Tanvir bersama Faeyza masuk ke dalam ruang VIV hotel ZTM, terlihat seorang pria yang sedang dicarinya sedang duduk sambil memeriksa dokumen, entah apa isinya.
"Maz Zein." Faeyza berjalan menghampiri sang Suami, lalu duduk di samping pria tersebut.
Tanvir menggeram penuh emosi, selalu saja gadis itu tidak memperdulikan dirinya setelah bertemu dengan pria tersebut. Dia berjalan menyusul sang pujaan hati dan duduk di sampingnya, tidak rela kalau harus membiarkan wanita itu bersama dengan saudaranya.
"Kak, bagaimana hasilnya?" tanyanya basa-basi.
"Kamu tenang saja, semua berjalan lancar. Pebisnis dari Jepang itu setuju kerja sama dengan perusahaan ZEM," jelas Zein. Jemari lentik itu meraih tangan Faeyza dan di genggamnya erat,"Sayang, kenapa kamu ke sini? Bukankah ada kelas?" lembut dan penuh perhatian.
"Iya, karena-." Ucapan Faeyza harus terpotong lantaran Tanvir kembali menyahut.
"Kakak, bagaimana pun juga kau adalah saudara ku. Aku adalah CEO perusahaan ZEM, jadi lain kali biar aku saja yang melakukan meeting dengan mereka."
"Tanvir, aku juga ingin seperti itu. Tapi kau sendiri tidak datang saat meeting, sekretaris mu bilang kau tidak datang ke kantor, terpaksa aku yang harus menggantikan mu. Tanvir, kakak harap kau tidak makan gaji buta," balas Zein tegas, sebagai saudara dia akan selalu memberikan yang terbaik untuk adiknya. Tapi sebagai seorang Owner perusahaan, ia juga tidak suka melihat pegawai yang melalaikan tugasnya.
Faeyza menyandarkan kepalanya di dada sang Suami, otaknya membayangkan tentang seorang Boss sombong yang memberikan teguran pada bawahannya.
Mata gadis itu melirik Tanvir, rasanya ingin tertawa melihat berapa wajah itu menunduk menyembunyikan kekesalan serta rasa malunya'siapa suruh dia bersikap sok berkuasa'
"Baik, pak. Kalau begitu saya permisi." Tanvir bangkit dari tempat duduknya lalu pergi tanpa mengatakan apapun, kesal dan marah karena mendapat teguran dari sang saudara, rasanya ingin sekali meracun pria tersebut.
Uhuk...
Uhuk...
Faeyza tersentak mendengar suara batuk sang Suami, ia pun menegakkan kepalanya dan menatap pria tersebut.
"Maz, kamu kenapa?" cemas dan khawatir menjadi satu melihat sang Suami nampak sangat kesakitan.
Zein tersenyum lembut, tak tega rasanya melihat istrinya khawatir. Sejak menikah, bukan memberikan ketenangan justru membuat khawatir dan panik."Maz tidak apa-apa, hanya sedikit lelah saja."
Faeyza mengangguk, dia berharap apa yang dikatakan pria itu benar. Tapi melihat wajah pucat itu siapa yang akan percaya kalau semua hanya karena kelelahan saja.
Bruk...
Zein terjatuh ke dalam pelukan sang Istri, dia pingsan karena tak sanggup menahan rasa sakitnya. Sedari tadi ditahan agar Tanvir tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
"Maz." Faeyza panik dan cemas.
"Nyonya, sebenarnya dari tadi Boss besar sudah sakit. Beliau bahkan muntah darah, tapi beliau tidak ingin Nyonya dan Tuan Muda khawatir."Angga menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Faeyza syok, dia baru saja menikah, masa iya harus menjadi seorang janda kalau pria rupawan itu sampai meninggal. Mungkinkan harus segera mencari cadangan?
" Kalau begitu tolong bantu saya membawanya ke rumah sakit."
"Baik, Nyonya," jawab Angga.
***
Tanvir memukul setirnya kesal sekali rasanya hari ini, dia harus melakukan sesuatu yang membuat dirinya tenang hal pertama yang harus dilakukan adalah?
1.Sholat sunnah.
2.Berzikir kepada Allah, karena hanya dengan mengingat Allah hati akan tenang.
3.Membaca Al-Quran, dalam surat al a'raff disebutkan bahwa Allah Qur'an merupakan penawaran bagi orang-orang mukmin.
