Chereads / Remember Love / Chapter 4 - 3. Penguntit

Chapter 4 - 3. Penguntit

😘 Happy Reading

Setelah kejadian yang amat memalukan tadi, remaja itu hanya bisa lari ke tempat menyendiri kesayangannya.

'Taman belakan sekolah'

Tempat yang paling ia sayangi dan cintai.

Letih sesudah memungut sampah hampir tak henti-henti membuat tangannya tak bisa digerakan. Hanya terkulai di samping badan nya.

Ingin rasanya ia menyumpahi pak Zainul agar koma seumur hidup. Maka Ria akan jadi orang yang nomor satu yang mengadakan selamatan tujuh hari tujuh malam. Ah, tidak. Bahkan ia ingin mengadakan syukuran sampai ia lulus.

Tetapi apa daya, itu tidak akan mungkin. Boro-boro koma seumur hidup. Absen sehari aja tidak pernah.Heran sekali Ria dibuatnya.

Sekarang Ria dengan tenang bersender di pohon-. Ah, entah apa nama pohon nya. Terletak tepat di tengah taman, dengan ukuran yang cukup besar dan rindang untuk beristirahat.

Swis....

Suara semilir angin yang menerpa dengan lembutnya membuat matanya berat, dan mulai terpejam.

Baru akan tertidur terbawa ke alam mimpi, ia di bangunkan dengan suara yang halus.

Itu adalah suara petikan gitar. Dengan alunan lembut, bahkan amat sangat lembut yang membuaikan. Untuk sesaat, ia merasa semua beban masalah di kepalanya menghilang.

Alunan lembut terus terdengar mendayu. Lantunan lembut selaras dengan petikan gitar dengan semilir angin yang menggelitik mata Ria untuk terlelap.

Sambil memejamkan matanya kembali Ria bersuara pelan, sangat amat lembut sehingga hampir tak terdengar.

"Terima kasih"

Lalu sisanya hanya terdengar deru nafas halus, pertanda Ria telah tertidur lelap.

Seorang yang memeluk gitar itu menarik sudut bibirnya. Lalu keluar dari persembunyian-nya, di belakang pohon besar itu, tepatnya berbelakangan dengan tempat Ria menyender. Sangat cukup untuk menyembunyikan dirinya.

Lalu laki-laki itu mendekat ke arah Ria, lalu berjongkok tepat di samping Ria. Mata elangnya terus memperhatikan setiap inci wajah Ria yang sangat polos itu saat tertidur lelap.

Badan Ria bergerak gelisah, mata hijau pekat kehitaman itu menangkap gerakan gelisah itu. Lalu mencari suber masalah yang membuat Ria gelisah. Ternyata, sinar matahari tepat berada di atas matanya menyinari mata Ria seakan tak mengizinkan Ria tidur.

Laki-laki itu tersenyum,

duduk bersila, lalu mengulurkan tangan kanannya di dekat mata Ria agar menutupi silau matahari yang mengganggunya.

Lalu tangan yang sebelah kiri ia gunakan untuk menopang dagunya, sambil menatap Ria dengan intens.

Dengan suara berbisik ia berkata, "tenang, tak usah takut. Aku akan selalu menjagamu. "

Lalu kepalanya sedikit merunduk, mencium pelipis Ria lama, amat sangat. Bagai mengungkapkan seberapa dalamnya kerinduannya, cintanya, dan kesetiannya. Perasaan bagai tak mau kehilangannya.

"Aku akan menunggu, menunggu mu melihat kearah ku. Jadi, cepatlah sadar ya." setetes bulir putih bening jatuh dari pelupuk metanya tampa ia perintah, turun lalu mengenai pipi Ria.

Namun laki-laki itu malah tersenyum, dengan bodoh. "Ku tunggu" dia kembali ke tempat semulanya, dan kembali melindungi sinar dengan tangannya lagi. Tampa lelahnya.

Padahal hatinya sering terluka, kenapa dia bodoh sekali ya.

