Calon Imam Ku epispde 51
Zein menutup meeting dengan para dewan kimisaris, dia tersenyum ramah menatap para pegawainya. Sekalipun tubuhnya tidak begitu sehat tapi pekerjaan sangat menumpuk, sebagai seorang Owner ia merangkap menjadi CEO juga hingga pekerjaannya semakin banyak.
Uhuk…
Uhuk…
"Boss, Anda baik-baik saja?" tanya seorang pria berkacamata, dia adalah sekretaris baru hingga tidak tahu panggilan yang biasa dilakukan oleh para pegawai, sekalipun Zein adalah seorang Boss besar tapi lebih suka dipanggil Maz dari pada Boss.
"Tidak, aku baik-baik saja. Kamu tolong kumpulkan semua hasil meeting ini lalu taruh di meja ku, hari ini Tanvir yang seharusnya bertemu klien malah tidak datang, dan aku yang harus pergi. Setelah itu kamu ambil berkas untuk meeting bersama klien dari Jepang lalu ikut dengan ku," jelas Zein ramah.
"Baik, pak." Pria berkacamata itu mengangguk, kemudian dia segera undur diri.
Zein menyenduh dadanya, rasa nyeri dan sesak kembali terasa tapi dia tidak bisa mengeluh karena masih banyak pekerjaan yang menanti. Ia bangkit dari tempat duduknya dan merapikan jasnya, setelah itu berjalan keluar dari ruang meeting tersebut.
Universitas Madangkara…
Nita, Faeyza dan Rico menatap Tanvir curiga. Sedangkan Tanvir berusaha mengelak karena tidak mungkin dirinya akan berkata jujur mengenai alasannya menikah dengan Nita.
"Za, kamu jangan bicara seperti itu. Sudalah, aku mau ke kantor, hari ini kak Zein ternyata harus memimpin rapat bersama dewan komisaris. Aku sebagai seorang CEO harus Meeting bersama klien dari Jepang, ada yang mau ikut" Tanvir berusaha mengalihkan pembicaraan agar tidak mendapat tatapan aneh dan penuh selidik dari ketiga manusia tersebut.
"Apa? Maz Zein tadi bilang kalau dia hanya ada meeting dengan klien bukan meeting dengan dewan komisaris. Memangnya jabatan dewan komisaris dan zabatan Maz Zein itu tinggi mana?" tanya Faeyza sedikit terkejut mendengar kalau sekarang sang Suami sungguh akan sangat sibuk.
"Kamu tanya jabatan kak Zein? Menurut mu jabatan kak Zein itu tinggi tidak?" bukannya menjawab, Tanvir malah balik tanya.
Faeyza menggelengkan kepala, setahu dirinya jabatan tertinggi adalah CEo sedangkan sang Suami tidak pernah mengatakan apapun.
"Kak Zein itu adalah Owner, dia pemilik perusahaan. Perusahaannya tidak hanya di sini tapi di seluruh dunia, dia bahkan menunjuk orang sebagai Komisaris, CEO, menejer, Direktur dan General Menejer, COO serta Presiden Direktur. Tapi sekarang CEO ZEM adalah aku, dan aku masih disini. Pasti kak Zein akan sangat sibuk karena tidak mungkin meminta ku datang," jelas Tanvir membuat ketiga manusia itu tercengang, bagaimana tidak? Itu artinya seorang Zein Ekky Maulana adalah orang yang sangat kayaraya, bahkan memiliki orang dengan jabatan tinggi di perusahaan.
"Tanvir, dalam satu bulan, kakak mu mendapat gaji berapa?" tanya Nita penasaran.
"Kak Zein itu uangnya sangat banyak, satu bulan dalam satu perusahaan dia bisa mendapatkan lebih dari 1 miliar hanya untuk dirinya. Bukan keuntungan yang dimiliki perusahaan, dan selama menjadi pemilik perusahaan, belum pernah rugi meski terkadang dia sering menyumbangkan uangnya ke berbagai panti dan orang miskin serta ank yatim. Sudalah, kenapa kalian suka sekali si membahas kak Zein, apa bagusnya dia coba?" Tanvir kesal karena kedua gadis itu malah sangat bersemangat saat membahas seorang Zein Ekky Maulana sedangkan kalau terhadap dirinya selalu memandang penuh curiga.
"Tanvir, aku ikut. Aku khawatir kalau sampai Maz Zein kenapa-napa, ayo kita berangkat." Tanpa pikirkan apapun Faeyza mengambil tangan Tanvir lalu menariknya pergi, dia bahkan tidak memperdulikan Nita dan Rico yang memandangnya dengan tercengang.
