sampai di suatu kamar. Di sana ada sosok anak perempuan yang mirip dengan Satella. Hanya saja rambut gadis mungil itu di ikat kunciran belakang. Ujung rambut peraknya membentuk pola sembilan ekor. Hanya satu kunciran, tapi ujungnya sedikit bercabang-cabang. Dilihat melalui jendela, hari telah sore.

"Siapa itu?" Sebelum Margareth menyapa, ia tahu seorang datang.

"Margareth."

Starla balik badan.

"Kamu tidak menjenguk kakakmu, Starla?" Margaret cemberut.

"Memang kakak kenapa?" Tanya Starla, datar.

"Hanya dirawat," ucap Margareth.

"Ap--" Starla kaget.

***

Kastil kementerian sihir, ruang klinik.

Sekarang hari ketiga Satella ada diruangan klinik.

Satella sudah mulai bisa berposisi duduk, pada ranjangnya. Di sisinya adalah seorang dengan seragam seorang butler, rambutnya perak berdiri oleh Pomade. Postur butler tersebut seperti orang Eropa. Itu seperti hampir 190cm tingginya.

"Dia tidak kemari?" Tanya Satella.

Theodore sedang mengupas apel, jarinya terhenti sejenak. Menatap kearah Satella, Theodore bicara.

"Ia, dia kemari, sesuai dengan apa yang master bilang. Orang itu, tadi sedang ke toilet. Aku memberitahu nomor kamar kliniknya." Dengan santai, Theodore berdiri didekat jendela ruangan rawat. Ini terlihat seperti di lantai atas kastil.

"Begitu," ucap Satella.

***************

Kastil kementerian sihir, lorong.

Selepas dari toilet, Nirvana segera menuju kamar yang ada di kertas. Tepat dibelokkan lorong, Nirvana menabrak seseorang.

"Hati-hati dong kalau jalan!" Omel seorang yang baru ditabrak.

Satu yang pasti, Nirvana mengenal suara tersebut.

"Stella?"

"Apa, aku bukan."

Ia menyanggah. Padahal Nirvana jelas-jelas melihat Satella. Yang ia lihat adalah gadis berambut perak terurai. Gaun yang ia pakai adalah warna hitam. Gaun itu modelnya sedikit berbeda dari yang Satella kenakan waktu itu. Hanya saja, ia memiliki garis wajah yang sedikit berbeda. Entah bagaimana Satella yang Nirvana lihat jidatnya lebih mengkerut. Seolah Satella menjadi pribadi yang lebih temperamen.

"Kamu Satella kan? Ini Nirvana, kenapa kamu lupa?" Tanya Nirvana.

"Aku gak kenal kamu!" Sanggah Satella.

"Kamu amnesia?" Nirvana kaget.

"Tidak, aku tidak amnesia." Satella membalas dengan keningnya yang mengkerut. Meski begitu, nadanya begitu lembut walau ekspresinya sedang dibuat resah.

Suara resah nya, seolah ada nada setelah berbisik setengah nge-gas.

Nirvana memegang kedua pundak Satella, menatap dalam. Satella pun mengerutkan kening, entah kenapa raut wajahnya sangat kesal.

"Jangan sentuh," ucap Starla.

"Aku serius, oy," balas Nirvana.

"Aku bilang, jangan--" Kata-katanya belum selesai. Satella kesal, segera meninju perut Nirvana.

"Aduh--"

Entah kenapa, Satella yang pada awalnya sangat lemah tenaganya, mampu memukul keras. Tinjunya seolah lebih kuat lagi. Sepuluh kali lipat lebih kuat dari waktu itu.

Tidak lama kemudian datanglah seseorang. Sosok rambut silver dengan seragam butler. Ia sosok pengikut setia Satella, Theodore.

"Ah, jadi inilah yang menghambat anda. Kalau begitu, mari menuju kamar inapnya. Satella menunggu kedatangan anda." Theodore pun datang, menyela kegaduhan kecil.

"Tapi, tapi, Satella sudah disini?" Nirvana bingung.

"Oh, i see, itu bukanlah Satella. Namanya--" Theodore dipotong ucapannya.

"Namaku Starla Cloe Charlotte, you know." Gadis berambut perak itu memberi nada bangga yang centil.

"Sta-- Starla?" Nirvana bingung.

"Starla adalah saudari kembar kak Stella," ungkap Starla.

"Apa, kembar?" Nirvana kaget.

"Sudah, sudah ngomongnya nanti saja. Aku mau menjenguk kakak." Starla mengayunkan tangannya, memberi senyum geli terhadap Nirvana yang sukses ia kelabui itu.

Mereka bergegas menuju kamar rawat inap.

**************

Kamar klinik.

Seperti biasa, Satella masih tidur terbaring. Seketika, pintu dibuka. Keluarlah suara sedikit cempreng juga bawel. Itulah adik kembarnya Satella. Menanggapi kebisingan, Theodore berdeham.

"Yuhu.... I come."

"Kakak.... Aku datang kakak. Yuhu, aku datang kakak. Aku bawa jeruk kesukaan kakak. Aku hadir kakak."

"Si bawel." Satella terkekeh, raut wajahnya amat senang.

Starla memeluk tubuh Satella yang masih terbaring dikasur.

"Kakak, kak Stella kapan sembuh kak?" Tanya Starla.

"Kata tabib, dua hari lagi kok. Dik Starla, cantik," balas Satella.

Kemudian, menyusul Nirvana.

"Ternyata mereka kembar," ucap Nirvana. Wajahnya bermasalah setelah mengingat kejadian tadi.

"Yup, benar." Starla ketawa geli.

"Apakah kalian sudah saling kenal?" Tanya Satella, ia gelisah disertai kerutan dikeningnya.

"Iya, itu benar." Starla cekikikan.

"Kamu, kamu gak melakukan hal aneh-aneh kan. Menjahili orang misalnya!" Satella mengomeli adik kembarnya, wajahnya agak galak.

"I-- iya ... maafkan Starla, akak...." Starla terlihat resah.

"Ya udah, jangan diulangi." Satella menghela napas, memalingkan wajahnya yang imut kala cemberut.

"Yeay, gak marah. Aku yakin kalau kakak gak bisa marah sama Starla." Starla dengan bangganya.

Atas tindak periang Starla, Satella yang dibikin tambah capek yang Theodore lakukan hanyalah pergi. Theodore berniat menunggu di luar.

~>