Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 57 - Episode 57

Chapter 57 - Episode 57

Episode 57

Tidak ada larangan bagi seorang Istri menampakkan auratnya di hadapan Suami, perhiasan atau apapun. Tidak larangan juga bagi seorang Istri untuk menyentuh Suaminya, mereka sudah mengingat janji di hadapan Allah dengan sangat kuat hingga tidak siapapun yang bisa menghalangi mereka untuk melakukan ibadah terhadap Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah, di mana pun sekalipun di gunung pasir.

Tutup, buka, tutup lagi buka lagi. Faeyza terus mengulangi hal semacam itu saat sang Suami hendak membuka mantel panjang miliknya, hanya mantel bukan baju dalaman tapi gadis itu sudah sangat malu.

"Mas, jangan membuka baju sembarang begitu. Di ruangan ini bukankah ada CCTV? Kalau kelihatan bagaimana?" Antara cemburu dan malu sendiri, bagaimana tidak. Malam itu saat bercinta dengan sang Suami, dengan sangat jelas ia melihat seluruh tubuh Suaminya, indah, ramping dan kekar dan siapapun tidak ada yang boleh melihatnya.

Zein menaruh mantel di tempat tidur ruang istirahat miliknya, CCTV tidak ada di ruangan itu karena dia tidak ingin saat tidur malah diliatin orang.

"Tidak, Iza. Di ruang istirahat Mas ini tidak ada CCTV, kamu tenang saja. Lagi pula Mas juga tidak suka kalau tubuh Mas dilihatin banyak orang."Pria itu membalikkan tubuhnya, lalu berjalan menghampiri sang Istri.

"Sayang, kamu sudah makan belum?"

Faeyza menggeleng."Sebenarnya tadi sebelum kesini, aku mau traktir Nita, Rico dan yah …Tanvir, dia itu selalu saja ingin ikut. Padahal dia itu kan punya banyak uang, kenapa juga dia itu selalu menyebalkan."Awalnya lembut dan sabar tapi berubah jengkel saat mengingat sosok Adik iparnya tersebut.

"Sudah, tidak apa. Biar kamu tidak jengkel, Mas temani kamu ya? Biar Tanvir tidak bisa ganggu kamu lagi," kata Zein sabar.

" Katanya Mas mau meeting, kenapa ingin menemani ku?" Balas Faeyza tidak ingin mengganggu pekerjaan sang Suami, sebagai seorang Istri yang baik dia harus mengerti posisi Suaminya.

"Tidak apa, nanti Mas akan minta tolong wakilnya Mas untuk menggantikan Mas. Atau nanti Tanvir juga bisa, sekarang Mas hanya ingin membuat Istri Mas senang."Pria itu tersenyum lembut, jemari lentiknya membelai lembut wajah cantik Istrinya.

Faeyza memikirkan perkataan Suaminya, pria itu sangat baik dan penyayang, tapi tidak enak kalau demi dirinya harus menyuruh orang lain untuk mewakilinya. Meski begitu, kalau dirinya ikut Meeting bukankah itu sangat tidak jadi masalah?

"Mas, bagaimana kalau aku ikut? Aku akan berganti pakaian dulu."

"Sayang." Zein menghentikan niat Istrinya, dia merasa kalau gadis itu akan menggunakan baju yang tidak sesuai dengan seleranya. Ia sangat tidak suka kalau ada seseorang yang memandang sang Istri rendah.

"Kenapa, Mas?" Tanya Faeyza heran.

Pria itu mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang."Devan, kamu belikan gaun muslim indah untuk Istri ku. Ingat, aku tidak mau sedikit saja gaun itu terbuka."

"Baik, Pak."

Zein mengerutkan kening karena dipanggil Pak, asisten barunya itu tidak tahu kalau dirinya sangat tidak suka dipanggil Pak tapi lebih suka dipanggil Mas karena itu akan terlihat lebih akrab.

"Asisten baru ini, sudahlah. Biarkan saja, nanti saja kalau bertemu dengan Devan aku akan memberitahunya kalau panggilan Mas saja."

Faeyza terkekeh, dia merasa lucu saja dengan Suaminya. Ia mendekat pada sang Suami lalu memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung tegap sang Suami.

Brak …

Hampir saja kedua orang itu terkena serangan jantung dadakan mendengar pintu didobrak dengan begitu keras.

