Chereads / Remember Love / Chapter 10 - 9. Es yang Mencair

Chapter 10 - 9. Es yang Mencair

Ria pov

Pandangan pertama yang aku lihat adalah ...

SILAU WOY!!

SAPA SEH YANG NARO LAMPU DEPAN MUKA GUE!!!

Eh, tunggu. Gue dimana? Dengan siapa? Gue diculik?

PLAK !!

Itu gue barusan nepok jidat sendiri karena bego. Emang gue bego? Nggak kale, gue pinter elah. Iyain ae, biar nggak ribet.

Sip, lanjut

Gue mulai menerawang sekitar dari berbagai sudut, hingga ada suara yang menghentikan perncarian gue.

"Udah bangun ?"

Gue menoleh, disana ada seorang wanita. Rambutnya di cepol asal, memakai jas putih panjang tetapi masih memakai seragam didalam jasnya. Wajahnya yang sudah cantik alamiah, di tambah lagi dengan hiasan kaca mata persegi yang menggantuk di hidung mancungnya.

Dia berjalan mendekat dan menempelkan tangan kanannya ke dahi gue, tangan lainnya yang bebas ia letakkan di saku jasnya. Tidak dapat di pungkiri, tak hanya cantik dia juga elegan.

"Sip! udah reda," sahutnya antusias. Disaat seperti ini saja gue masih saja berbuat bodoh.

Gue cuma memasang senyum kecut, lalu memalingkan muka. Semua orang membenci gue, toh dia ngerawat gue karena itu emang tugasnya. Gue bodoh, gue nggak tau malu, gue jahat, gue hina gue yang bunuh ibu gue sendiri, gue nggak berguna. Apa lebih baik gue nyerah aja? Nggak usah sok kuat, buat apa senyum fake gue selama ini.

"Bahkan gue diteror," cicit gue pelan.

Tangan kanan gue ditarik tiba-tiba, nyeri yang sangat kuat mengalir. Gue meringis pelan, lalu mengalihkan pandangan ke orang yang narik gue.

"Owh, astaga sorry! " pekik-Nya lalu ia menarik tangan-Nya kembali.

"Gue kira nggak sesakit itu, kayak-Nya luka lu dalam banget, deh. " kata-Nya dengan rasa bersalah.

"Hm ... nggak papa kok,  Kak! " kata gue sebaik mungkin agar rasa bersalahnya hilang.

Dia tersenyum sekilas, "Boleh gue cek luka lo lagi? tapi kali ini janji nggak akan kasar kayak tadi, " kata-Nya dengan muka memelas dan memasang pose jari peace.

Gue menarik senyum lebih dalam, dan mengangguk pelan. Melihat itu

mengembang senyum lebar dari penjaga UKS ini, terlihat dua lesung pipit di ujung bibirnya.

Dia kembali menarik tangan gue, dan ya perlakuan kali ini lebih lembut. Hening kembali menyelimuti ruangan serba putih ini.

Gue pun nggak tau harus bicara apa dengan kakak satu ini. Terlihat, dia dengan telaten membersih kan kembali luka dan membalut luka gue kembali.

"Em .... " suara gue sedikit canggung memecah keheningan, yang merasa ditegur-pun menoleh dan masih mempertahankan senyumnya.

"Ka- kata kakak tadi, kakak nggak tau kalo aku luka. "

Gue menarik nafas dalam, "Lalu kalau bukan kakak, siapa lagi? "

Dia termenung sebentar, lalu memasang muka serius.

"Gue nggak tau, "

"Eh-? " gue menatap bingung,

"Ya, gue nggak tau. Pas gue nyampe lu udah ada di sini, "

"Gue dateng kesini udah jam 9'an," ucap-Nya lalu ia beranjak merapikan apa yang sudah digunakannya tadi, meninggalkan gue yang masih termenung dengan gejolak pikiran gue sendiri.

Siapa yang ngobatin gue.

Siapa? Kenapa?

"Kondosi lo udah baikan dari yang tadi, lo boleh pulang lalu istirahat atau tidur di sini aja," suara lembut tiba-tiba memecahkan lamunan gue.

Ia melirik jam tangannya sekilas lalu memasukkan tangannya kesaku kembali, "Gue udah harus balik ke kelas, gue duluan ya," katanya sambil melambaikan tangan ke arah gue.

Gue menarik simpul dan mengangguk. Hanya memperhatikan ia yang mulai menghilang dari balik pintu coklat UKS.

