Chereads / Rumah di atas Bukit / Chapter 3 - Masih Berharap

Chapter 3 - Masih Berharap

Maya belajar dengan cepat tentang bagaimia harus mengelola sekolah ini, Husna akan mengajarinya selama satu minggu ini sebelum menyerahkan semuanya pada Maya.

Maya juga berusaha mengakrabkan diri dengan dua guru yang lain dan seorang petugas administrasi yang bekerja di kelompok bermain Cahaya Hati. Ia juga masuk ke kelas untuk memperkenalkan diri pada para muridnya. Saat orang tua para murid itu datang menjemput mereka pada sore harinya, Maya berusaha mengakrabkan diri dengan menyapa mereka. Husna tampak senang melihat semua hal yang dilakukan Maya, ia merasa lega ketika harus meninggalkan kelompok bermain ini kepada Maya.

Sampai di rumah, Maya tidak bisa menutupi keingintahuannya tentang rumah di atas bukit karena dari pagi tadi dia harus menekan rasa penasarannya karena Maya merasa tidak enak untuk bertanya karena baru mengenal mereka. Dia menanyakan hal itu kepada Erwin saat mereka berbincang di teras belakang rumah.

"Setahuku rumah itu milik pak Suhardi, dia pemilik sebagian besar tanah di sini, petani di sini kebanyakan petani penggarap dan tanah yang mereka garap adalah tanah milik pak Suhardi." jawab Erwin sambil menatap pohon cabe yang di tanam di polybag yang mulai berbunga.

Mbok Nah datang membawakan dua cangkir kopi dan sepiring pisang goreng.

"Mbok Nah, tahu rumah yang diatas bukit kecil di depan kelompok bermain Cahaya Hati?"

"Tahu, Non. Itu yang mengurus rumah itu masih saudara mbok Nah, saudara jauh," jawab Mbok Nah sambil meletakkan cangkir di atas meja.

"Kok dari dari tadi nanyain rumah itu, ada apa, Mi? tanya Erwin penasaran.

" Dari tadi aku melihat rumah itu kosong, jadi aku punya angan-angan pengin mindahin tempat belajar mengajarnya ke sana. Kami kan lihat sendiri bangunan yang sekarang sudah memprihatinkan aku takut saat anak-anak bermain ada bagian tembok yang roboh atau kayu-kayu penyangganya roboh. Lagipula kata kak Husna, pemiliknya sewaktu-waktu bisa meminta tempat itu,"

"Oh, begitu, aku kira kamu minta dibeliin rumah itu, hehehe," Erwin terkekeh.

Maya mencubit pinggang Erwin, pipinya terlihat memerah.

"Kalo itu tampaknya gak mungkin dijual, den. Pak Hardi sangat menyayangi rumah itu," sahut mbok Nah.

"Kenapa, mbok?"

"Kata saudara jauh mbok Nah yang mengurus rumah itu, pak Hardi masih berharap istri dan anaknya yang menghilang duapuluh tahun yang lalu akan pulang ke rumah itu."

"Dua puluh tahun, sudah lama sekali ya, mbok. Apa mungkin mereka akan kembali?" tanya Maya.

"Tidak ada yang tidak mungkin dalam hidup ini, yang penting kita tidak putus berharap," kata Erwin sebelum menyeruput kopinya.

"Iya, betul, den," jawab mbok Nah, dia mulai duduk di lantai di sebelah meja di depan mereka.