☆happy reading☆
Ria pov
Untung semua udah di siapin sama bibi. Kalo enggak, gue bisa digantung idup-idup.
Kalian tau lah, telat dikit aja udah di jemur. Apa lagi gue, yang di hitung sekarang, gue udah telat hampir satu setengah jam.
'Udah jadi ikan teri gue, ralat udah jadi kerupuk kali ya'
Kelamaan di jemur
🚶🚶🚶
"Bapak yang ganteng, kan saya baru pertama kali telat. Boleh masuk yah??" kata gue sambil masang mata mengenaskan, entah apa nama mata itu. Gue nggak tau, nggak peduli juga.
"Nggak boleh neng. Mau pertama kali, atau beribu kali, tetep nggak- bo-leh!!!" kata pak Ali, dengan tegas dengan menekan kata 'nggak boleh'.
Tetapi mata pak Ali menyipit memandang curiga.
"Eh, bukannya neng yang kemarin telat juga ya" tatapan menyelidik tak hentinya menatap gue. Melihat ini gue terdiam layaknya batu, sepertinya tehnik mengubah gaya rambutnya tak berhasil.
'Hm.. sepertinya gue harus ganti tehnik nih, apa gue pakek bedak tebel aja ya?? Akan gue coba' gue tersenyum bangga karna gue pintar. Haha, kata gue sih. (Cengir nggak bersalah)
Dan, begitu lah akhir gue.
'Telat'
'Sendiri'
'Ngenes'
Bujukin kucing penjaga sekolah mah percuma, gue mah contohnya. Gue jamin, nggak ada yang akan mecahin rekor waktu telat gue yang sekarang, mana ada coba yang telat hampir dua jam. Sok atuh, katakan siapa yang ngalahin gue.
"Ah ... loe telat juga ya ... ?"
"..." gue tarik kata-kata gue.
'Ada juga manusia yang telat banget kaya gue. Gue nggak boleh kalah, gue harus lebih telat.' gue memotifasi diri gue sendiri. Setidaknya, gue punya prestasi di bidang ini, yaitu 'telat'.
Terasa tangan seseorang bertengger dan memukul bahu gue. Awalnya gue enggan untuk menoleh, tapi lama-lama tangan itu tidak kunjung lari dari pundak kesayangan gue. Tak ada pilihan lain, gue harus noleh. Kalau tidak entah apa yang terjadi nantinya.
Mata gue membelalak, 'astogeh Ketiban sial apa gue, sampe ketemu ama "Trouble maker"nya sekolah.Kudu harus mandi kembang dua rupa nih.' Tujuh rupa kebanyakan, kembang mah mahal.
"Eh ... loe Ria kan??" tanya nya
"..." kenapa dia tau nama gue, jangan-jangan.
"Wow.. telat juga ya" dia berseru senang sambil menepuk punggung gue dua kali seperti memberi semangat.
"Eh ???" gue bingung amsyong.
"Ya udah, ikut gue yuk!!?"
"Hoh.. anu" astogeh, astahu, astempe. Ngucap dah gue. Tuhan, gue kudu ottoke (gimana) ?? Kalo di gue terima gue takut napa-napa. Kalo gue tolak gue, gue?? takut.
"Lah, anu apa?? anu kamu kenapa??!!" katanya dengan shok, sambil memeriksa sekujur badan gue.
"Nge- " gue gigit bibir bawah gue, keringat mulai mengalir dari ujung pelipis gue.
"Nggak kok... cu-, WOY!!" belum selesai gue ngomong tapi, udah di seret sambil lari ama tuh kakak.
Dia tak menjawab, dia hanya memilih bungkam mengatupkan bibir mengisyaratkan ia tak mau membahasnya. Tunggu, kenapa gue puitis bangetya? Makan apa gue ya.? Owh, gue abis makan bakwan tadi kan? Bakwan emang the best.
Tunggu dulu!!!
Ngapain gue ngomong bakwan sih, dan lagi mau dibawa kemana gue?
Atau jangan-jangan, ke-
Ke....
Ke hatinya...
Astagfirullah Ria, lu anak sapa seh gila kaya gini. Sekarang bukan waktunya main-main!
'Haduh.. tamat riwayat gue.'
Dia terus menarik tangan gue, hingga ada sebuah tangga dari kayu yang melintang dari pagar hingga tanah.
