☆Happy reading☆
Dengan tekat Ria mencoba berdiri, tetapi Ria jatuh lagi. Berdiri lagi, jatuh lagi. Berdiri, jatuh lagi. Udah berapa kali Ria nyoba, tapi hasilnya nihil.
Nyali Ria ciut, dia makin dekat.
Inikah dosa gue??
D
rap
'kematian'
Laki-laki itu sudah di depan Ria. Tetapi ini benar-benar sepi. Tak ada siapapun, sangat membuat Ria takut.
Oh tuhan
Tolong aku
🌑🌑🌑
Gue ngelindungin diri dengan memyilangkan tangan di depan muka. Tubuh gue gemetar. Air mata gue malah makin deras mengalir.
Dia menggerakan tangan ke arah kantong jaket nya. Seperti akan memgeluarkan sesuatu. Apa yang ingin dia ambil.
Pisau??
Kater??
Atau mungkin..
Pistol??
Tangannya perlahan akan mengeluarkan sesuatu. Membuat jantung Ria tambh tak karuam.
Seseorang.. tolong selamat kan aku..
❄❄❄
Dia menarik benda yang dikeluarlannya.
Mata Ria membelalak melihat apa yang di keluarkannya. Ternyata isi nya.
"Dompet"
Dia menarik tangan Ria, dan menadahkan nya. Lalu meletakkan dompet ungu bergaris hijau itu ke tangan nya.
Lalu laki-laki tadi berjongkok. Melihat seperti menelusuri seluruh tubuh Ria. Lalu mengeluarkan sesuatu lagi.
Karena tak berfikir panjang. Ria mengambil inisiatif akan lari. Baru akan lari. Tangan Ria sudah di cegat oleh laki-laki tadi.
Ria hanya bisa pasrah. Menunggu akan diapa-apa kan dalam tanda kutip.
"Heh??!" alangkah kaget nya Ria.
Laki-laki tadi tersenyum manis sambil menyodorkan plester bermotif garis-garis biru dan merah dengan kedua tangannya. Ekspresinya benar-benar imut.
Ria bermenung sesaat, meretuki semua tingkah bodohnya. Dia tidak menyangkal ketampanan laki-laki di depannya ini. Bibir tipis, hidung mancung, mata bulat yang berwarna hitam pekat seakan ingin menenggelamkan Ria kedalam kehangatan di dalam matanya, di tambah dengan kemanisannya saat dia tersenyum menimbulkan satu lesung pipit kecil di pipi sebelah kirinya.
Kesadarannya pulih kembali saat laki-laki tampan itu mengibaskan tangannya di depan muka Ria.
"M- maka, makasih ya.." cicitnya sambil merunduk, tak berani menatap mata hitam lekat laki-laki itu dengan rasa bersalah.
Laki-laki yang tak diketahui namanya itu awalnya termenung. Lalu menaikan kedua sudut bibir nya, membentuk senyuman manis yang membuaikan untuk ke dua lakinya.
Laki-laki itu mencoba menaiki dagu Ria agar menatapnya, lalu membuat pola-pola tangan menyerupai isyarat.
Ria yang kebingungan tak mengerti apa yang akan dia tunjukkan, "loe ngomong apa?" tanya Ria linglung.
Dia menunduk sambil memijit pelipisnya, seakan ia ingin mengatakan sesuatu. Lalu ia menegakkan kepalanya lagi, tak lupa dengan senyum cemerlangnya.
Dibawah cahaya remang dan rembulan, senyumnya menyempurnakan ketampanan yang alaminya. Dia akhirnya membuat gerakan menepuk-nepuk dadanya.
"Loe ngapain??" tanya Ria makin linglung.
Dia makin keras menepuk-nepuk dadanya. Kelakuan ini malah membuat Ria bergidik ngeri.
'Apa dia udah gila' guman Ria. 'Dia lagi ngapain coba??'
Dia masih menepuk-nepuk dadanya. Benar-benar gagal paham Ria, dia mau apa?? Pusing .Ria mencoba berfikir keras, walau ia tau kapasitas otaknya yang terbatas.
'Apa dia mencoba menunjukkan sesuatu?' lagi-lagi Ria melirik laki-laki itu.
"Apa dadamu sakit?" tanya Ria. Dia menggeleng kuat.
"Apa jantung mu berdebar?" tanya Ria pelan. Malu, baru menyadari pertanyaan konyolnya.
Ria berfikir keras lalu sepertinya menemukan ide dengan muka cemerlang. Laki-laki yang melihat perubahan ekspresi Ria, mulai senang akhirnya Ria bisa menebak apa yang ingin dia sampaikan.
"Pasti dadamu terluka!!! Makanya kamu nggak ngomong" sambut Ria. Menurut nya, ini jawaban yang paling masuk akal. Bagaimana tidak, dia telah mengejarnya bersusah payah. Pasti dalam perjalanan dia terluka. Ria merasa ia sangat pintar bisa menebak hal sulit ini bagai detektif.
