Buku berbahasa Inggris yang tebalnya hampir 1000 halaman di letakkan di atas meja, wajah memerah karena malu. Siapa juga yang tidak akan malu menunjukkan buku setebal itu hanya agar diterjemahkan." Mas, aku mendapatkan hukuman karena tidak sengaja ketahuan Ayah ribut sama Tanvir, tapi itu salah dia, Mas. Dia selalu saja mengatakan kalau harusnya aku yang menikah dengannya, dia suka mengatakan kalau aku menikah dengan mas itu hanya karena mas adalah seorang yang ada dalam mimpi ku. Padahal aku tidak begitu, mas." Fayza bersungut-sungut mengingat kejadian itu.
Zein mengangguk, ia mengambil buku tersebut. Isinya tentang ilmu pendidikan, metode yang digunakan untuk menyampaikan pelajaran.
" Pokoknya aku sebel sama dia." Faeyza menyentuh lengan pria itu meminta perhatian.
Zein menoleh pada sang Istri, dalam matanya gadis itu sangat imut dan menggemaskan." Iza ingin mas melakukan apa? Menerjemahkan semua buku ini?" Tanyanya dengan alis sedikit terangkat.
" Memang mas bisa? Apa mas pernah kuliah jurusan bahasa Inggris?" Tanya Faeyza tidak yakin.
" Insya Allah, mas bisa. Tapi sekarang mas masih ada pekerjaan, nanti malam mas bantu kamu kerjakan tugas ini. Apakah Iza keberatan?" Balas Zein sambil menunjukkan halaman yang baru saja dibaca.
Faeyza mengalihkan perhatiannya pada halaman buku tersebut, kepalanya langsung pusing hanya melihat deretan kata berbahasa asing." Rasanya kepalaku langsung mau pecah hanya melihat begituan, ya Allah, kenapa hamba harus bertemu manusia satu itu," keluhnya.
" Iza sabar ya, nanti mas akan bicara pada Tanvir. Mas akan meminta agar dia tidak menganggu Iza lagi," kata Zein menghibur Istrinya.
" Kalau nanti mas dihajar lagi bagaimana? Kemarin saja mas dihajar, oh ya, mas. Apa kata dokter yang waktu itu memeriksa mas? Aku lupa."
Zein tersenyum kaku, istrinya itu kemarin sudah bertanya dan sekarang mengatakan lupa." Mas tidak apa, Iza. Mas hanya sedikit luka di bagian dalam saja, tapi tak masalah."
" Mas serius tidak masalah?" Tanya Faeyza khawatir.
" Iya benar, Iza jangan terlalu khawatir. Kalau begitu ... Mas kerja dulu, setelah itu kita pulang bersama," jawab Zein meyakinkan.
Faeyza mengangguk, ia mengambil buku tebal berbahasa Inggris tersebut, mencoba untuk membukanya. Berkali-kali menghela nafas, baru juga membaca beberapa baris sudah sangat bosan. Dia mengalihkan perhatiannya pada sang Suami, pria itu terlihat fokus pada pekerjaan." Sebenarnya apa si yang mas Zein kerjakan? Apa coba isi kertas-kertas dalam map tersebut," batinnya penasaran.
Hampir satu jam Zein melakukan pekerjaannya, ia segera merapikan berkas yang ada di meja lalu bangkit dari tempat duduknya.
" Iza," panggilnya.
Tidak ada jawaban, ia mendongakkan kepalanya. Bibirnya tersenyum melihat sang Istri tertidur, dia berjalan menghampiri gadis itu dan duduk di sampingnya." Iza, kenapa kamu terlihat begitu takut kalau aku menyentuh mu? Sebelum menikah ... Bukankah kamu selalu ingin menyentuh ku?" Jemari lentik terulur menyentuh wajah cantik Istrinya, cantik dan sangat manis.
Pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu hendak memberikan ciuman, hampir saja bibir mereka saling bersentuhan kalau pintu tidak di buka dengan sangat keras .
Brak ...
"Kak Zein!" Tanvir melotot tajam begitu melihat saudaranya hampir mencium wanita yang dicintainya.
Faeyza terkejut mendengar suara pintu terbuka dengan keras, ia lebih terkejut lagi saat melihat wajah dirinya dan wajah sang Suami sangat dekat." Mas Zein," gumamnya.
Zein tersenyum manis." Maaf, aku terlalu berhasrat."