"Naik" perintahnya tegas.
"....." gue diem, gue takut._-
"Ayo" dia nyentak tangan gue.
"Maaf kak aku ngak mau" gue lagi-lagi gigit bibir gue, ngumpulin keberanian. Akhirnya, gue melepas tangan gue dengan paksa. Dan menjauh mundur beberapa langkah.
Dia mendesah berat matanya mengisyaratkan kepasrahan "Udah ...naik aja. Gue nggak bakalan nyakitin atau ngapa ngapain lo kok."
Dia terdiam lalu melanjutkan "Gue cuma nyuruh loe naik, karna ini jalan pintas. Ini juga jalan rahasia gue ama temen-temen gue "Katanya panjang
"Sekarang, lo ngertikan??" dia menatap gue dalam, tak ada ke bohongan di mata hitamnya itu. Malah, gue ngerasa ada kehangatan seorang kakak di sana. Apa iya dia itu 'trouble maker' sekolah?
Tulus, sangat tulus. Kalo gue boleh bilang nih ya, dia itu cukup tampan. Mata hitam dengan bulu mata yang lumayan panjang. Sorot matanya hangat, di tambah lagi dengan dasi yang ia longgarkan dengan kancing seragam yang paling atas dia buka memperlihatkan t-shirt putih polos didalamnya.
Lengan kaos yang dia naikkan sampai siku, akan menjadi pesona ketika ia sesekali merapikan poninya yang cukup panjang. Di perhatikan lagi dia bukan hanya cukup tampan, tapi sangat tampan.
Gue tertunduk hanya memandang sepatu hitam gue. Gue nggak bener-bener nggak berani memandang wajahnya.
Tuk
Sentilan kecil berhasil mendarat di dahi gue, sontak gue memegang dahi gue dan memandangnya dengan tanya.
"Bodoh! kenapa kamu memasang ekspresi kaya gitu. "
"Ak ... aku sala-"
"Nggak, kamu nggak salah kok"
Ia memasukkan tangannya ke sakunya lalu menerawang jauh, "Hal itu sudah biasa kok, lagi pula siapa yang takkan salah sangka ketika melihat aku yang preman ini. "
Puk
Dia mengelus rambut gue, senyum yang sangat tulus mengembang menyebabkan matanya menyipit.
"Dengan Ria mengerti bagaimana aku yang sesungguhnya saja itu sudah cukup membuat aku bahagia kok! "
Deg
Mata gue membulat sempurna, kata kata ringan itu sukses membuat gue merona. Padahal ini pertama kalinya kita berbicara langsung.
Tidak adil..
"Jadi mau naikkan? " dia telah setengah naik dan dengan gentelnya mengulurkan tangan ingin membantu gue. Begitupun saat turun dia sudah mengantisipasi bersiap menangkap gue jikalau nanti pendaratan gue tak semulus jalan tol.
Kamipun mengucap salam perpisahan, Dia berbalik berlari kecil menuju kelasnya yanmeninggalkan gue.
Masih memandangnya, pandangan gue tak lepas hingga bayangan punggungnya hilang di ujung jalan belokkan.
Tunggu, sepertinya ada yang gue lupakan. Apa yah...
Plak
"Namanya!" gue menepuk jidat gue keras dan tak sengaja berteriak kencang.
"Siapa di sana!"
"Mampus gue,"
❤❤❤
Kalian tau pelajaran yang gue telat ini??? Pelajaran pak Zainul , guru killer terus badas di sekolah gue. Dengan ciri-ciri yang paling mudah di kenali.
1. Kepalanya plontos di belakang,
2. Berkumis tebal,
Dan yang paling mencolok adalah.
3. Selalu bawa gantungan kunci Mikki mouse di tasnya, yang tak tahannya, itu ada bunyi gemercik kerincing yang selalu mengiringi langkahnya.
Gue telat ..
Endingnya, gue di suruh mungut sampah ampe pelajaran selesai. Padahal, masih 15 menit lagi. Aduh, pasti pegel banget. Gue kutuk pak Zainul pokoknya.
Dan disinilah gue ,lagi mungut sampah sambil nenteng tong sampah berwarna ijo yang warnanya udah pudar.
