Chereads / Rumah di atas Bukit / Chapter 11 - Perempuan Misterius

Chapter 11 - Perempuan Misterius

Pada hari hari berikutnya, perempuan itu selalu muncul di taman , dia selalu menyendiri dan tidak pernah bergabung dengan para pengantar yang lain. Tempat favoritnya adalah ayunan di bawah pohon besar itu. Suatu hari karena penasaran Maya mencoba mendekati perempuan itu tapi saat dia.keluar dari ruangannya perempuan itu sudah raib entah kemana. Maya penasaran siapa yang ditunggu perempuan itu, tidak mungkin perempuan itu menunggu anaknya karena semua muridnya sudah ada yang menjemput.

Setelah anak-anak masuk ke kelas masing-masing, Maya tetap berdiri di luar kelas dan berjalan menuju taman, dia menyapa ibu-ibu yang duduk di sana dan dan berjalan menuju pohon besar menemui perempuan itu. Maya melihat keterkejutan di mata perempuan itu, wajahnya yang pucat terlihat sangat cantik. Maya menaksir usia perempuan itu tak jauh berbeda dengannya. Wajah itu terlihat begitu mirip seperti wajah dalam lukisan di ruang tamu rumah utama. Maya merasa dadanya berdebar kencang. Dalam hati dia bertanya mungkinkah ini anak Pak Hardi yang hilang itu? Kenapa dia malah hanya duduk di sini sementara ayahnya sangat merindukannya?

Maya menyapa perempuan itu dengan ramah dan menyalaminya tapi perempuan itu hanya melihatnya sekilas lalu berbalik dan menghilang di antara pepohonan tanpa berkata sepatahpun. Maya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Dia segera meninggalkan pohon besar itu dan kembali ke ruangannya.

Hari berikutnya perempuan itu terlihat lagi di tempat yang sama, dia bermain ayunan sembari melamun, dia kembali terkejut saat Maya Tidak menyapanya. Perempuan itu menatap Maya agak lama dan tapi dia kembali membiarkan tangan Maya tetap di udara membuat Maya jengah.

"Maaf boleh tahu anda? Anda ibu dari salah satu murid di sini?" tanya Maya kemudian.

Perempuan itu hanya menatap Maya untuk beberapa lama, lalu dia tersenyum tapi tak mengatakan apapun. Setelah beberapa waktu perempuan itu turun dari ayunan dan berjalan menjauhi Maya, dia kembali menghilang di pepohonan membuat hati Maya tercekat.

Maya berjalan melewati kerumunan ibu-ibu yang duduk bergerombol.

"Dari mana, Bun?" tanya seorang ibu saat dia melintas.

"Saya lihat ada seorang ibu yang duduk di ayunan sana tapi tadi ketika saya sapa malah pergi?"

"Emang ada orang di sana, maaf saya tidak memperhatikan," jawab seorang ibu.

"Dia memang selalu menyendiri dan tidak mau bergabung, saya pernah mengajaknya tapi tidak ditanggapi,"jawab salah satu di antara mereka.

"Orangnya yang mana, sih. Aku kok gak tahu, ya,"

Beberapa wali murid itu malah berdebat tentang keberadaan perempuan misterius itu karena selain Maya dan salah satu dari mereka yang duduk di tempat itu merasa belum pernah melihat orang yang Maya bicarakan. Maya menjadi bingung dan penasaran, siapa sebenarnya orang itu, dia kemudian berpamitan pada mereka karena dia harus mengerjakan tugasnya.

Sore harinya saat dia menunggu jemputan dari suaminya, Maya melihat Pak Hardi pulang ke rumahnya. Maya sedang berbincang dengan salah satu pembantu Pak Hardi yang sedang membersihkan taman. Maya tersenyum sambil menyapa Pak Hardi dengan Hormat, lelaki tua itu tersenyum membalasnya.

"Belum pulang?" tanyanya setelah keluar dari mobil.

"Menuggu jemputan suami, Pak," jawab Maya.

"Nanti kalau suamimu datang, jangan pulang dulu! Ada yang mau aku bicarakan dengan suamimu," katanya sebelum masuk rumah.

"Ba..baik,Pak." jawab Maya terkejut, apa yang akan Pak Hardi bicarakan dengan suaminya? Maya jadi penasaran.

Maya kemudian duduk di kursi jati kuno yang ada di teras rumah utama, dia membuka ponselnya berusaha menghubungi Erwin tapi tak ada jawaban, mungkin Erwin sudah di perjalanan menjemputnya. Maya kemudian membuka-buka sosial medianya dan membaca beberapa status temannya.

Nenek Midah membawakan teh manis yang masih panas dan sepiring pisang rebus yang nampaknya belum lama diangkat dari panci karena masih sangat panas, Sangat nikmat untuk suasana sore yang mulai dingin. Nenek Midah kemudian menyuruhnya menikmati hidangan yang ada. dan menemaninya berbincang sementara Erwin belum datang,

"Masih panas, Nek," jawabku sambil tertawa.

"Mbok, beberapa hari ini, saya melihat di ayunan sana, ada seorang yang mirip dengan orang yang ada di lukisan di dalam di sana. Nenek kenal?"

"Jangan-jangan nyonya Kasih? Ah, bapak pasti akan sangat senang kalau Nyonya Kasih yang datang," wajah Nek Midah menjadi lebih sumringah.

"Berapa usia Nyonya kasih sekarang, Nek?"

"Ketika melahirkan anaknya usianya sekitar duapuluh tiga tahun, sekarang dia berumur sekitar empat puluh tujuh tahun,"

"Berarti bukan karena dia masih muda, usianya belum ada tiga puluh tahun kalao gak salah," jawab Maya sambil mengerutkan keningnya. " Apa mungkin adik atau keponakannya?"

"Nyonya kasih tidak punya keluarga, Non. Dia yatim piatu."

"Oh, Sepertinya bapak sangat mencintai Nyonya ya, Nek. Makanya Bapak masih memajang lukisannya di ruang tamu,"

"Iya, bapak sangat mencintai Nyonya, sampai saat ini bapak percaya Nyonya masih ada di suatu tempat tapi mungkin Nyonya malu untuk pulang padahal bapak akan menerima nyonya dan memaafkan apapun kesalahannya di masa lalu.

Tanpa sadar air mata Maya mengalir mendengar penuturan Nenek Midah, Maya teringat kisah yang pernah dengar tentang perselingkuhan istri-istrinya, Maya merasa kasihan pada lelaki tua itu. Maya mengusap air matanya dengan punggung tangannya. Terkadang hidup memang tak adil. Maya memalingkan tatapannya ke jalan dan tersenyum saat Erwin tengah mengendari sepeda motor menuju ke paviliun.

***