" Maz. "
Zein menoleh kebelakang, bibirnya tersenyum melihat sang Istri yang baru keluar dari kamar mandi.
" Maz, tadi kenapa kelihatannya heran? Apakah ada pesan di ponsel ku? Dari pria atau wanita? " tanya Faeyza melangkahkan kakinya mendekati sang Suami.
Zein membalikkan tubuhnya lalu menunjukkan nama penelpon yang tertera di layar ponsel tersebut. " Maz hanya heran saja dengan nama yang ada di ponsel ini, kenapa ada nama seaneh ini? Setan pampir mizuan. "
Faeyza mengambil ponsel tersebut dari tangan Suaminya. " Ini dari Tanvir, aku sengaja menamainya seperti itu. Siapa suruh dia selalu mengganggu ku, coba Mas pikir. Di kampus dia bisa-bisanya mengatakan kalau aku adalah calon Istrinya, harusnya aku itu nikah sama dia bukan sama Mas. Sebel kan? " sungut nya.
" Ya sudah, Iza jangan marah lagi. Biar Mas yang jawab panggilan teleponnya, " balas Zein menenangkan wanita itu.
Faeyza mengangguk, ia menyerahkan ponsel itu pada sang Suami setelah itu segera mengganti baju lalu sholat malam.
" Assalamu'alaikum. "
Tanvir mengerutkan kening mendengar suara Kakaknya, ia memeriksa kembali nomer yang dihubunginya, tidak ada yang salah memang benar itu nomer pujaan hatinya tapi kenapa suaranya adalah suara saudara laki-lakinya?
" Kak Zein, kenapa jadi Kakak yang jawab panggilan teleponnya? Jangan bilang kalau Kakak dan Faeyza tidur di dalam satu kamar?"
" Adikku, apa ada yang salah jika sepasang Suami istri tidur dalam satu kamar?" balas Zein heran.
Tanvir menahan diri untuk tidak menghajar saudaranya itu, pertanyaan sangat jelas itu kenapa harus ditanyakan segala. Tidak ada dosa bagi sepasang Suami-istri untuk tidur dalam satu kamar, bahkan merupakan ibadah jika mereka melakukan hubungan suami istri, tapi itu masalah bagi dirinya karena ia sangat cemburu.
" Kak Zein, aku tahu kalau kakak tahu jawabannya. Tapi Faeyza itu adalah kekasih ku, aku tidak suka kalau orang yang ku sayang harus bersama pria lain. Lagi pula... Kak Zein itu kan sedang sakit, kenapa juga harus memberikan harapan pada Faeyza?! Pokoknya aku tidak mau tahu, Kak Zein tidak boleh menyentuh Faeyza. Kalau tidak... " ucap Tanvir menggantung.
" Kalau tidak? Apa yang akan kau lakukan? " balas Zein menantang, dia tidak mungkin untuk tidak menyentuh Istrinya. Selain itu akan menyakiti hati seorang Istri, itu juga dilarang.
" Aku akan membuat hidup kak Zein tidak tenang, "lanjut Tanvir, sebenarnya dia hanya menggertak saja karena tidak akan mungkin dirinya harus menyakiti saudara sendiri kecuali kalau memang pria itu tidak bisa diberi peringatan.
Zein tersenyum heran, ia mematikan panggilan teleponnya lalu menaruh ponsel milik sang Istri di atas meja. Alasan dia mematikan sambungan telepon adalah karena pembicaraan mereka sudah tidak guna dan dirinya sangat tidak suka dengan pembicaraan yang sama sekali tidak bermanfaat.
Tanvir menggeram penuh emosi, ia menggenggam ponselnya kuat menyalurkan emosi yang meluap dalam dirinya. " Kak Zein sepertinya tidak menghiraukan peringatan dari ku, aku tidak boleh tinggal diam. Jangan sampai Ayah tahu kalau aku akan bertindak pada Kak Zein, maafkan aku Ayah, aku terpaksa melakukan ini. "
Masion Zein...
Setelah sholat malam, Faeyza kembali naik ke atas tempat tidur, matanya memperhatikan sang Suami yang mengaji, suaranya sangat merdu dan lantunannya sangat menyejukkan.
" Maz, aku tidur lagi ya, nanti bangunkan aku pas subuh, " katanya.
" Iya, Insya Allah nanti mas bangunkan, " balas Zein dengan senyum manis.
**
Mimpi misteri...
Sebuah taman bermain, seorang pria mengenakan kemeja hijau toska dengan kemeja bagian lengan digulung sedikit. Di depannya seorang gadis cantik memakai dress senada dengan kemeja pria tersebut. " Sayang, aku sangat merindukan mu. Apakah kau tak merindukan ku? "
Di tariknya gadis itu ke dalam pelukannya, perasaan hangat dan syahdu memenuhi lubuh hati sepasang kekasih tersebut.
