Chereads / Kakera / Chapter 7 - Killer on The Move

Chapter 7 - Killer on The Move

Mobil sedan butut melaju di jalanan tak beraspal.

Menerbangkan debu-debu yang membuat nafas sesak.

"Apanya yang kota? Ini hanyalah desa kumuh sialan."

Seseorang yang berbaju dinas lengkap khusus pegawai negeri, Tinggi, kekar, botak mulus dan berkumis, menekan pedal gas mobil sedan yang dipaksa melaju menyusuri jalanan yang membuat dada sesak.

"Sungguh sial. Kenapa aku bisa kena tugas disini? Cuma menyamar sebagai guru SD... setiap hari hanya mengurusi bocah-bocah ingusan"

Pria itu terus-terusan mengeluh. Dia tidak puas dengan pekerjaan yang di terimanya dari markas pusat. Dia di tempatkan di suatu tempat terpencil yang dimana hanya ada satu rumah mewahnya. Dia mengira bahwa dia akan diberikan tempat tinggal di rumah mewah itu namun malah diberikan rumah reyot, atau lebih tepatnya gubuk reyot beserta mobil sedan butut yang sudah mulai karatan yang suka batuk-batuk kemudian mogok. Setiap kali hal itu terjadi, dia akan menyumpah-nyumpah sambil memperbaiki mobil butut itu.

Nada dering khas Hp Nokia terdengar dari kantong kemeja pria itu. Segera ia angkat kemudian berteriak.

"AKU MUAK DENGAN TEMPAT INI! CEPAT BERIKAN AKU PEKERJAAN YANG LAYAK ATAU KAU AKAN KUKULITI DAN KUCINCANG!"

Suara yang diseberang terdengar kaget mendengar makian yang tiba-tiba tapi langsung membalas ancaman pria botak itu.

"JAGA MULUTMU! SIAPA SEBENARNYA BOSS DISINI, HAH?! AKU ATAU KAU?! KAU ITU BISA DENGAN MUDAH KULUMAT!"

Setelah beberapa saat saling memaki dan menyumpah akhirnya ketegangan mereda dan si penelpon itu berbicara lagi.

"Aku ada tugas untukmu. Setidaknya tugas ini takkan membuatmu bosan selama kau tinggal di tempat itu."

Si penelpon itu berbicara dengan tenang sambil beberapa kali menarik nafas untuk meredakan emosinya yang kaget karena langsung dimaki-maki.

"Sebaiknya begitu, aku benar-benar muak dengan tempat ini jika hanya menjadi guru yang hanya mengurusi bocah ingusan."

Suara si botak mulai sedikit lebih tenang setelah capek menyumpah-nyumpah penelponnya.

"Tugas kali ini adalah menyelidiki rumah seseorang, dan jika dugaanku benar. kau harus membunuh si target."

"Kenapa harus menyelidiki? Kenapa tidak langsung bunuh saja targetnya?

"Dengar dulu, kau harus menyelidiki 2 orang yang kami tugaskan di rumah Dr. Arya Eka. Sudah beberapa hari ini tidak terdengar kabar dari mereka.

Si penelpon mengambil nafas sejenak.

Bisa saja mereka menemui kendala disana. Jika mereka masih hidup, bantu dan bawa mereka ke markas untuk di interogasi akan keterlambatan mereka. Jika tidak. Habisi semua yang berpotensi menjadi saksi ataupun barang bukti di kediaman Arya Eka. Kau mengerti Gatot?"

Si botak yang bernama Gatot itu adalah pembunuh bayaran yang sudah biasa membunuh targetnya dengan sadis. Setiap mayat targetnya setidaknya akan kehilangan salah satu bagian tubuhnya atau organnya. Biasanya tangan, kaki, kepala, atau jantung. Dia mengumpulkannya sebagai tropi atas buruannya.

"Ah, merepotkan sekali. Tugas seperti ini. Ya sudah akan kukerjakan, daripada aku bosan di desa kumuh ini."

Pria itu kemudian menutup HP Nokianya kemudian menyetir menuju satu-satunya SD yang ada di kota kecil ini.

Setelah kembali merapikan pakaiannya dinasnya di ruang guru. Ia mengambil mistar kayunya yang dia simpan di belakang mejanya yang menempel dengan tembok. Beberapa guru menatap dengan takut karena tampang pria ini.

Ia masuk tanpa seleksi guru dan hanya bermodalkan surat rekomendasi dari kantor pusat yang bahkan kepala sekolah sekalipun tidak dapat memprotes kebijakan dari kantor pusat. Namun hal ini sebenarnya sudah di rekayasa oleh ketua kelompok pria ini agar dapat memasukkan mata-mata untuk mengawasi misi mereka di kota kumuh itu.

Pria ini kemudian membuka absen siswa sekolah yang berada di rak buku yang berada dekat pintu keluar ruang guru. Matanya tertuju pada suatu nama yang yang beralamat sama dengan kediaman Dr Arya Eka.

"Ayudiah Widyadara, Anak dari Dr. Arya Eka. Apakah anak itu masih hidup?"

