Lorong sekolah.
Keluar dari pintu dimensi disebut sihir dor crossing. Penghubung ruangan rahasia dan kastil sekolah sihir kota Geffenia.
"Jangan lihat belakang," kata Satella.
Spontan Nirvana menoleh kebelakang.
"Tembok?" Nirvana menatap Satella tuk bertanya.
"Pintunya hilang, ada rahasianya.... Aku tahu cara munculkan pintunya lagi. Inikan dunia sihir, kamu tau kan," kata Satella.
Nirvana memberi raut lega. Semua yang membuatnya bingung sudah terjawab.
"Ayo ikut!" Satella meminta diikuti. Mereka melangkah menuruni tangga.
Sambil berjalan mereka sedikit berbicara.
"Apakah berkemah nya tidak jadi?" Nirvana menatap rambut perak yang berkibar-kibar karena langkah kaki dan karena terurai.
Yang dilihat, menoleh.
"Itu tatapan tukang intip," sindir Satella.
"Maaf, habis rambutmu indah." Nirvana berdalih.
Bibirnya sedikit tersenyum. Seperti puas karena dipuji.
"Mau berkemah?" Tanya Satella.
"Iya, habisnya tendanya kelihatan mewah." Nirvana membenarkan.
Mereka terus menuruni tangganya. Mereka berada di dalam bangunan kastel akademi Griffin Quen. Sesaat setelah melewati ruangan rahasia, mereka melewati lorong yang sangat luas. Pada dasarnya hampir mirip dengan kastil di Inggris. film dengan genre penyihir yang berlatar tempat ditanah Britania umumnya memakai kastil sebagai bangunan sekolah bagi para penyihir. Persis dengan di dunia yang Satella tempati.
Bagian dalam kastil hampir tak ada orang. Semuanya sudah diungsikan sementara menuju kota Ivalice.
"Baiklah, baiklah kita akan berkemah nanti yah." Satella berhenti ketika sudah sampai dilantai satu.
"Ayo buat janji!" Satella diam, mengulurkan kelingkingnya pada Nirvana.
"...." Nirvana menyatukan kelingkingnya dengan Satella.
"Apakah kamu berjanji nanti kita berkemah?" Satella mengeratkan salaman kelingking dengan Nirvana.
"Iya, janji," ucap Nirvana.
"Tapi, jangan hanya berkemah saja. Nanti kalau bisa, lakukan hal-hal lainnya. Misal, mengunjungi banyak tempat. Melakukan hal yang belum pernah aku ataupun kamu lakukan sebelumnya. Kedengarannya asik bukan?" Satella menarik-narik jari kelingkingnya yang masih terikat.
"Maksudnya hal-hal yang biasa dilakukan diakhir pekan?" Tanya Nirvana.
"Iya." Satella mengangguk.
Setelah mereka keluar jalan tampak sepi. Beberapa bagian jalan telah diblokade. Tepat diluar pintu pagar sekolah, Jack Frost telah menanti.
Jack Frost menghampiri Satella.
"Teleport aku!" Pinta Satella.
"Baiklah." Jawab Jack, merapal mantra teleport.
Hanya beberapa penyihir saja yang menguasai kemampuan teleport ini. Biasanya mage yang memilih build semi support saja yang mempelajari sihir teleport. Lingkaran sihirnya mulai muncul ditanah yang Satella pijak. Sebelum lingkaran sihirnya selesai ia menatap Nirvana untuk berpamitan dulu.
"Mohon tunggu disini, aku akan kembali."
Be are be back....
Setelah Satella berkata demikian, lingkaran sihirnya selesai.
Satella telah dipindahkan ke lokasi yang terdapat time-rift.
***
Satella berada dibalik time-rift kemudian membunuh semua pemantra yang telah membuka keretakan dimensi. Satella tahu bahwa akan ada sosok Golem yang akan menghalangi jalan kabur. Tapi anehnya ia hanya berlari kearah Golem seperti ingin mengantarkan nyawanya pada kematian.
Alhasil tubuhnya dipukul Golem. Satella kena gigantic fist, tubuhnya dibikin seperti buah yang diremas. Mulutnya mengeluarkan muncratan darah seolah itu adalah cairan dari dalam buah segar. Lalu sosok Golem itu di teleport balik ketempat asalnya. Sementara tubuh Satella mulai mengeluarkan kabut hitam seolah sedang menguap menjadi bayangan. Sementara sosok merpati hitam telah melewati lubang hitamnya. Setelah berada disisi lain sosok merpati hitam kembali menjadi Satella.