" Aku juga sangat merindukan mu, tapi sebenarnya kau ini siapa? Kenapa kau selalu muncul dalam mimpi ku? " tanya gadis itu.
" Maulana, panggil aku dengan nama itu. Aku mencintaimu, aku tidak akan membiarkan hati mu diisi oleh orang lain. " Pria yang menyebut dirinya sebagai Maulana yang artinya pemimpin itu tersenyum lembut. Perlahan gadis itu melepaskan pelukannya, bagaimana romansa India ia menyanyi dan menari.
***
Dalam kenyataan, Faeyza bukan bernyanyi melainkan seperti sedang menggumamkan sesuatu dan memeluk tubuh sang Suami, menyandarkan kepalanya di dada pria itu.
Zein menundukkan pandangannya melihat sikap Istrinya, ia baru saja membaringkan tubuhnya di atas ranjang ketika nyeri dan sesak kembali menghujam jantungnya, di atas tempat tidur sudah disambut dengan pelukan manja dari Istrinya.
" Sayang, apakah kamu sedang bermimpi? "
Pria itu menaruh telapak tangannya di atas kening sang Istri, setelah itu dia memejamkan matanya sambil membaca sesuatu...
Dalam mimpi...
Faeyza masih menari dan bernyanyi bersama sosok tak dikenal tersebut, tak lama kemudian dia melihat sosok sang Suami.
Zein mengamati sosok pria yang bersama Istrinya tersebut, paras rupawan yang sangat mirip dengan dirinya tapi bukan dia. " Tanvir. "
Uhuk...
Uhuk...
Zein kembali membuka matanya karena nyeri tak tertahankan, ia menutup mulutnya dengan telapak tangan.
Faeyza membuka kedua matanya, terkejut karena baru kali ini mimpi sang Suami juga ikut masuk. " Kenapa... Tadi aku juga melihat Mas Zein, kalau begitu pria itu siapa?"
Zein diam tidak mengatakan apapun, dia sendiri tidak yakin kalau pria itu adalah adiknya sekalipun wajahnya sangat mirip, kalau memang benar itu adalah sang Adik, apa yang harus dilakukan? Tidak mungkin saudaranya itu melakukan tipu muslihat agar bisa mempengaruhi hati manusia, atau juga itu petunjuk dari Yang Maha Kuasa? Semua masih sangat membingungkan.
Faeyza menoleh ke samping, terlihat sang Suami memegangi dadanya seperti sedang menahan nyeri. " Maz, kau kenapa?" tanyanya khawatir.
Zein tersenyum lembut, dia meraih sang Istri lalu memeluknya. Semenjak melihat sosok rupawan yang ada dalam mimpi sang Istri hatinya merasa tidak tenang, disandarkan kepala wanita di dadanya, dibelain ya surai hitam Istrinya. " Tidak apa, tadi Iza mimpi bertemu pria itu lagi?"
" Kok Mas tahu?" tanya Faeyza heran.
" Karena Iza terlihat senyum-senyun sendiri, Iza... Apakah Iza tidak pernah melihat siapa pria itu?" tanya Zein penasaran.
" Tidak, Mas. Dia hanya menyebutkan namanya Maulana, jadi aku pikir itu memang namanya, " jawab Faeyza.
"Maulana artinya pemimpin, mungkin dia bukan bermaksud menyebutkan namanya melainkan dia adalah seorang pemimpin, " jelas Zein.
" Tapi, Mas. Kenapa dia bilang dia cinta pada ku? Kita bahkan tidak saling kenal, hingga sekarang aku masih yakin kalau seorang dalam mimpi ku itu adalah Maz Zein, tapi tadi aku juga memimimpikan Maz Zein, kalian seperti dia orang yang berbeda. Maz, jika pria yang ada dalam mimpi ku itu bukan Maz Zein, maka aku tidak mau memimpikannya lagi. Aku sudah menikah, dan aku bahagia dengan pernikahan ku, karena itu... Bagaimana caranya agar aku tidak memimpikannya lagi, " kata Faeyza merasa bersalah kalau seandainya memang bukan Zein yang ada dalam mimpi itu.
Zein diam tidak tahu harus menjawab apa, kalau mimpi itu memang petunjuk mungkin memang Faeyza harus menikah dengan Tanvir tapi kalau mimpi itu adalah dari bantuan jin atau khodam, dengan menggunakan mahabbah pengasihan, maka harus dihilangkan. Tapi dia harus cari tahu dulu, tidak boleh gegabah dan langsung menyimpulkan...