Pikiran gue kembali bergejolak.

'Siapa?'

Itulah pertanyaan yang masih terngiang-ngiang di kepala gue. Gue mengambil posisi duduk, menopang tangan dengan tangan kanan. Namun gue lupa kalo itu luka, dan akhirnya gue malah jatuh ke tempat tidur sebelah kanan.

BUGH

Akhirnya pantat elit gue, kembali memciumi lantai yang dingin 'lagi'. Garis bawahi 'lagi', ok.

"Sssst ... Lantai napa lu disini?" keluh gue sambil mengelus bokong gue berkali-kali.

'Gue jadi tepos nggak ya?' guman gue, lalu meneliti bokong gue dengan bodohnya.

"Sip, nggak ada. Gue masih always empuk," gue berteriak pelan, mungkin gue dah disangka orang gila kali ya?

Biarin aja dah, kagak ada yang ngeliat juga kan?

"Hehe .... " terdengar suara kekehan halus namun sedikit berat dari luar.

Blus..

Anjay, ada yang dengerin gue asem. Malu...

Gue langsung melompat ke tempat tidur gue lagi. Sakit sih, tangan gue.

"Si- siapa? " suara gue bergetar anjay. Malu.

"Makanya kalo baru sembuh itu jangan pecicilan, " jawaban singkat.

Namun, ketika akan bertanya lagi. Terdengar suara langkah menjauh.

Yah, dia pergi.

Lah, ngapain gue nyesel tong. Hadeh..

'Tak akan, "

Tiba-tiba suara laki-laki yang memeluknya di pagi hari tadi terbesit di ingatan gue. Satu hal fakta yang gue tau,

Suara mereka sama.

Lalu kejadian saat gue memeluk orang asing lalu menangis di seragamnya ter-ingat kembali.

Bluss...

Untuk kedua kalinya gue ngeblus. Dan untung kedua kalinya gue ngeblus ke orang yang sama.

Gue?

Meluk orang asing?

Sembarangan?

Nangis?

Di seragamnya pula?

Sungguh-sungguh apaan gue coba.

Astaga!

Gue pusing ah, gue narik selimut dan menutupi seluruh tubuh gue sampe kepala. Lalu memejamkan matanya mencoba meredakan mukanya yang panas dengan tidur.

Lalu kantuk pun menjalar lagi di mata gue.

🌹🌹🌹

Berdiri tegak laki-laki yang bisa di katakan cukup tampan. Dia mengambil posisi bersender di dinding, dengan tangan tersilang di depan dada. Namun, mata itu masih tertutup.

Fitur wajah yang terlihat tegas, terukir dengan halus tampa celah. Hidungnya mancung sempurna,  bulu matanya cukup lentik yang notabennya ia laki-laki.

BUGH

"Ssssttt ... Lantai napa lu disini? "

Alis tebal laki-laki itu mulai bergetar, lalu bulu mata itu mulai bergerak naik. Iris hijau tajam terlihat, hawa dingin menguasai mata itu. Hawa dingin yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya akan bergetar. Sangat selaras dengan fitur wajah tampannya.

"Gue jadi tepos nggak ya? "

Bibir laki-laki itu bergetar dan alisnya terajut, mulai menunjukkan ekspresi senyum. Dan lesung pipit sebelah kirinya terlihat hilang-timbul berulang kali.

"Sip, nggak ada. Gue masih always empuk, "

"Hehe ... "

Kata-kata konyol itu sukses membuat dinding es itu mencair. Kekehan kecil keluar dari bibir yang sedari tadi terkatup rapat. Aneh, wanita ini selalu saja membuat ia luluh.

"Si- siapa? "

'Wah, suara wanita ini bergetar? Kemana konyol mu tadi?' senyum di sertai gumanan melengkapi di pipi tegas itu.

Namun, senyum itu kembali luntur. Secepat ketika dia berubah tadi, kembali dingin dan tak tersentuh.

Iris mata hijau itu melirik tajam ke arah kanan koridor. Ada seorang laki-laki yang mengarah ke UKS, ia tanpak terburu-buru.

Tatapan kesal tak terelakkan. Tanpa menjawab lawan bicaranya, ia memilih menjauh dan menghilang di ujung koridor.

🍍🍍🍍

Dadaah...

Kangen ye,

Aku revisi berubah. Kalo niat baca lagi silahkan.

Hahha, jelek?  Maaf ini work pertama aku.

See you bai bai

PenaJingga_