Calon Imam Ku episode 32
Siapa yang tidak akan tercengang mendengar gadis itu memberikan pengumuman bahwa dia sudah menikah, mana yang dinikahi seorang pria yang lebih mirip ustad dari pada pebisnis.
"Itu pernikahannya nggak sah, karena Faeyza hanya ingin menikah dengan seorang pria yang ada dalam mimpinya. Dan itu adalah aku." Tanvir mulai mengarang cerita, dia saja tidak tahu siapa orang yang sedang dimimpikan pujaan hatinya tersebut, dirinya juga tidak pernah bermimpi aneh seperti itu.
"Diam kamu! Mana mungkin pria itu adalah kamu, aku yakin kalau itu mas Zein hanya saja kenapa dia terlihat sedih karena aku menikah?" Faeyza semakin bingun dan tidak mengerti, sepertinya semua ini masih menjadi misteri yang sangat sulit untuk dipecahkan.
"Kak Zein itu bukan orang yang suka tidur lama, kalau kamu tahu. Dia tidur di atas pukul 10 malam dan bangun pukul 2 malam, mana ada waktu memimpikan mu. Kalau pun ada aku yakin dia juga tidak akan mau," sahut Tanvir tersenyum mengejek.
Faeyza sangat kesal, ia pun mengambil buku miliknya lalu melemparkan buku tersebut kearah pria safir tersebut, pria itu menghindar hingga buku itu meleset. Tidak sampai di situ, gadis itu masih berusaha untuk menghajar adik iparnya tersebut dan hendak melempar sebuah kamus Bahasa Inggris, tapi sekali lagi sang Adik Ipar menghindar hingga hampir saja kamus itu mengenai dosen yang bari saja masuk. Bersukurlah kalau dosen itu memiliki reflek yang bagus saat menangkap kamus tersebut hingga tidak mengenai wajah rupawannya.
"Tanvir, Faeyza. Kalian ikut aku ke ruangan ketua kaprodi kalian." Maulana membalikkan tubuh, sebenarnya hari ini bukan gilirannya mengajar, tapi kebetulan ada yang ingin dibicarakan dengan Fitri, jadi mencarinya, tapi malah bertemu dengan anak dan menantunya yang seperti anjing dan kucing, suka ribut dan bertengkar tidak jelas.
Faeyza melotot tajam pada Tanvir, ia selalu merasa jengkel pada pria itu. Selalu saja mengajaknya ribut, dipikir hidup hanya untuk ribut. Sedangka Tanvir santai dan biasa saja, kalau pun nanti mendapat siraman rohani dari Ayahnya, paling hanya tinggal dengarkan dan jangan sampai membantah.
"Assalamualaikum." Maulana memberi salam pada ketua kaprodi, wanita cantik yang telah memiliki anak satu tersebut selalu merasa berdebar-debar setiap melihat pria tersebut. "Walaikumussalam, Pak. Mari masuk, ada yang bisa saya bantu?"
"Maaf, sudah menganggu waktu bu Sintia. Saya minta tolong untuk memberi arahan pada kedua mahasiswa ini untuk tidak selalu ribut seperti anak SD di dalam kelas, saya masih ada urusan, saya permisi. Assalamualaikum." Pria itu langsung membalikkan tubuh setelah berpamitan, dia memang tidak suka kalau harus berbicara berdua di ruang tertutup dengan wanita yaang tidak halal untuknya.
Sintia menghela nafas, seperti sesak dalam dadanya menghilang setelah pria tersebut pergi. Ia mengalihkan perhatiannya pada kedua muridnya tersebut."Masuklah."
Tanvir dan Faeyza mengikuti intruksi dari dosen cantik tersebut, mereka duduk di depan meja sang dosen.
"Coba jelaskan, kenapa sampai orang seperti Direktur Maulana seperti itu? Kalian harusnya tahu orang seperti apa beliau itu. Tidak mungkin mudah marah kalau kalian tidak kelewatan." Sinta mulai menanyai kedua muridnya tersebut.
"Bu, ini semua karena Tanvir. Dia selalu saja mencari gara-gara dengan saya," adu Faeyza sambil tersungut.
"Eh, enak saja kamu nyalahin aku. Kamu itu yang selalu saja mencari masalah dengan ku, coba siapa tadi yang lempar-lempar buku?" elak Tanvir tidak mau kalau harus disalahkan.
" Aku tidak akan melakukannya kalau kamu nggak cari masalah duluan, kamu ..." Faeyza tetap tidak mau mengalah, apapun yang terjadi dia akan tetap menyalahkan Adik iparnya itu.