***

Ria sangat berterimakasih pada orang misterius itu. Membuat ia melupakan masalah nya. Beban yang selalu ia rasakan di pundaknya mulai berasa berkurang.

Berjalan gontai ke arah halte bus. Walau ia notaben nya ia anak kalangan atas. Tetapi ia terbiasa menghemat uang nya. Alasan lain, juga karna ia tak bisa memakai sepeda, motor, maupun mobil.

Ria sedang menunggu bus dengan earphone yang menyumpal telinganya. Alunan musik kesayangan nya tak henti-hentinya menghibur diri nya yang berpura-pura kuat.

Sekarang udah menjelang malam. Gara-gara ia membolos waktu pelajaran ke-tiga sampai pulang karena ketiduran. Iya Ria tau betul ia ini kebo berjalan. Nggak usah diingetin lagi Ria udah tau.

Bus tiba beberapa menit kemudian. Ria memasuki bus mencari tempat duduk pojok nomor dua dari belakang sebelah kiri. Lalu kembali memejamkan mata, sambil mendengarkan alunan musik.

Tak terlalu lama, juga tak terlalu sebentar, bus berhenti tepat di pemberhentian ke tiga. Di perumahan elit Gading Cempaka.

Ria berjalan dengan tenang sambil meletakan kedua tangannya di saku jaketnya.

Derap sepatu menggema di jalan komplek perumahannya yang sepi menambah kesan kesunyian. Menimbulkan bunyi "drap-drap" berulang kali.

Namun ada yang aneh disini, Ria selertinya mendengar suara samar seperti mengikuti langkahnya.

Ria mencoba berhenti, suara itu pun ikut menghilang.

'mungkin cuma perasaan aja kali ya'

Ria berjalan lagi, suara tadi bertambah cepat. Apa dia berlari??

'Wah, ini nggak beres'

Ketika Ria menoleh kebelakang, yang benar saja, seorang berjaket dan topi hitam sedang berlari ke arahnya.

drap...

drap...

drap...

Lari..

Gue.. harus lari.

Tak ada pilihan lain, Ria benar-benar harus lari. Ria melepaskan tas yang di sandangnya, memeluknya dan langsung berlari.

Berlari sejauh yang Ria bisa. Ria sangat tau, ia tak mungkin bisa menang adu lari dengan laki-laki di belakangnya.

Debaran jantungnya membuat Ria makin takut. Ia menyesal tidak ikut pindah saja dengan Rasya. Kenapa pula papanya mau tinggal di komplek sepi sih.

Debaran jantungnya makin keras ketika Ria akan melewati tempat yang penerangannya remang.

'Duh, siapa sih yang matiin nih lampu jalan' kiringat tak henti-hetinya meluncur di pelipis Ria.

Dengan usaha dan tenaga yang tak tau datang dari mana. Ria berfikir mencari jalan keluar. Tampak dari kejauhan sebelah kanan, gang sempit yang tak ada penerangannya.

Ragu yang bergejolak tiada hentinya, karena jalan pintas itu malah sama sekali tak ada penerangannya.

deg...

deg deg..

deg deg deg...

deg deg deg deg...

Debaran jantung Ria makin membuat Ria panik. Kebingungan melanda hati, otak, dan tubuhnya. Melihat orang yang mengejarnya hanya berjarak empat meter darinya.

Hatinya menyatakan 'jangan'. Tubuhnya menjerit kata 'berhenti'. Dan otaknya meneriaki 'berlari'. Apa yang harus Ria turuti sekarang?

Tubuhkah?

Otakkah?

Atau hatikah?

Melihat di belakang, jarak mereka menipis. Hanya tersisa dua meter saja. Bagaimana ini? Tak ada pilihan lain.

Shat...

Gue nyelip, kaya iklah produk pelangsing badan. Senengnya, ternyata gue muat, bayangin aja kalo nggak muat_-. Terima kasih Ya Tuhan, ternyata gue nggak kala ama artis-artis 'Selena Gomes' mah lewat.

