Calon Imam Ku episode 40
Tangan Faeyza gemetar, melihat Istrinya ketakutan Zein meraih tangan tersebut langsung menggenggamnya lembut." Iza, tidak ada yang perlu kita takutkan, semua yang ada di dunia ini tidak akan pernah terjadi tanpa izin dari Allah. Kamu juga tidak perlu takut pada Ibu, tapi kamu hanya harus menghormatinya. Insya Allah, Ibu tidak akan bersikap jahat dan dzalim pada mu."
Gadis itu mendongak menatap paras rupawan yang menjulang tinggi di sampingnya." Ya, mas. Tapi tadi ... Ibu memberikan perintah pada paman Mizuno untuk memberikan hukuman pada mas, itu adalah hukuman yang tidak benar, mas. Kalau memang menggunakan hukum qisos juga kan harus sesuai dengan kejahatan yang mas lakukan, kalau misal mas hanya menjitak Tanvir ringan, kenapa qisosnya harus sangat besar. Itu kan sangat berlebihan."
Fira memalingkan wajah karena malu, dia pikir menantunya itu orang yang tidak tahu hukum qisos tapi ternyata malah tahu.
" Kamu benar, Nak. Ibu mertua mu memang salah, karena itu sebagai Suaminya, Ayah memohon maaf atas trauma yang kau alami." Maulana berjalan menghampiri anak dan menantunya. Dia berdiri di samping Fira dan menatap sang menantu penuh penyesalan.
" Trauma? Ayah, siapa yang trauma?" Tanya Tanvir tidak mengerti.
" Tentu saja kakak ipar mu, dia baru pertama melihat Suaminya diberi hukuman tak sepadan dengan kesalahannya. Sebagai seorang Istri, dia memiliki rasa tidak rela dan kesal ketika ada orang yang bersikap dzalim terhadap Suaminya. Ayah rasa itu sangat wajar, tapi tidak terlepas dari bahwa orang itu adalah mertuanya sendiri." Maulana mengalihkan perhatiannya pada sang Istri.
"Sayang, bukankah kau dulu sangat tidak suka kalau Ibu memberikan hukuman pada ku dengan kejam serta berlebihan?"
Fira mengangguk, memang benar apa yang dikatakan oleh sang Suami. Kalau saja tidak ada larangan untuk bersikap kurang ajar pada mertua, sudah pasti dia akan menghajar wanita tersebut. Sangat jelas yang melakukan kejahatan adalah Suaminya tapi malah menyalahkan orang lain."Benar, saat itu aku masih berusia 18 tahun. Aku rasanya ingin menampar mertua ku atau bahkan meracunnya sekalian, mertua ku bahkan ingin aku dan Paman Maulana berpisah. Tapi syukurlah, aku memiliki seorang Suami yang mampu bersikap adil dan tidak langsung menurut begitu saja. Kalau tidak mungkin sekarang aku menjadi janda, dan kalian berdua tidak lahir dari rahim ku." Jengkel rasanya ketika mengingat semua masalalunya.
"Kalau begitu, Ibu juga jangan melakukan hal yang sama pada Kak Zein. Kalau hanya menjitak kepala ku saja sudah terkena hukuman sekeras itu, bagaimana kalau Ibu tahu saat aku mengajar Kak Zein waktu itu," sahut Tanvir seakan melupakan bahwa dirinya telah mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dikatakan.
Fira mengerutkan kening."Tadi kamu bilang telah menghajar Kakak mu? Kamu tidak sedang bercanda bukan?" aura pembunuhan mulai keluar.
Tanvir langsung bangkit dari tempat duduknya dan bersembunyi di belakang tubuh Kakaknya, bisa bahaya kalau wanita itu mengamuk."Tidak, Ibu. Maksud ku, aku hanya mengajari Kakak cara membuat anak. Bukankah Ibu ingin segera memiliki cucu?" bohongnya, niat hati agar wanita 48 tahun itu tidak marah tapi justru ucapannya malah salah.
"Ha? Mengajari Kakak mu, dengan cara apa?" ganti Faeyza jengkel, ia menggerakkan tangannya menabok lengan pria itu. Matanya melotot tajam seperti macam kelaparan.
Maulana menggelengkan kepala melihat sikap anak keduanya tersebut, ia mengulurkan tangannya. Zein sedikit bergeser untuk memberikan ruang bagi sang Ayah jika memang ingin memberikan pelajaran pada Adiknya.
Pria 60 tahun tersebut meraih telinga anak keduanya lalu menariknya keras hingga membuat sang anak terpaksa mendekat ke arahnya.
