Chereads / Kakera / Chapter 11 - Pet Me, Hug Me

Chapter 11 - Pet Me, Hug Me

Malam sebelumnya

Kiki sama sepertiku. Meskipun dia hanya kehilangan seorang ayah, tapi aku takkan membiarkan dia menderita sepertiku. Karena dialah satu-satunya penyangga dalam diriku. Aku tak tahu harus melakukan apa jika dia mulai sedih. Aku tak tahu bagaimana cara menghiburnya.

Tapi aku tahu apa yang harus kulakukan untuk meringankan kesedihannya. Aku akan membalaskan kematian ayahnya. Aku tahu siapa yang membunuh ayahnya.

Sudah beberapa hari ini aku tinggal di rumahnya. Hal itu merupakan suatu kebahagiaan bagiku. Setiap malam aku masuk ke kamarnya ketika semua orang tertidur pulas kemudian memandanginya. Wajah tidurnya sungguh menggemaskan. Beberapa kali aku mengelus rambutnya sehingga membuat jantungku berdegup sangat cepat dan senyumku terus mengembang tanpa henti. Setelah mengelus kepalanya aku pasti akan lari ke kamar tamu, sambil cekikikan karena berhasil mengelus rambut Kiki, ada rasa bahagia tersendiri ketika berhasil mengelusnya. Hal itu kulakukan berkali-kali selama aku tinggal dirumah Kiki.

Tempat tidurku adalah kamar tempat aku di rawat oleh ibunya waktu diserang anjing liar. Ibunya hanya memeriksa luka di tanganku sambil mengangguk kemudian segera pergi, tidak lama kemudian Kiki masuk dan melihat diriku, aku sedikit deg-degan, dan lebih deg-degan ketika ia hendak memeriksa tasku yang ada noda darah karena cutter yang belum kubersihkan sewaktu melawan anjing liar waktu itu. Untunglah ibunya lewat, tapi aku heran kenapa akan sikap ibunya. Aku tahu ibunya tahu ada yang aneh dengan diriku tapi dia diam saja. tapi hal itu bukanlah hal yang penting bagiku.

Ketika aku mengetahui bahwa Kiki pindah. Aku menjadi gelisah. Aku takkan bisa bertemu lagi dengan Kiki... Selamanya?

Aku tak ingin hal itu terjadi, tapi aku tak tahu harus melakukan apa. Aku tahu dia merasa kehilangan ayahnya serta ibunya yang pindah karena tuntutan kerja, tapi aku sama sekali tidak tahu harus melakukan apa.

Pada tanggal 16 Agustus malam. Sekitar jam 11 malam atau sekitar 1 jam lagi tanggal 17 Agustus aku kembali memasuki kamar Kiki. Kutatap dirinya yang sedang tidur.

"Kiki... apa yang harus kulakukan agar kamu tidak sedih?"

Aku bertanya pada Kiki yang sedang tertidur. Dan tentu saja tak ada jawaban darinya yang sedang tertidur pulas. Akupun mulai mengelus-elus kepalanya sambil menikmati sensasi yang selalu kurasakan setiap aku mengelusnya.

Aku mulai mengambil langkah yang cukup berani. Aku ingin mencoba tidur disebelahnya. Aku merasa aku menyesal jika tidak melakukan hal ini sebelum ia pindah.

Aku naik ke kasurnya kemudian berbaring disebelahnya. Jantungku makin berdegup kencang, dan entah kenapa aku merasa pipiku memerah akan rasa malu yang seakan membakar mukaku ketika aku menatap wajahnya dari jarak yang sangat-sangat dekat.

Apa yang sebenarnya terjadi? Perasaanku semakin sulit aku kendalikan. Tapi aku suka dengan sensasi yang kurasakan. Aku menikmatinya. Aku tidak menyangka bersama Kiki dengan jarak yang sedekat ini mampu membuat jantungku seakan hampir loncat keluar dari tubuhku.

Akupun mulai mengelus kepalanya lagi. Kemudian...

'Gyuut'

Tangan Kiki langsung menyelimutiku. Sungguh tidak terduga. Apakah dia bangun dan tersadar? Tidak dia masih tertidur pulas? Ya, matanya masih tertutup, hanya saja pelukannya semakin erat. Aku yang kaget tidak bisa berbuat apa-apa.

Hatiku tidak siap, mukaku terasa panas dan memerah karena tindakan yang tiba-tiba dilakukan oleh Kiki.

"Ayah..."

Cairan hangat tumpah dari kelopak matanya yang tertutup. Kiki menangis memimpikan ayahnya... Melihat Kiki menangis membuat dadaku terasa sesak, bibirku bergetar dan mataku berkaca-kaca dipenuhi cairan hangat, aku tidak bisa menahan diriku melihat Kiki menangis.

"Kiki, jangan menangis... Jangan menangis... Aku tidak tega lihat Kiki menangis..."

Suara yang keluar dari mulutku terdengat sangat lirih dan parau. Cukup dengan melihatnya menangis sungguh mengaduk-aduk perasaanku. Aku tidak bisa menahan air mataku yang mulai tumpah ruah. Aku menahan bibir ini agar tidak mengeluarkan suara isakan tangisku. Kubekap mulutku sambil menangis bersama Kiki yang juga menangis dalam tidurnya. Aku dan Kiki menangis semalam suntuk sampai akupun tertidur.

***

"Heeeeh..."

Akupun terbangun pada pagi-pagi sekali. Ibu Kiki sudah berdiri di dekat kasur Kiki sementara Kiki sendiri masih tertidur pulas.

"Waduh... aku akan dimarahi!"

Aku tahu kalau perempuan dan laki-laki tidak boleh berdua-duan. Meskipun sebenarnya tidak apa-apa karena kami berdua masih kecil tapi tetap saja rasanya sangat malu kalau ketahuan seperti ini. Akupun hanya diam sambil menunduk.

"Ayudiah, terima kasih telah menjaga Kiki. Tante sangat berterima kasih padamu."

"Eh? Oh... um iya tante."

Ibu Kiki hanya tersenyum sambil mengelus kepalaku. Aku tak mengerti maksudnya tapi sekilas aku merasakan elusan ibunya Kiki sangat mirip seperti elusan mama. Ibunya Kiki kemudian memintaku segera untuk mandi.

Akupun segera keluar dari kamar Kiki dan segera Mandi. Aku tidak mengerti kenapa ibunya Kiki berbicara begitu.

"Dia berterima kasih padaku. "

Aku tidak tahu kenapa tapi kata-kata tersebut memberiku semangat. Bersama dengan gayung yang berisi Air, akupun menyiram tubuhku dengan air dingin dari baskom sambil tersenyum.

Serahkan saja padaku tante, Aku pasti akan melindungi Kiki, karena Kiki juga adalah orang yang paling berharga dalam hidupku, dan sekalipun kami terpisah... aku akan mencari cara untuk bisa bersatu lagi dengannya.

Airpun membilas tubuhku yang kecil seiring dengan tekad bulat hatiku.