"Hei, hei. Kamu ini kenapa si?!" Tanvir menghempaskan tangan kakak iparnya setelah sampai di dekat mobil.
"Tanvir, aku kan sudah bilang. Aku khawatir pada kakakmu, kamu tahu sendiri bukan? Maz Zein itu sakit, dia berangkat kekantor dengan wajah pucat. Orang yang menderita penyakit jantung itu tidak boleh terlalu lelah atau kondisinya semakin buruk. Lagi pula kamu ini sebagai CEO malah di sini, makan gaji buta ya?" balas Faeyza jutek,
Tanvir melongo mendengarnya, siapa bossnya siapa yang galak?
"Za, kak Zein saja tidak pernah marah-marah seperti mu, kenapa kamu yang bukan siapa-siapa hanya OG di perusahaan ZEM sudah berani merah-marah padaku, dan aku masih CEO. Kalau kamu berani pada ku, maka aku akan memecatmu." Jengkel dan sebel.
"Baiklah, terserah kau saja. Kalau memang tidak bersedia untuk aku ikut dengan mu, maka aku bisa naik angkot." Faeyza tidak menyerah atau bahkan mengalah, wanita itu malah seperti menantang.
"Heh, iya baik. Kamu ini kenapa si?! harusnya minta maaf, bukan malah marah. Apa kak Zein tidak pernah mengajari mu cara minta maaf." Tanvir dongkol dengan sikap istri kakaknya itu.
Faeyza tersenyum senang, dia sama sekali tidak perduli dengan ucapan pria itu.
Hotel ZTm…
Hotel ini dulu adalah milik Tanvir tapi sejarang menjadi milik ZEM karena adiknya itu menjual pada orang lain dan dirinya harus membeli tanpa sepengetahuan siapapun.
Pertemuan dengan pengusaha dari Jepang itu berjalan lancar dan orang tersebut bersedia menggunakan jasa perusahaannya."Terimakasih atas kerjasamanya."
"Sama-sama." Pengusaha dari Jepang itu sangat puas, dia merasa senang atas keramahan serta keprofesionalan ZEM.
"Pak, Anda terlihat sangat pucat. Tuan Yamamoto sudah kembali, bagaimana kalau Anda juga istirahat." Pria berkacamata itu sangat khawatir melihat wajah pucat atasannya.
"Tidak, aku masih harus menjemput Istri ku. Sudalah, kau kembali saja ke kantor, aku akan pergi sendiri." Zein bangkit dari tempat duduknya, tapi baru saja ia mengangkat dirinya sendikit, jantungnya terasa seperti tertusuk belati, nyeri dan sangat menyakitkan.
"Astagfirullah hal adzim." Pria itu kembali duduk dan bersandar, keringat dingin membanjiri tubuhnya, pandangannya kabur seiring dengan rasa sakit yang dirasakan.
"Pak, Anda kenapa?" tanya pria berkacamata khawatir dan panik.
"Tidak apa, hanya …" Zein bahkan tidak mampu untuk meneruskan perkataannya, dadanya terlalu sakit.
"Angga, aku tidak apa-apa. Aku hanya perlu istirahat sebentar." Zein mengambil obat di saku jasnya lalu menelannya. Berharap perantara obat tersebut nyeri di jantungnya bisa menghilang.
"Tapi, pak. Anda terlihat begitu kesakitan, bagaimana kalau saya antar kerumah sakit?" tawar peria berkacamata.
"Tidak perlu, aku baik-baik saja." Zein tidak ingin terus merepotkan orang lain.
Uhuk…
Uhuk …
Iris safir itu terbelalak ketika melihat cairan kental berwarna merah tertinggal di telapak tangannya.
"Pak, Anda?" pria berkaca mata itu tidak meneruskan ucapannya, dia juga terkejut dengan bossnya.
"Kak Zein!"
Tanvir berteriak memanggil saudaranya, Zein terkejut, dia tidak menyangka kalau adiknya akan menyusul, dikira sang Adik akan mengabaikan tugasnya lagi, meski sebenarnya sudah sangat terlambat.
"Angga, tolong jangan katakan padanya kalau baru saja penyakit ku kambuh. Dia pasti akan khawatir." Sengaja mengatakan kalimat tersebut meski sebenarnya dia khawatir kalau sang adik akan melakukan rencana yang lebih gila dari sekedar menyuruh preman untuk menyeroyoknya.