Yang tadi, ilusi Satella. Ia memakai sihir ilusi untuk mengelabuhi Golem yang berfikir nya secara mekanis. Memberikan sinyal, sekumpulan mage berlari menuju lubang hitam time-rift. Adalah regu penyegelan kementerian sihir. Time-rift sukses disegel kali ini, selanjutnya Satella tinggal menghentikan raja iblis nya.
Satella melepas cincin batu warna hitam meteor dari jarinya. memiliki corak titik putih. Seolah coraknya mirip dengan corak keretakan dimensi. Cincin hitam meteor.
"Aku punya ini. item mistik, cincin ilusi. Kenapa gak dari sebelumnya pakai cara ini." Satella memasukkan cincin sihir kedalam saku, kemudian memakai sihir transfigurasi untuk mencari keberadaan pimpinan iblis nya.
Cincin ilusi memiliki kemampuan untuk memanggil doppelganger diri sendiri. Ia mendapatkan artefak itu di sekolahnya. Sebelumnya ini dimiliki penyihir gelap bernama Bellatrix.
Setelah bergerak kesana kemari, akhirnya Satella menemukan keberadaan Diablo.
Hampir saja Satella memanggil sihir es terkuatnya, sihir terkuat ketiga. Satella mengurungkan niatnya setelah ia ingat. Satella ingat bahwa Diablo punya sihir tuk memantulkan mantra lawannya. Merpati mendarat di satu atap tak jauh. Banyak pasukan yang telah gugur, baik diserang kumpulan bidak iblis atau diserang Diablo.
Satella tidak mungkin menyerang seperti pendekar pedang. Melakujan mele combat artinya bunuh diri bagi Satella. Berencana menjadikan Griffin sword sebagai serangan terakhirnya, Satella membentuk pedang es.
Mengiris atap dengan pedang es. Dengan irisan lemah, satu papan genteng terbelah dua. Menandakan betapa tajam pedang es, Satella menahan tawanya. Membayangkan akan mengalahkan orang jahat yang telah membuat Satella merasakan sensasi sekarat, dua kali.
Menghunus pedang kearah Diablo yang sedang berjalan santai.
Sementara sembilan bilah es lain terbentuk kembali. Sembilan bilah, melayang disekitar Satella. Tampak begitu dengan kekuatan telekinesis. Sementara Diablo masih berjalan santai, Satella melesatkan bilah.
Telekinesis !!
Pertama pedang es melesat, itu menikam objeknya memberi Slash atack. Bilah es itu sukses menikam organ dalamnya. Disusul kesembilan bilah lainya sebagai serangan kedua. Namun kali ini disadari lawannya, Diablo membentuk sihir tornado api yang berfungsi sebagai barrier.
Fire pilar !!
Setelah apinya berhenti, Satella mengukir senyuman kemenangan. Bagaimana tidak, walau bilah es ditangkis defensif barrier Diablo. Hanya dua bilah yang lolos dan telah menikam tubuh Diablo. Manusia tanduk mendesis kesal seolah itu bukan termasuk luka yang fatal. Tak seperti memperlihatkan merasakan sakit sedikitpun.
"Keluar kau Shorcheror!" Umpat Diablo.
"Lalu bagaimana?" Satella berbisik pada dirinya sendiri.
Memakai wujud transfigurasi, Satella kini menginjakan kaki dijalan.
"Anak kecil?" Diablo tak habis pikir, sebab yang ada dihadapannya seorang gadis yang terlihat seperti anak-anak meski usianya sudah dua puluh tahun. Ini pertemuan yang pertama bagi Diablo di loop ketiga.
"Kenapa ia tidak memakai potion healing. Apakah damage bilah es ku terlalu kecil untuknya?" Satella menatap bingung.
Seharusnya luka yang dihasilkan bilah es tersebut adalah luka fatal. Sudah masuk kedalam serangan kritikal bukan.
Satella mengeluarkan pusaka nya, pedang pembunuh binatang sihir terkuat. Pedang pusaka Griffin sword. Menghunuskan bilah pedangnya pada Diablo. Diablo tertawa.
"Kamu pengguna pedang? Aku tidak yakin kamu bisa mengayunkan pedang, hei anak kecil," kata Diablo.
"Scroll untuk memanggil guardian. Baiklah akan aku panggil sekarang." Satella telah mengeluarkan gulungan yang ia dapat dari raja. Dipakailah scroll, memunculkan lingkaran sihir didekatnya. Itu butuh sedikit waktu dalam proses sumoned nya.
"Apa, memanggil monster? Kamu pikir aku dapat dikalahkan oleh monster?" Diablo terlalu anggap enteng lawannya. Di sisi lain, pasti Diablo memiliki pengalaman dalam berburu monster.
"Bukan monster!" Balas Satella.
