Mengendap-endap seperti seorang pencuri, jantung berdegup dengan kencang, takut kalau nanti akan mendapat omelan dari Suaminya sekalipun hingga kini belum pernah pria rupawan itu marah.
"Nyonya muda, apakah sedang mencari sesuatu? " seorang pelayan wanit bertanya hingga membuat gadis itu terkejut.
" Bibi, apakah Mas Zein sudah tidur? " tanyanya dengan suara setengah berbisik.
" Ah, Nyonya takut pada Tuan Muda. Beliau masih di ruang tamu bersama Tuan Muda kedua dan Nyonya Muda kedua, " jelas pelayan tersebut.
Faeyza mengangguk, ia menarik nafas dalam dan mengeluarkan perlahan sebelum masuk ke dalam rumah. Langkahnya terasa sangat berat, perasaan takut masih belum hilang hingga matanya menangkap sosok sang Suami duduk bersandar di kursi bersama beberapa orang yang tidak dikenalnya.
" Maz," panggilannya sambil menundukkan kepalanya.
Zein mengalihkan perhatiannya menatap sang Istri yang berdiri di sampingnya dengan tubuh gemetar. " Sayang, duduklah sini. Aku akan mengenalkanku pada Paman dan Bibi ku agar nanti kamu tidak berburuk sangka lagi. " Dia menepuk pelan tempat duduk di sebelahnya.
" Iya, Mas. " Faeyza mendudukkan diri di samping Suaminya, wajahnya masih menunduk.
" Zein, kenapa Istri mu itu sepertinya sangat tidak asing. Apakah dia adalah wanita yang pernah pacaran dengan ku? " canda Farhan melihat Faeyza terus menunduk.
Gadis itu langsung mendongakkan wajahnya menatap suara seorang pria yang mengakui dirinya sebagai mantan selingkuhan. " Tuan, saya tidak pernah mengenal Anda dan baru kali ini kita bertemu. Kenapa Tuan berbicara seperti itu? " tanyanya tidak suka.
Farhan tersenyum tipis. " Aku hanya bercanda, panggil aku paman. Lagi pula... Kenapa kau terus menundukkan kepala? Apakah Zein membuat mu takut? Katakan saja pada paman, biar paman yang akan menghajarnya. "
Faeyza mengalihkan perhatiannya pada sang Suami, pria itu masih terlihat sedikit pucat meski begitu tetap terasa berkharisma. " Tidak, Mas Zein bukan orang yang seperti itu. Dia adalah orang yang sangat baik dan lembut, Mas Zein juga selalu perhatian pada ku. Mana mungkin dia membuat ku takut. "
" Sukurlah kalau begitu, oh ya, malam ini apakah kalian akan menginap di sini? Lagi pula Zein kan lagi sakit, tidak baik kalau dia keluar malam-malam, " balas Farhan melirik keponakannya.
" Tidak, paman. Aku akan membawa Iza ke rumah ku, kita akan tinggal di sana, " jawab Zein sopan.
Diam-diam Faeyza merasa senang karena akhirnya tidak akan bertemu dengan Rania yang selalu membuatnya merasa cemburu.
" Zein, kau yakin kalau kau mampu mengemudi? Kau kan tidak suka jika diantar supir? " tanya Farhan sangsi.
" Insya Allah, paman. Lagi pula... istri ku kurang nyaman di sini, sebagai seorang Suami aku juga tidak ingin membuatnya mengalami ketidaknyamanan saat bersama ku, " jelas Zein.
" Ayah, mbak Faeyza itu cemburu pada ku." Rania berjalan menghampiri kedua orang tuanya lalu duduk di samping sang Ayah.
Ha?
Farhan menaikkan sebelah alisnya. " Cemburu? Pada mu? Apakah kau sangat masuk akal? Mana mungkin seorang Istri cemburu pada saudaranya sendiri. Seperti Fira saja, dulu dia bahkan cemburu pada Karina. Jelas - jelas Karin adalah adik beda Ayah satu Ibu dengan Suaminya terutama pada Arsy. "
" Benarkah? Apakah dulu Tante Fira seperti itu? Apakah mereka pacaran dulu sebelum menikah? " tanya Rania penasaran.
" Paman mu itu persis dengan Zein, dia sangat dingin kalau pada wanita yang tidak halal untuknya. Tapi seperti pria mesum dan kurang ajar pada Istrinya," jelas Farhan.
