Tiga hari setelah Maya dan Erwin datang ke rumah di atas bukit itu, ada sebuah panggilan telepon dari nomor yang tak dikenal di ponsel Erwin saat hari masih pagi. Erwin segera mengangkatnya sembari berharap ada kabar baik dari kakek Gun.
Ternyata benar, telpon itu dari kakek Gun yang meminta Maya dan Erwin untuk datang ke rumah sekitar jam tiga sore karena hari ini Pak Hardi pulang dan berkenan untuk menemui mereka. Maya dan Erwin bersyukur Pak Hardi mau menemui mereka karena rumor yang mereka dengar Pak Hardi bukanlah orang yang mudah untuk ditemui.
Sore itu sebelum jam tiga, Maya dan Erwin telah melaju menuju rumah di atas bukit itu. Mereka menikmati jalanan yang menanjak itu sambil terus berbincang.
Saat keduanya sampai di halaman rumah yang luas itu mereka melihat sebuah mobil mewah berwarna putih terparkir di carpot. Setelah memarkir motornya keduanya segera turun dan menuju ke pintu ruang tamu. Setelah membunyikan belum, Maya dan Erwin berdiri menunggu.
Pintu besar itu dibuka, kakek Gun terlihat di balik pintu, dia tersenyum pada keduanya dan meminta mereka masuk ke dalam rumah.
Maya dan Erwin memasuki ruang tamu yang sangat luas, ada beberapa set meja kursi diletakkan di situ yang di tata dengan artistik.
Kakek Gun menyuruh mereka duduk setelah itu dia menghilang ke pintu yang memisahkan ruang tamu dan ruang di belakangnya.
Keduanya mengagumi desain interior ruangan itu yang ditata begitu bersih dan apik. Keduanya terpaku saat menatap dinding sebelah kanan ruang tamu ada lukisan bergaya realistik, tampal seorang lelaki dengan wajah tampan khas Jawa tengah berdiri dengan gagah dalam stelan jas dan di sebelahnya ada seorang perempuan tengah duduk di kursi, keduanya tersenyum memandang ke depan. sesuatu yang mengejutkan Maya dan Erwin, wajah perempuan di lukisan itu mirip Maya. Keduanya saling berpandangan dengan pikiran masing-masing.
Seorang lelaki keluar dari ruangan dipintu kakek Gun menghilang tadi. Wajah tampan khas Jawanya terlihat sangat menonjol, dia bahkan masih terlihat enerjik, meski usianya sudah tidak muda lagi. Melihat wajah itu, keduanya langsung mengenalinya sebagai pria dalam lukisan.
Maya dan Erwin berdiri menyambutnya. Maya menangkupkan kedua tangannya untuk menghindari bersalaman dengan Tuan rumah, sementara Erwin menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Pria itu menyipitkan matanya saat menatap Maya, dia terlihat syok tapi segera bisa bisa menguasai dirinya dengan cepat. Dia segera duduk dihadapan keduanya dan memperkenalkan dirinya sebagai pemilik rumah ini menanyakan apa yang bisa yang bisa di bantunya untuk kami.
Maya memperkenalkan diri dan suaminya kemudian menyatakan keinginannya untuk menyewa paviliun di sebelah rumah ini sebagai tempat untuk menjadi tempat mengajar kelompok bermain yang diampunya.
Pak Hardi menatap Maya lagi.
Pak Hardi mengajak mereka memihat ruangan yang hendak mereka sewa sebelum memutuskan jadi menyewanya atau tidak.
Ketiga orang itu berjalan menuju paviliun di sebelah rumah utama. Kakek Gun segera menyusul mereka lalu membukakan pintunya.
Ruangan itu terlihat bersih dan terawat. Beberapa set meja kursi yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran yang indah berada di ruang tamu yang luas itu. Kakek Gun menyuruh mereka duduk kemudian menghilang dibalik salah satu pintu yang menuju ke ruangan di belakangnya.
Maya dan Erwin mengagumi interior ruangan bergaya Jawa yang begitu artistik, lalu pandangan Maya jatuh pada sebuah lukisan besar yang terpasang di dinding di depannya. Dalam lukisan itu terdapat seorang lelaki berwajah tampan khas Jawa tengah berdiri dengan gagah mengenakan setelan jas warna biru, disampingnya seorang perempuan cantik tengah duduk di sebuah kursi, keduanya tersenyum menghadap ke ke depan arah depan. Perempuan itu tengah menggendong seorang bayi di lengannya.
Yang membuat Maya terkejut adalah wajah perempuan dalam lukisan itu sama seperti wajahnya. Maya memandang lukisan itu lama sekali membuat Erwin penasaran dengan apa yang diperhatikan Maya. Erwin juga terkejut saat menyadari wajah perempuan itu sangat mirip Maya. Dia tak begitu menyadarinya ketika melihat lukisan sekilas. Kedua orang itu saling pandang dengan pikirannya masing-masing