Fira ingin menghentikan Suaminya, dia tidak tega melihat buah hatinya kesakitan karena telinganya diterik oleh sang Suami."Paman, lepaskan telinganya. Kasihan Tanvir."
"Jangan ikut campur kalau aku sedang menghukum anakku, Sayang. Tanvir, apakah kamu tidak bisa menjaga lisan mu. Bagi mu itu hanya candaan, tapi bagi orang mungkin saja tidak. Ini peringatan terakhir dari Ayah, kalau dengar lagi kamu berbicara sembarangan, Ayah akan kurung kamu." Maulana memang orang yang lembut, dan humoris tapi sangat tegas ketika memberikan hukuman dan sesuai dengan tindak kejahatannya.
Fira terdiam, nyalinya menciut melihat Suaminya sudah merah."Paman, bukan begitu. Aku hanya kasihan pada Tanvir, dia itu adalah anak ku. Kalau sampai terjadi sesuatu padanya, kita juga yang repot."
"Istriku, aku bukan kamu yang akan memberikan hukuman berlebihan pada seorang anak. Sudalah, aku ada urusan. Kalian berdua renungi kesalahan." Pria 60 tahun tersebut membalikkan tubuh dan pergi meninggalkan keluarganya.
Tanvir merasa bersalah karena sudah membuat Ayah dan Ibunya bertengkar."Kak Zein, Kakak bujuk Ayah ya? Jangan sampai Ayah terus marah pada kita, aku masih ingin menikmati hidup enak,"
"Tanvir, kamu jangan seperti itu lagi. Ayah mu itu bukan orang yang mudah dibujuk, kalau Ayah mu marah, bagaimana nanti Ibu minta tambahaan uang untuk belanja keperluan Ibu, seperti baju bagus dan yang lain. Ayah mu juga melarang Ibu minta pada kalian berdua," tegur Fira membayangkan betapa pelitnya sang Suami kalau sudah kesal karena dirinya melanggar.
"Ibu tenang saja, Ayah tidak marah. Ayah hanya merasa kesal, bukankah Ibu tahu kalau Ayah adalah seorang pria yang tegas dalam menerapkan hukum." Zein berusaha untuk menenangkan wanita yang telah melahirkannya.
Fira mengengguk membenarkan ucapan anak pertamanya tersebut."Kamu benr, Zein. Adik mu itu si, malah bercanda dalam hal seperti itu. Ya sudah, oh ya, Zein. Malam ini kamu di sini atau ke rumah Nenek mu? Kalau Ibu suka kamu tetap di sini, ini adalah malam pertama untuk kalian berdua. Kalian bisa membuat anak sepuasnya jika di rumah sendiri."
Wajah Faeyza langsung memerah sempurna mendengar kata membuat anak, ia tidak bisa membayangkan bagaimana kalau nanti dirinya melihat sang Suami telanjang bulat di depannya.
Zein tersenyum tipis."Ibu, Faeyza masih kecil. Dia belum siap, plan-pelan saja. Zein juga tidak terlalu terburu, Ibu tenang saja."
"Iya, Ibu. Jangan memaksa pacar ku, kasihan Faeyza. Dia nanti akan membuat anak dengan ku, setelah Kakak dan Faeyza berpisah," sahut Tanvir.
"Kamu mendoakan aku jadi janda, aku tidak mau. Aku hanya ingin bersama mas Zein, kamu kasar dan masih anak mami. Nanti kalau misal kita ribut, Ibu akan menghukumku dengan sangat berat. Beda dengan mas Zein," omel Faeyza tidak tertarik.
"Tidak begitu juga kali, Za. Mana mungkin Ibu akan ikut campur, lagi pula bagaimana mungkin pukulan ku akan membuat ku terluka." Tanvir tidak terima disebut anak mami.
"Sudalah, kalian berdua jangan mulai ribut lagi. Faeyza, kamu tidak boleh bilang seperti itu pada Tanvir, dia itu adalah Adikmu. Awas kalau Ibu dengar kamu seperti itu lagi," tegur Fira tidak suka ada yang bersikap tidak enak pada anak keduanya.
"Tanvir, aku harap mulai sekarang kamu tidak lagi mengganggu kakak ipar mu. Sekarang Faeyza adalah Istri ku, aku tidak mengizinkan siapapun membuatnya merasa tidak nyaman." Zein memang tidak akan pernah membantah Ibunya, tapi dia juga tidak akan tinggal diam saja saat ada orang yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Faeyza tersenyum senang, Suaminya memang orang yang sangat berbakhi terhadap orang tua, tapi bukan berarti dia akan membiarkan dirinya ditindas.