Banyak pasang mata yang merhatiin gue. Ada yang sambil bisik-bisik, ketawa-ketawa, ada juga yang ngeledek terang-terangan.
Bukan nama nya Ariana Nelvan Nord, anak nya Renald Nelvan Nord. Kalo gue diem aja. Liat aja, wahai mahluk-mahluk halus.
Dengan menghempas tong sampah. Biarin aja tuh tong sampah, bodo. Gue plototin balik tuh para mahluk.
"Gue tau gue cantik" sambil ngibasin rambut, gue ngelanjutin dengan perubahan ekspresi garang "TAPI NGGAK USAH DI PLOTOTIN SEGALA TUH MATA!! ATI-ATI NANTI BIJI MATANYA KELUAR" kata gue sadis.
Tapi malah yang di bilangin malah acuh tak acuh. Makin gedeg gue. Gue lempar juga nih sampah.
Masalah baru muncul. Heran, kapan sial gue berakhir.
"AWAS..!!!!!!!!"
Pas gue noleh. Ada bola basket yang melayang ke arah gue, tinggal beberapa meter akan kena jidat kebanggaan gue. Tau nggak, susah nih numbuhinnya.
Merem.
Detik pertama , ngak ada reaksi
kedua
ketiga
Tiba-tiba gue ngerasa dekapan hangat menyelimuti tubuh gue, bau parfum bercampur keringat memenuhi hidung gue. Buat gue pengen tidur aja.
Beberapa detik kemudian bola yang akan mengenai jidat gue, akhirnya mengenai cowo itu. Tepat mengenai tangannya. Tangannya pasti memar, itu pasti sakit. Gue bisa mendengar ringisan kecil yang tertahan di bibirnya.
Gue membenarkan posisi berdiri agak canggung rasanya.Dia juga membenarkan posisi badannya dan menatap gue tajam.
'Anjiran cogan' gue terdiam.
Biasanya nih, urusan sama cogan itu ribet. Dan lagi, kalian taulah banyak fans dan hatersnya. Gue paling nggak mau berurusan sama orang kaya gitu.
Gue tersenyum pahit, sekelebat ingatan kelam muncul seketika di ingatan gue.
"Nggak boleh terjadi lagi, " gue berbisik pelan.
"Kamu nggak papa kan??" katanya dengan suara sedikit bergetar, mungkin habis lari tadi. Dari suaranya gue bisa ngerasa ada wibawa dan ketegasan disana.
"Gue nggak papa gimana??" serga gue depan mukanya.
Maaf bang, maaf. Gue nggak bermaksud, ini gue lakuin biar lu benci ama gue.
Gue arahkan jari tengah ke depan muka dia.
Eh tunggu, itu jari telunjuk. Maaf kan gue, soalnya bentuknya sama sih.
"Lo tau nggak rasanya tiba-tiba di peluk orang asing hah?? MALU TAU NGGAK!!"
"SEHARUSNYA, LO TUH IZIN DULU" celoteh gue dengan begonya.
Laki-laki itu menaikkan alisnya bingung.
Mungkin dia bilang dalam hati. 'Nih cewek udah gila ya' ato 'Mana sih satpam'. Pokoknya bomat. Nggak peduli gue.
***
Ria berbalik, tapi detik selanjutnya ia kembali menghadap cowo itu.
Ria merogoh kantongnya mengambil sesuatu. "Nih, salep" kata Ria sambil menyodorkan benda berbentuk tabung mini itu di depan hidung cowo itu.
Dengan gerakan secepat kilat Ria menarik tangannya (laki-laki itu) , lalu meletakan salep itu di telapak tangannya.
Dengan cepat pula Ria terbirit-birit berlari menjauhi laki-laki itu secepatnya. Ia tau, dia pasti akan memakinya.
Alis tebal milik laki-laki itu tambah menyatu.
Karena Ria telah meninggalkan masalah sendiri buat dia(laki-laki itu), tong sampah hasil pungutannya terbuyar isinya tetapi Rianya saja sudah lenyap. Membuat cowo itu ingin mengupat sumpah-serampah tetapi ia tahan.
Senyum menyerupai seringai terbit di wajah dingin laki-laki itu.
"Hm .... Cewe aneh" suara batarion laki-laki itu yang mengakhiri pertemuan mereka.
👟Tbc👟