Faeyza bukannya melepaskan pelukannya malah semakin erat, sedangkan Zein, pria itu menghela nafas melihat tingkah Adiknya. Datang ke ruangannya bukannya mengetuk pintu malah membawa beberapa orang dan mendobrak pintunya.

"Tanvir, kamu perbaiki pintunya."

Syehan Tanvir Mizan memperhatikan lengan mungil yang melingkari pinggang saudaranya itu, dia semakin kesal melihat kemesraan mereka.

"Kak, ruangan ini untuk kerja. Bukan untuk mesum! Kalau kakak ingin berbuat, kakak pergi saja ke mucikari."

Faeyza terkejut mendengar ucapan Adik iparnya tersebut, dia melepaskan pelukannya pada sang Suami lalu berjalan memutar dan berdiri di depan pujaan hatinya tersebut. 

Matanya menatap nyalang sang Adik ipar, marah kesal menjadi satu, dia sangat tidak terima dengan hinaan CEO rupawan itu.

"Kenapa Suami ku harus pergi ke mucikari? Aku bahkan masih sanggup melayaninya. Kamu datang tanpa mengetuk pintu, kamu bicara sok menjadi manusia terhormat. Apakah kamu lupa, bahwa pria dan wanita yang sudah menikah secara sah menurut agama dan hukum negara itu bisa berubah seperti itu  di mana pun. Meski itu di gurun pasir! Jangan kamu kira, karena Mas Zein selalu memanjakanmu, kamu bisa bersikap seenaknya. Jangan kamu kira, karena kamu adalah seorang CEO, kamu bisa bersikap seenaknya. Lebih baik Suami ku tidak perlu kerja sama kamu daripada selalu kamu fitnah dan kamu hina. Bayar gaji Suami ku bulan ini, aku sendiri yang akan ambil surat pengunduran diri."

Seperti sebuah pertunjukan drama melihat gadis itu begitu gagah perkasa membela sang Suami bahkan membuat orang-orang yang melihatnya melongo.

Tanvir tercengang melihat penampilan gadis itu, sedang Zein tersenyum bangga.

Tok…

Tok …

Devan mengetuk pintu, sebenarnya dia heran melihat banyak orang di depan ruangan Boss Besarnya, mereka seperti sedang menggerebek orang sedang berselingkuh.

"Permisi, Pak. Saya datang membawa gaun untuk Nyonya Maulana."

Zein mengalihkan perhatiannya pada asisten barunya tersebut."Mas Devan bawa kesini saja, sekalian tutup pintu."

Devan tidak langsung melakukannya, dia memandang Tanvir. Bagaimanapun juga pria itu adalah CEO ZEM, berhak memecat dirinya.

"Tenang saja, Tanvir akan segera pergi. Dia hanya melakukan pertunjukan, tidak akan ada yang bisa memecat mu tanpa izinku," kata Zein tegas. Setelah itu dia mengalihkan perhatian pada sang Adik, tetap tenang tapi Tanvir tahu kalau kakaknya itu sedang memberikan perintah mutlak.

"Tanvir, jangan lupa apa yang kakak katakan tadi. Kamu perbaiki pintu itu, lain kali jangan didobrak. Oh satu lagi, kalau kamu masih berbicara sembarang mengenai kakak dan Faeyza, kamu pindah di ZTM saja. Kakak hanya tidak ingin, perbuatan mulia kami kau balikkan jadi fitnah. Ingatlah, kakak dan Faeyza itu sudah menikah. Lebih baik kamu segera menikah juga, supaya kamu tidak halusinasi."

Faeyza mengerjapkan matanya, ia menoleh pada sang Suami. Pria itu terlihat begitu tenang tanpa emosi tapi setiap kata yang diucapkan merupakan peringatan tegas, berbeda dengan dirinya yang selalu penuh emosi.

Tanvir mendengus sebal, padahal niatnya agar orang-orang itu segera menangkap kakaknya itu tapi sepertinya malah dirinya yang harus menanggung malu."Ya, lagi pula kakak itu ngapain si membawa Faeyza masuk ke dalam ruangan kakak?! Aku pikir kakak sedang mesum dengan wanita lain." Dia terus mengomel bahkan pergi tanpa menutup pintu, kesal sekali karena selalu saja kalah dengan saudaranya tersebut.