Pria itu kemudian melihat dimana kelas Ayu kemudian segera beranjak menuju kelas tersebut.

"Tunggu pak Gatot."

Pria yang dipanggil Pak Gatot itu berbalik.

"Maaf pak, aku adalah guru yang akan mengajar di kelas ini. Bapak mengajar di kelas lain menurut jadwal."

Seorang wanita dengan rambut panjang yang diikat dengan ikat rambut dengan hiasan melati pemberian pacarnya dengan berani menegur pak Gatot yang menurutnya salah masuk kelas.

Pak Gatot kemudian terdiam sesaat sambil menatap wanita tersebut.

"Ah, kebetulan Bu Tini. Bisa ikut aku sebentar. Ada yang ingin kusampaikan kepada anda."

Wanita yang dipanggil ibu Tini heran, hal apa yang hendak di sampaikan oleh pak Gatot?

"Kenapa tidak disini saja?"

Ibu muda yang dipanggil ibu Tini itu bertanya dengan curiga.

"Maaf bu, ini penting. Ini mengenai seseorang yang akan melamar anda."

Bu Tini terkenal telah memiliki pacar yang tak lama lagi hendak melamarnya. Orang tua mereka telah merestuinya. Tentu saja cukup mengatakan hal seperti ini akan membuat dirinya penasaran.

"Benarkah? Oh apa yang terjadi pada... ehm...Baiklah kalau begitu. Dimana kita bisa bicarakan hal ini?"

Sekilas tadi terlihat betapa salah tingkahnya ibu Tini. "Ikuti aku bu."

Bu Tini kemudian mengikuti Pak Gatot ke belakang sekolah. Di belakang sekolah yang disekitarnya mengalir sebuah Sungai jernih, tanda air sungai itu belum tercemarkan.

"Jadi apa yang ingin anda sampaikan mengenai dia?"

Ibu Tini berucap dengan mata bersinar-sinar penuh harapan dan penasaran.

"Tahukah anda, dia sedang membuat kejutan untuk anda, dan dia minta tolong kepada saya yang kebetulan lewat agar anda menatap kearah sungai."

"Eh, Yang benar?"

"Kalau ibu tidak percaya, tengoklah"

Pak gatot lalu menunjuk ke arah seberang sungai dan Bu Tini mengikuti kearah yang di tunjukkan Pak Gatot sambil membelakangi Pak Gatot.

"Tapi bagaimana ia bisa minta tolong pada bapak?"

Ibu Tini bertanya kembali ketika membelakangi pak Gatot.

"Dia tak mengatakan apa-apa."

"Eh?"

Seketika tangan pak Gatot langsung mengunci leher bu Tini. Ibu Tini yang kaget lehernya seperti dicekik langsung mencoba meronta. Namun pak Gatot sama sekali tidak melonggarkan genggamannya.

"Hmmph.. hughh..."

Ibu Tini mencoba bersuara, namun suara yang keluar dari mulutnya sama sekali tidak berbentuk.

Genggaman pak Gatot menguat seakan hendak mengambil ancang-ancang dalam kunciannya dan...

'Pretek'

Pak Gatot dengan mudahnya langsung memelintir kepala Ibu Tini hingga patah.

"Gampang sekali."

Pak Gatot langsung menangkap tubuh Bu Tini yang jatuh lemas tak bernyawa. Nyawa Bu Tini melayang seketika ketika pak gatot langsung mempelintir kepala Bu Tini dengan begitu mudahnya. Hal itu membutuhkan tenaga yang besar untuk seketika memelintir kepala seseorang hingga patah. Namun ia dapat melakukannya dengan mudah

"Lehernya terlalu lemah, mudah sekali mematahkannya."

Hidung Bu Tini mengeluarkan darah segar dikarenakan luka dalam di dalam lehernya. Pak Gatot langsung mengangkat tubuh Bu Tini kemudian membuangnya kesungai. Sungai pun mulai mengangkut tubuh Bu Tini menuju ujung dari sungai ini, sungai yang menjadi saksi bahwa Bu Tini kehilangan nyawa di tangan Pak Gatot.

Setelah menyelesaikan urusannya. Pak Gatot masuk kedalam kelas. Seluruh kelaspun senyap melihat kehadiran Pak Gatot.

"Ehm. Ibu Tini tidak bisa mengajar hari ini dikarenakan sedang ada masalah keluarga sehingga aku yang akan menggantikan beliau."

Seluruh siswa mulai menggerutu dan mulai berisik.

"Dasar bocah sialan. Baru begitu saja sudah berisik minta ampun. Rasanya pengen kulumat mereka semua."

Pak Gatot memaki dan menyumpah dalam hati sambil kemudian memegang mistar kayu yang ia bawa.

'PTAK'

Ia memukul meja dengan penggaris kayunya untuk memenangkan isi kelas. Seluruh siswa seketika langsung terdiam mendengar pukulan mistar kayu Pak Gatot.