" Saya meminta kalian menjelaskan, bukan malah bertengkar sendiri. Kalian tidak dengar apa kata saya?!" Sintia ikut tersulut emosi melihat pertengkaran kedua muridnya tersebut.
" Dengar, bu," jawab Faeyza dan Tanvir bersamaan.
" Sudah, ibu akan memberikan kalian berdua hukuman." Sintia menyodorkan buku tebal di hadapan mereka berdua.
" Kalian buat rangkuman dari buku ini, besok harus siap. Sekarang kalian berdua keluar."
Tanvir dan Faeyza syok, mata mereka bahkan tidak bisa lepas dari buku tersebut.
" Kenapa masih diam? Ayo keluar, baru semester satu sudah membuat masalah." Sintia memijit pelipisnya pusing melihat muridnya tersebut.
Faeyza dan Tanvir bangkit dari tempat duduknya, buku itu dipegang oleh Faeyza, dia tidak tahu harus membuat rangkuman yang bagaimana. Buku itu berbahasa Inggris, hingga sangat kesulitan untuk melakukannya.
Berbeda dengan Tanvir yang sangat tenang dan santai, dia bisa meminta orang untuk melakukannya. Selain dia juga mahir bahasa asing, dirinya sebenarnya bukan anak lulusan SMA hanya saja malas untuk melaksanakannya.
Ketika berada di depan kelas, mereka melihat teman kelasnya keluar satu persatu.
"Za, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Kelas kosong, bu Fitri ke rumah sakit menjenguk saudaranya." Nita menghampiri sahabatnya tersebut.
" Hm, bagaimana kalau kita makan di restoran mewah? Sekalian merayakan hari pernikahan mu," timpal Rico.
" Tidak bisa, aku harus merangkum buku ini." Faeyza menunjukkan buku tebal pada kedua sahabatnya tersebut.
" Itu ... Berbahasa Inggris?" Tanya Nita memastikan.
" Benar, dan aku sama sekali tidak bisa bahasa Inggris. Bagaimana dong." Faeyza prustasi memikirkan tugasnya.
" Aku bisa, bagaimana kakau aku bantuin kamu?" Tawar Tanvir.
" Nggak usah, ini kalau bukan karena kamu juga aku tidak akan mendapatkan hukuman seperti ini," tolak Faeyza galak.
" Mana ada itu karena aku, itu salah mu sendiri. Kalau tidak mau ya sudah, kita lihat siapa yang mampu bantu kamu," balas Tanvir sewot.
" Allah yang akan bantu aku, jadi kamu nggak usah sombong. Yuk Nit, Rik. Antarkan aku ke kantor ZEM, aku yakin mas Zein bersedia membantu ku. Dia kan juga sangat hebat." Faeyza memalingkan muka dan mengajak kedua sahabatnya pergi.
Tanvir mengepalkan tangannya di depan wajah seakab ingin menghajar gadis itu." Dasar sombong, jual mahal banget si. Awas kamu ya, aku yakin sekarang Kak Zein tidak akan mampu membantu mu. Sejak kecil Kak Zein itu tidak bisa makan pedas, kau malah memberikannya cabe sekilo. Hhh sekarang pasti sedang tersiksa di kantornya."
ZEM corp ...
Cklek ....
Zein keluar dari kamar mandi, tangannya masih memegangi perutnya yang terasa panas dan perih, dia bahkan terus muntah-muntah hingga membuatnya lemas tak bertenaga, terlebih luka jahitannya belum kering.
Dengan langkah sempoyongan pria itu berjalan ke kursi kebesarannya, matanya terpejam menahan rasa sakit dalam tubuhnya.
Tok ...
Tok ...
" Masuk."
Pria safir itu berusaha duduk dengan tegak dan menyembuhkan rasa tak nyamannya.
Pintu dibuka dari luar, terlihat seorang pria membawa beberapa berkas menuju ke arahnya.
" Permisi, pak. Ini laporan yang bapak minta."
" Baik, terimakasih." Zein meraih berkas tersebut lalu memeriksanya.
" Sepertinya Anda kurang sehat, pak?" Tanya pria itu.
" Aku baik-baik saja, hanya sedikit masalah. Kalau misal mas sudah tidak ada keperluan lagi, mas boleh keluar," jawab Zein. Pria itu mengangguk, meski seorang Boss besar, Zein Ekky Maulana merupakan seorang pria yang sopan dan selalu menghormati siapapun sekalipun itu bawahannya.