Eh, kok. Kan gue lagi di kejar. Bodoh loe Ria!!.

kiri

kanan

miring

Nyelip-nyelip, ke lorong yang agak rumit. Panjang amat nih lorong, mana sih ujungnya.

Di ujung ada cahaya yang begitu minin.

'Jalan keluar'

Namun alis gue menyatu, bukan masalah jalan keluarnya. Tapi masalahnya gang ini tambah sempit saja di ujungnya. Gue nggak yakin bakal muat.

***

Ria malah berhenti. Memikilkan cara. Apa dia harus melawan cowo itu??

'NGGAK MUNGKIN, AKH .. Ria bodoh banget sih'

Ria benar-benar terpojok sekarang. Ternyata cowo itu berjarak agak jauh, tetapi dalam hitungan detik ia pasti akan sampai di depan Ria.

Terpojok, Ria meneteskan keringat. Badannya sedikit bergetar. Bagaimana ini, tak seharusnya Ria berhenti tadi.

Cowo itu perlahan berjalan dengan langkah mengintimidasi. Perlahan-lahan seakan ingin membuat Ria takut. Ria terjatuh kebelakang, karena rasa takutnya.

Terpojok, Ria benar-benar terpojok. Tangan Ria seperti mencari sesuatu, perlahan tangannya berhenti menemukan senjata rahasianya.

Laki-laki tadi sampai di depan Ria. Mendekat ingin meraih tangan Ria. Gerakan cepat Ria melemparkan pasir yang di dapatkannya.

Dia menutup mata sambil membersihkan wajahnya karena ulah Ria. Ria berlari sejauh mungkin dari laki-laki itu.

Dengan langkah ragu-ragu Ria berlari memyelip di ujung gang itu. Yang tadinya Ria yakin dia nggak muat. Dan-

Hyat....

'Yeh... muat' Ria berseru riang dalam hati.

Bruk..

Tetapi Ria tak menyadari kaki kanannya belum benar-benar keluar dari jalan sempit itu. Memyebabkan Ria terjatuh dengan keras. Ria hanya meringis tertahan.

'Sakit, banget. Perih. Lutut ama siku gue luka. Pengen nangis rasanya Ya tuhan.'

Dari kejauhan laki-laki tadi kembali mengejar Ria. Tampaknya ia telah lolos dengan jebakan Ria. Bagaimana ini? Apa yang harus Ria lakukan?

Drap..

Drap...

Langkah intimidasinya menggema di sekitar lorong. Tak henti-hentinya membuat air mata Ria mengalir dengan sendirinya.

"Jangan dekat!!" teriak gue frustasi, dengan menahan isaknya.

Laki-laki itu berhenti sejenak seperti memikirkan sesuatu, namun kembali melanjutkan langkahnya. Gerak ini membuat Ria tambah kacau tak terkendali.

"JANGAN DEKAT!!!" teriak gue bertambah keras. Ringisan Ria akhirnya lolos juga dari bibir mungilnya. Ketika darah dilututnya mengalir lebih banyak ketika Ria mencoba berdiri.

drap...

Suara derap kakinya makin mendekat jaranknya dapat dihitung dengan hitungan centi. Menambah kegusaran Ria. Jantung Ria sudah dari tadi berdegub kencang.

Tetapi tekat Ria tak berhenti di situ saja. Keras kepalanya Ria membuat Ria melakukan hal gila. Tekat bulatnya tak bisa di hentikan.

Dengan tekat Ria mencoba berdiri, tetapi Ria jatuh lagi. Berdiri lagi, jatuh lagi. Berdiri, jatuh lagi. Udah berapa kali Ria nyoba, tapi hasilnya nihil.

Nyali Ria ciut, dia makin dekat.

Inikah dosa gue??

drap...

'kematian'

Laki-laki itu sudah di depan Ria. Tetapi ini benar-benar sepi. Tak ada siapapun, sangat membuat Ria takut.

Oh tuhan

Tolong aku

🎐TBC 🎐

Gantung tor??

Iya lah biar kalian kepo. Selamat menunggu. Wkkwk