"Aku akan Absen kalian. Sekalian bawa PR kalian yang diberi oleh Bu Tini."

Pak Gatot kemudian memanggil nama siswa-siswa dalam absen hingga sampailah di suatu nama.

"Ayudiah Widyadara."

Tidak ada yang menyahut ataupun mengangkat tangannya. Pak Gatot tidak melihat satupun yang bernama Ayudiah mengangkat tangan ataupun menyahut panggilan Pak Gatot.

"Apakah anak itu sudah dibereskan oleh mereka? tapi kenapa mereka tidak kembali ke markas?"

Pak gatot bergumam keheranan dalam hatinya.

"Pak. Ayudiah kalau tidak salah sakit pak."

Seorang siswa lelaki tiba-tiba menyahut.

"Kalau tidak salah?"

Pak Gatot menatap anak yang menyahut itu.

"Kemarin aku bertemu dengannya dan dia habis terluka karena digigit anjing."

"Digigit anjing? dia selamat karena digigit anjing sehingga pulang telat ketika orang tuanya terbunuh? Itu tidak mungkin, bukankah misi itu dilaksakan pada tengah malam? Harusnya anak itu juga sudah berada di rumah ketika akan dihabisi."

Pak Gatot kembali bergumam dalam hati sambil mencoret nama Ayudiah dari absen, menandakan bahwa Ayudiah dinyatakan absen dalam kelas. Tapi tidak berapa lama kemudian seseorang hadir dari balik pintu. Seorang Siswa Perempuan dengan seragam lengkap datang sambil memberi salam.

"Siapa kau?"

"Ayudiah Widyadara, pak"

Pak Gatot menatap siswa perempuan itu sebentar, kemudian berkata.

"Namamu sudah kucoret. Keluar kau dari kelas!" Ayudiah pun langsung keluar dari kelas tanpa protes.

"Akhirnya aku telah mendapatkan targetku. Tapi sebelum itu aku harus menyelidiki rumahnya. Apa yang

Sebenarnya terjadi pada mereka dan apakah orang tua mereka selamat? Bukankah paketnya sudah berhasil diambil waktu itu? Hanya saja 2 orang itu tak pernah kembali ke markas."

Sambil bergumam dalam hati pak Gatot kemudian melanjutkan pelajaran kelas.

***

Meskipun pekerjaan sehari-harinya berurusan dengan melumuri tangannya dengan darah korbannya tapi dia cukup ahli dalam mengajar. Yah lagi pula pelajaran yang di ajari adalah pelajaran kelas SD. Cuma yang rumitnya adalah mengatur para siswa-siswanya kalau lagi ribut, untuk itulah pak Gatot selalu membawa mistar kayu besar untuk mengintimidasi para siswa tersebut.

Setelahnya jam pelajaran usai, pak Gatot langsung pergi dengan sedan bututnya kemudian menyusup ke kediaman Dr. Arya Eka. Disana Ia melihat 3 gundukan yang ditanami bunga-bungaan di taman rumah itu namun anehnya ada lalat-lalat besar yang beterbangan di bunga-bunga itu.

"Aneh."

pak Gatot langsung mengambil sekop di bagasi mobil sedan bututnya. Di bagasinya terdapat banyak peralatan lainnya seperti kapak, linggis dan peralatan yang membantu pekerjaannya, baik untuk membunuh buruannya, mencongkel rumah korbannya ataupun mengubur korbannya untuk menghilangkan barang bukti atau mayat buruannya.

Pak gatot kemudian kembali ke gundukan yang penuh lalat-lalat besar beterbangan kemudian menggalinya. Tidak begitu dalam ia menggali, pak Gatot mulai mencium bau busuk dan mulai menemukan 4 mayat. Di 1 lubang terdapat 2 mayat yang tidak lain ada 2 orang suruhan dari markas sedangkan 2 gundukan lainnya berisi mayat Bapak dan Ibu Arya. Pak Gatot langsung tersenyum licik.

"Satu Mayat dalam keadaan termutilasi, satunya lagi banyak luka sabet di badannya.. Sedangkan dua mayat yang lainnya dalam keadaan baik dan utuh meski sudah dihinggapi belatung."

Pak Gatot melihat dengan seksama ke empat mayat yang barusan ia temukan, kemudian ia tersenyum.

"Akhirnya aku menemukan orang yang sama sepertiku."

Pak Gatot merasa sangat senang merasa mendapatkan tantangan dalam misinya kali ini.

Aku menemukan seorang pembunuh, dan pelakunya kemungkinan besar adalah anak kecil itu. Aku akan sangat menikmati saat-saat mengulitinya"

Pak Gatot kemudian menguburkan 3 gundukan itu dengan seadanya kemudian masuk kedalam rumah itu. untuk menunggu anak itu pulang.

"Perburuan kali ini akan memberikanku Tropi yang sangat hebat. Mungkin akan kuambil jantung seorang pembunuh cilik yang berbakat itu."

Pak Gatot tersenyum lebar, ia kemudian masuk dengan mencongkel pintu rumah Dr. Arya.