"Tapi guardian." Muncul seseorang saat proses sihirnya selesai.
"Dimana aku?" Guardian sangat bingung kala mendapati dirinya berpindah tempat ke sebuah kota yang rusak berat.
"Aku memanggilmu!" Satella dengan nada bangga.
"Kamu memanggil guardian karena kota sedang diserang. Tindakan yang tepat, tapi siapa kamu? Kenapa bisa mendapatkan wewenang memanggil seorang guardian?" Tanya guardian.
Satella tertawa kecil, menunjukkan wajah bangga.
Satella mulai memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Satella Shiela Charlotte. Aku seorang arc mage dari dewan penyihir. Juga merangkap staf ahli kementerian sihir kerajaan.
"Begitu."
Guardian menanggapi dengan santainya.
"Kalau begitu, perkenalkan aku adalah--" Sebelum guardian memberikan namanya, Satella memotong ucapannya.
"Ray Valerious Scarlett, iya kan." Satella menampakkan raut wajah bangga.
"Apa?" Guardian terdiam, heran.
"Apa katamu, bagaimana aku bisa tahu? Sepuluh tahun yang lalu, di perayaan ulang tahun putri kedua, princess Alexandra. Tak kusangka, udah gedenya jadi kesatria yang hebat. Bukan, tapi, maksudku yah, guardian." Satella memberi nada antusias dan eskpresi riang.
"Apa aku mengenalmu?" Balas Ray.
"Perasaan aku telah memberikan namaku deh." Satella dengan raut wajah cemberut, lalu tersenyum masam.
"Tapi aku tidak ingat, tidak kenal." Ray mengerutkan keningnya.
"Butuh pemicu supaya bisa ingat? Seperti memori pertemuan. Aku, adalah anak yang suka memerankan putri salju. Apa kamu melihat warna kulitku lebih putih daripada orang pada umumnya. Inilah warna kulit seputih salju yang umumnya dimiliki ras snow elves loh." Satella segera menjelaskan dengan nada centilnya.
"Jadi kamu putri salju yang cukup dikenal dikalangan anak-anak ningrat. Kak Stella, ternyata nama aslinya itu, Satella Shiela Charlotte. Maaf karena aku tidak mengenali Stella sebagai putri Charlotte. Aku dulunya aku mengira bahwa Stella adalah anggota keluarga kerajaan." Ray memandang kagum.
"Sudah ingat?" Satella tersenyum bangga.
"Sebuah kehormatan, bertemu kembali dengan panutan masa kecilku. Kak Stella yang terkenal dikalangan anak-anak ningrat itu." Guardian memberikan sikap hormatnya.
"Wah, aku tersanjung." Satella dengan raut wajah sombongnya.
"Sekarang identitas ku adalah putra pewaris pedang naga suci. Pusaka yang dimiliki oleh house of Scarlett." Ray bernada santai tetapi dengan kharisma.
"Berarti kamu ini, generasi pedang suci," ujar Satella.
"Benar sekali, putri salju yang kini menjadi seorang arc mage di dewan penyihir dari kementerian sihir kerajaan." Sikap hormat kembali diberikan oleh Ray Valerious.
Pertemuan dengan teman masa kecilnya membuat Satella riang ditengah suasana kacau ini. Sudah lama tak jumpa, mereka sungguh akrab. Sementara Diablo datang memberikan nada protes.
"Malah asik sendiri, berani sekali kalian mengabaikan keberadaan ku!" Diablo mengumpat, memberikan nada protes.
"Eh?" Spontan satella menoleh dengan wajahnya yang konyol.
Baik Satella maupun Ray Valerious Scarlett sama-sama berfokus pada Diablo.
"Kalian kelamaan, aku udah regen lagi."
Diablo memegang tongkat sihir permata miliknya.
Regenerasi miliknya tidak sampai membuat health point nya sembuh total. Setidaknya luka sebelumnya membuat seperempat health point Diablo terkuras. Terisi kembali beberapa garis.
"Jangan sombong dulu, Diablo!" Menghunus pedangnya, Satella menantang lantang.
"Hei, hei, bagaimana kamu tahu namaku?" Diablo mengangkat bahunya, agak tercengang.
"Dasar anak kecil." Diablo jengkel kepada Satella.
Satella hanya diam tenang. Itu membuat Diablo semakin emosi.
"Wajahmu seperti anak bandel, eskpresi wajahmu menyebalkan!" Diablo menunjuk kearah Satella, dengan perasaan jengkel.
"Bersiaplah, Diablo!" Satella dengan raut wajah terlalu pede.
Lantas seberapa kuat orang yang disebut generasi pedang naga suci itu.
~Bersambung~