Faeyza menelan ludah, hampir saja dirinya dicium. Tapi kalau dipikir lagi, bukankah sangat tidak masalah? Mereka sudah halal termasuk berciuman.
Seorang pria yang sudah terbakar api cemburu masih berdiri di depan pintu, dadanya kembang kempis menahan gejolak amarah yang membuncah. Dengan langkah kaki lebar dan penuh hentakan dia berjalan menuju saudaranya tersebut, lagi-lagi ia lepas kendali dan langsung menarik kerah baju sang saudara.
Zein tetap bersikap tenang meski melihat api cemburu yang besar di mata Adiknya." Tanvir, kenapa kau terlihat begitu marah? Apakah ada sesuatu yang salah pada ku?" Tenang dan sangat santai.
Faeyza ikut berdiri, ia khawatir kalau Tanvir akan menghajar Zein lagi. Suaminya itu terlalu lembek, padahal menghadapi musuh yang banyak mampu tapi giliran menghadapi Adiknya tidak tega.
" Kau pria kurang ajar! Faeyza itu bukan wanita murahan! Berdua-duaan dalam ruangan tertutup, kau bahkan hampir mencuri ciuman darinya. Otak mu di mana?!" Bentak Tanvir menggelegar bahkan sampai terdengar keluar.
" Adikku, apa yang salah dengan ku? Aku menghormati Faeyza dan memperlakukannya sebagai seorang Istri. Apa yang salah jika aku menciumnya? Tidak ada larangan kalau tentang sepasang suami istri berduaan di dalam ruang tertutup. Jangankan hanya menciumnya, lebih dari itu juga tidak ada dosa, justru akan menanbah pahala. Sebaliknya dirimu, kau terus menganggu kakak iparmu, mencari perhatiannya. Apakah pria seperti itu yang kau sebut tidak kurang ajar?" Tegur Zein lembut, ia memegang kerah kemejanya dan menariknya perlahan dari cengkraman tangan Adiknya.
Tanvir tertegun, ia seolah baru menyadari kalau pria itu memang memiliki hak sepenuhnya terhadap wanita tercintanya. Dia tidak punya hak untuk melarang atau marah saat saudaranya itu ingin mencium sang Istri." Apakah Kak Zein bisa sabar? Kakak tahu kalau aku mencintainya, tapi kenapa Kak Zein menikahinya?" Jengkel tapi tidak bisa protes lagi.
Zein terkekeh, ia berjalan melewati sang Adik lalu mengambil jas navi miliknya." Iza, ayo kita pulang. Ayah dan Ibu sudah menunggu."
Faeyza mengangguk, ia berjalan sedikit takut ketika melewati Tanvir, segera berlari dan memegang tangan Suaminya." Mas, apakah Tanvir itu mantan mafia? Kasar sekali," tanyanya sambil sedikit melirik sang Adik ipar.
" Tidak, Tanvir itu pria yang baik. Dia hanya sedikit tempramental, percayalah dia tidak akan pernah menyakiti mu," balas Zein membalas genggaman tangan sang isteri.
Tanvir menaikkan sebelah alisnya mendengar pertanyaan Faeyza serta jawaban Zein, saudaranya itu memang paling mengerti tentang dirinya tapi paling patuh pada orang tuanya. Selama itu tidak melanggar hukum agama dan hukum negara, dia akan melakukannya.
" Tunggu!"
Zein mengalihkan perhatiannya pada Adiknya, sedang Faeyza semakin erat menggenggam tangan Suaminya.
Tanvir berjalan menghampiri Zein." Aku ikut."
" Kemana?" Tanya Zein pura-pura bodoh.
" Pulanglah, tadi Kak Zein bilang kalau kalian akan pulang. Aku ikutlah," jelas Tanvir sewot.
Zein tersenyum lembut." Tanvir, Kakak tadi tanya baik-baik. Kenapa kamu jadi sewot?"
" Sudalah, Kak. Kakak suka sekali si buat orang kesal, sudah biar aku yang nyupir. Sekalian aku akan ngawasi Kakak agar tidak nyosor lagi pada Faeyza," omel Tanvir terang-terangan.
" Kamu gila, mana ada mas Zein seperti itu. Lagi pula mas Zein adalah Suami ku, sah sah saja jika dia menciumku. Aku juga tidak keberatan dicium oleh mas Zein, bentuk bibir mas Zein kan sangat bagus," sahut Faeyza membuat kedua pria bermata safir itu malu sendiri.