Laki-laki itu mengarahkan tangannya ke jidatnya. Bukan memijatnya lagi, tetapi telah menepuknya dengan keras. Dia menatap Ria dengan frustasi. Lalu menggeleng keras untuk kesekian kalianya.
Bukan laki-laki itu saja yang frustasi. Ria tak kalah frustasinya, otaknya yang kapasitasnya sudah rendah dipaksa berfikir keras. Ini membuatnya gila.
Ria tak menyerah, karena hutangnya pada laki-laki ini. 'Baiklah, ayo kita tebak'.
'Dia berkali-kali menepuk dadanya. Hm..pasti ada maksud tersirat. Fikirkan Ria, ayo fikirkan' Ria tersentak.
'Apa mungkin-' Ria menegakkan kepalanya dengan tegas sekali lagi.
"Apa itu kata 'aku' ? Apa kau akan membuat sebuah kata?" Ria menanyakan dengan yakin.
Senyum yang super manis terbit dari wajah laki-laki tampan itu. Bahkan senyum ini melebihi senyumnya yang sebelumnya. Dia mengangguk keras.
Ria benar-benar antusias. Akhirnya dia bisa memecahkan apa yang ia maksut. Atau, Ria nya yang terlalu bodoh? Ah.. Ria tak mau tau, yang penting dia dapat menebaknya."Lalu??" tanya Ria dengan antusias yang meluap-luap.
Dia mengankat tangan kanannya, lalu menggoyangnya kekanan, dan kekiri berulang-ulang kali.
Ria meletakkan jari telunjuknya di pipinya, seakan sedang memecahkan masalah yang begitu besar. "Tidak??" tanya Ria lagi. Laki-laki itu lagi-lagi mengangguk.
"Eh.. emang kita lagi main tebak-tebakan ya??" tanya Ria. Emang Ria dan Dia hanya seperti main tebak-tebakan kata. Tetapi karna otaknya, Ria malas memikirkannya. Ria tak ingin mengambil pusing. Lagi pula ia suka seperti ini, menurutnya hal ini mengasikkan.
"Sudah lah lupakan saja, ayo lanjutkan" melihat perubahan ekspresi yang antusias, dia lagi-lagi tersenyum dan mengangguk. Dia mengangkat lagi tangan kanannya, empat tangannya kecuali jempol di rapatkan, lalu jempol berada tepat di bawah ke empat jari. Bentuk ini menyerupai bentuk moncong.
Gerakan yang dia lalukan selanjutnya adalah menyatupkan, membuka, dia lakukan ini berulang kali. Karna gerakan menyerupai.. 'ah aku tau'. "Bebek?" tanya Ria. Tetapi belum selesai laki-laki itu menjawab, sudah di potong oleh Ria lagi.
"Nggak mungkin kan. Masa jadi 'aku tidak bebek', itu sangat tidak mungkin karna kau manusia kan?" Ria mencoba berfikir lagi. "Ah.. mungkinkah-" Ria histeris sambil menutup mulutnya. "Mungkinkah kau, tuna rungu?" ketika bertanya suaranya semakin kecil, takut menyinggung laki-laki itu.
Dia mengendus menahan tawa, tersenyum kesekian kalinya, lalu mengangguk lagi. Terkadang Ria merasa bingung, hobi sekali laki-laki ini tersenyum, apa pipinya tidak pegal??. Loh?? Kok Ria malah mikirin senyumnya, sudah gila Ria. Seharusnya dia minta maaf.
Setelah Ria minta maaf, laki-laki tadi membuat isyarat tidak papa. Walau kalian tau lah, agak susah menebaknya dengan kapasitas otaknya.
Laki-laki itu mengajak mengantarnya pulang. Awalnya Ria menolak, tetapi sepertinya laki-laki ini sama keras kepalanya dengan Ria. Akhirnya Ria diantarkan dengan digendong ala bidadari styel , walau dengan terpaksa Ria menerimanya.
Di sisi lain sekita enam meter dari Ria. Sepasang mata berwarna hijau pekat sedang mengawasi dengan tangan yang terkepal. Mata elangnya menunjukan kemarahan yang di tahan. Kejadian ini membuat ia sangat amat marah.
***
"Hm.. dia nggak punya pilihan lain selain ngejar gue?Tapi ya, kenapa pas gue suruh dia berhenti, dia nya nggak mau berhenti. Malah jalan lagi. Apa salahnya kan di nyodorin dompetnya perlihatin ke gue gitu??" selidik Ria, yang pertanyaannya baru terpikir sekarang, berpikir panjang sambil tidur di lantai, kakinya menjunjung tinggi di atas sofa kamarnya.
(pertanyaan ini di pikirin ama readers sendiri ya, biar kita main tebak-tebakan)
Setelah menemukan jawabannya Ria mengangguk-angguk dan sedikit berguman.
"Hm.. menarik juga tuh orang"
Ria kembali tersadar, "apaan sih Ria, kenapa di pikirin" sambil memukul-mukul kepalanya.
Karena kelelahan akhirnya Ria menutup mata dengan pasrah. Selanjutnya, dengkuran halus terdengan di ruangan itu.
👑 TBC 👑