Zein hanya tersenyum kecil mendengar ucapan pamannya tersebut.
Hoam...
Faeyza menutup mulutnya menggunakan punggung tangan, baru pukul 22.00 tapi sudah mengantuk. "Mas, aku ngantuk."
Zein mengangguk. " Baiklah, kita pulang sekarang. " Pria safir itu berpamitan pada Farhan, Lutfi serta Rania.
" Rania, kakak pulang dulu. Tolong pamitan pada Nenek ya, Mbak Iza sudah ngantuk. "
" Iya, Kak, " jawab Rania.
Zein meraih tangan sang Istri lalu menggandeng nya. " Kita pulang. "
Faeyza mengangguk, ia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan sambil bergandengan tangan.
Sepanjang perjalanan, gadis itu tidak banyak bicara. Ia hanya menyandarkan kepalanya di dada sang Suami, ngantuk dan bahkan terlelap dalam tidurnya.
Biasanya Zein tidak suka menggunakan supir, entah kenapa malam ini dia menggunakan supir pribadi.
Tak lama kemudian mereka telah sampai, dengan lemah lembut dan penuh hati- hati, pria itu menggendong sang Istri dan membawanya masuk ke dalam kamar. Diletakkannya tubuh ringkih sang Istri di atas tempat tidur, setelah itu ditinggalkan sejenak untuk mengambil baju ganti.
" Iza, Mas akan bantu kamu ganti baju. " Zein mulai membuka baju gadis itu lalu memakaikan baju tidur agar lebih nyaman.
Berkedip...
Berkedip...
Faeyza membuka matanya, ia memperhatikan Suaminya yang masih menganjingkan baju miliknya. Dipikir kalau pria itu ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan saat dirinya tertidur. " Mas, kenapa tidak membangunkan ku? Kenapa Mas seperti pencuri yang ingin mengambil kehormatan seorang gadis saat gadis itu tidak sadar. "
Zein tersenyum simpul. " Tidak, Iza. Mas hanya ingin membantumu ganti baju tidur, agar tidurmu lebih nyaman. "
" Oh." Faeyza mengulurkan tangannya ke arah sang Suami, mengalungkan ke leher pria tersebut.
" Ayo, Maz. Aku bersedia menjadi Istri mu, lahir batin. "
Zein tersenyum kaku, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dusta kalau dirinya tidak menginginkan percintaan dengan seorang wanita apa lagi melihat seorang gadis yang menyerahkan dirinya dengan suka rela.
" Mas, aku tidak keberatan. Aku tidak mau kalau sampai ada yang dekatin Mas Zein, " pinta Faeyza terbawa perasaan cemburu pada Rania.
Zein tersenyum, malam itu adalah malam panjangn bagi sepasang suami Istri tersebut.
Dingin menusuk tulang ketika terbangun dari tidur, kesal lantaran disuruh pergi ke kamar mandi. " Mas, ini masih pukul dia malam. Mandi malam- malam akan sangat dingin, besok saja ya, " rengek Faeyza.
Zein tersenyum lembut. " Sayang, kenapa harus dingin? Di dalam itu pakai air hangat, bukan air dingin. Setelah mandi kamu wudhu sekalian, kita akan sholat malam bersama. "
" Iya, iya. Kenapa si tidak biarkan aku tidur sebentar lagi, " gerutunya, ia turun dari tempat tidur empuknya dengan perasaan jengkel.
Zein tersenyum sendiri melihat sang Istri cemberut hanya karena di suruh mandi, ini semua juga salahnya karena mengajak wanita itu bercinta hampir semalaman hingga baru tidur satu jam.
Dr rt...
Drrt...
Pria safir itu melirik ponsel sang Istri, ia menghampiri ponsel tersebut lalu mengambilnya. Terlihat nama Syetah lampir mizuan di layar ponsel Istrinya, dia menyerngitkan alis melihat nama yang begitu aneh. " Siapa nama aneh ini? "
Cklek...
Faeyza keluar dari kamar mandi hanya menggunakan baju mandi, rambut panjangnya basah karena habis keramas. " Kenapa Mas Zein memegang ponselku? " tanyanya heran, ia melangkankan kaki menghampiri sang Suami yang masih berdiri memunggunginya.