Pria itu menghela nafas, ternyata dia masih ada sedikit kebaikannya, nyatanya saat kesal yang ingin dilakukan adalah hal-hal seperti itu, bukan judi, mabuk atau mencari wanita hiburan.
"Ya Allah, ternyata benar. Ujian paling besar di dunia ini bagi seorang pria adalah seorang wanita, dan itu adalah saudara ipar sendiri."
Tanpa sengaja pria itu melihat sebuah mobil koegnisex trevita serta mobil bugati keluaran terbaru dan mobil Lamborghini terparkir indah di depan sebuah kafe, mobil bugati hutan itu dia kenal karena itu milik sang Ayah, kalau dua mobil lainnya tidak tahu.
"Untuk apa Ayah datang ke tempat seperti ini? Bukankah usianya sudah tidak muda lagi, lebih baik aku juga ke sana. Siapa tahu menemukan kelemahan Ayah ku, jadi Ayah tidak akan lagi suka ceramah pada ku."
Tanvir menghentikan mobilnya di depan cafe tersebut, bibirnya tersenyum saat dia melihat dari belakang kalau Ayahnya sedang merangkul seseorang dengan surai blonde panjang. Segera saja ia mengambil ponsel lalu memotret sang Ayah."Ayah, aku akan simpan foto Ibu. Kau harus menyuruh kak Zein bercerai dari Faeyza atau aku akan kirim foto ini pada ibu," monolognya. Setelah itu dia berjalan menghampiri Ayahnya.
"Ayah, aku tidak menyangka kalau seorang Ivan Maulana Rizky bisa berseling... " ucapan Tanvir terhenti saat melihat sosok yang dirangkul oleh Ayahnya itu ternyata adalah seorang pria dan pria itu merupakan sahabat lama sang Ayah. Pria blonde berambut panjang se punggung itu adalah Fransis Lonenlis, ketua mafia Jerman dan pria yang satunya adalah Sui Kazami, dia juga seorang ketua mafia Jepang namanya Yakuza.
Maulana mendongakkan pandangannya, ia tersenyum jahat karena yakin kalau sang anak akan mengatakan bahwa dirinya selingkuhan.
"Tanvir, hari ini dan selama seminggu kedepan. Paman Fransis dan paman Sui akan menginap di rumah kita, mereka akan tinggal di paviliun sebelah kamar Zein. Dan... " pria 62 tahun itu bangkit dari tempat duduknya, menatap putranya seakan memberi peringatan.
"Jangan pernah berburuk sangka pada orang, apa lagi itu Ayahmu sendiri."
Tanvir tersenyum menyembunyikan ketakutannya, bagaimana caranya melawan sang Ayah kalau temannya bukan ulama tetapi mafia. Anehnya kedua tokoh jahat itu bahkan tidak melakukan tindakan kejahatan kalau di depan pria berkata safir tersebut.
"Bukan begitu, Ayah. Hanya saja... Rambut paman Fransis sangat panjang dan indah, aku pikir paman adalah seorang wanita."
Maulana kembali duduk, dia meraih tangan Fransis dan Sui kemudian menggenggamnya erat. Membuat orang akan berpikir bahwa mereka adalah pasangan gay sebenarnya hanya sahabat sejati saja.
"Mereka berdua adalah sahabat Ayah, saat Ayah masih kecil, mereka berdua yang selalu menolong Ayah. Meski kami berbeda, tapi Ayah rasa selama kita saling menghormati dan menghargai satu sama lain, itu tidak masalah."
Drrt....
Maulana menarik tangannya ketika ponselnya bergetar, dahinya menyerngit ketika melihat panggilan itu dari menantunya.
"Assalamu'alaikum, Ayah. Ayah, maz Zein masuk rumah sakit. Ayah, apakah Ayah dan Ibu bisa kesini?" terdengar Suara Faeyza sedih dan takut, putus asa serta panik. Maulana bahkan belum sempat menjawab salam gadis itu, tapi sudah menangis.
"Baiklah, Ayah akan kesana sekarang. Kamu tenang dulu Faeyza. Jangan lupa berdoa, percayalah kalau Allah akan memberikan yang terbaik untuk Suami mu."
Faeyza mengangguk, dia menutup panggilan telponnya kemudian membalikkan tubuh, menatap sedih sang Suami yang terbaring lemah di ruang UGD.