C
Tanvir terdiam ketakutan, jelas-jelas dialah yang tadi marah tapi sekarang melihat saudara kembarnya bersikap tegas nyalinya menciut juga. Zein memang sangat sabar dan ramah tapi jika sudah menyangkut urusan agama pria itu bisa berubah menjadi sangat keras dan tegas terutama terhadap keluarga, kalau terhadap orang lain menurutnya itu terserah pribadi orang masing-masing, bagimu amal mu dan bagiku juga amalku. Kamu tidak akan menanggung dosa atas perbuatan ku, aku juga tidak akan menagnggung dosa atas semua kedzalimanmu.
Faeyza tercengang melihat Suaminya bersikap kasar pada Tanvir, dia bahkan gemetar membayangkan kalau tamparan itu mendarat di pipinya, belum pernah melihat sosok sang suami bersikap tegas pada saudara kembarnya itu.
"Tanvir, ini peringatan pertama dan terkhir dari kakak. Kalau kamu berani menyatakan cinta pada kakak iparmu, maka kakak tidak akan tinggal diam lagi, kamu harus ingat itu," tegas Zein memberi peringatan.
Tanvir mengangguk tapi dalam hati dia sangat dendam pada saudaranya tersebut, kalau melapor pada Ibunya dan kakaknya diberi hukuman pasti Ayahnya akan menghukum dirinya jika tahu yang sebenarnya dan Faeyza semakin tidak ingin bersamanya.
Zein mengalihkan perhatian pada sang Istri, tersenyum lembut seakan tidak pernah terjadi apa-apa."Sayang, Mas mau ke kantor Maula publisher. Ayah menyuruh Mas untuk menemui manajer Marketing, kamu di sini saja atau mau ikut?"
"Aku malu Mas, aku tidak biasa berhadapan dengan orang-orang seperti itu. Bagaimana kalau nanti aku salah bicara?" Faeyza sebenarnya sangat ingin ikut, tapi khawatir kalau akan membuat Suaminya merasa malu.
"Ya sudah, kalau begitu Mas berangkat sendiri saja. Mas juga tidak akan memaksamu," balas Zein. Dia meraih kepala gadis itu lalu mencium keningnya setelah itu membalikkan tubuh meninggalkan sang Istri tercinta.
Tanvir menatap punggung kakaknya kesal, tapi dia juga tidak bisa berbuat apapun. Ia mengalihkan perhatiannya pada Faeyza, gadis itu sepertinya memang sangat tidak perlu terhadap dirinya. Lihat saja sekarang bahkan langsung pergi menghampiri Nita.
"Nita, untuk apa kamu menghitung makanan itu?" tanya Faeyza sambil duduk di depan sahabatnya tersebut.
"Tidak, aku hanya merasa senang dan terharu karena bisa makan sebanyak ini. Tahu nggak si, aku tidak pernah makan sebanyak ini. Meski orang tua ku sangat kaya raya, tapi Ibu tiriku bahkan tidak pernah memberikan ku jatah makan banyak, karena itu aku ingin cari kerja. Aku hidup seperti orang miskin, Za. Aku ingin sekali memiliki seorang Suami seperti pak Zein, dia sangat baik bahkan sangat memanjakanmu," kata Nita berubah sendu.
Faeyza tidak tega melihat sahabatnya tersebut, padahal dia anak orang kaya tapi setelah Ayahnya menikah dengan wanita lain dan Nita dirawat oleh Ibu tiri, nasibnya berubah.
"Nit, kamu yang sabar ya. Aku yakin kok suatu hari nanti kamu akan mendapatkan seorang pria yang lebih baik dari Mas Zein, dia akan sayang padamu."
Bruk..
Tanvir mendudukkan diri di samping kekasihnya, merauh tangan gadis itu dan menggenggamnya erat."Jangan khawatir, aku akan menjadikan mu Ratu dalam rumahku. Kita akan menikah, kamu tidak perlu hidup miskin lagi. Kamu hanya perlu setia dan tersenyum manis saat aku pulang kerja."
Nita dan Faeyza mengalihkan perhatiannya pada pria tersebut."Tanvir, kamu serius? Kamu akan menikah dengan ku? Aku tahu kalau kamu masih suka Faeza, jangan memaksakan sesuatu yang tidak ingin kamu lakukan," kata Nita penuh pengertian.
Faeyza tersenyum mendengar ucapan pria tersebut, dia merasa senang karena Tanvir mengatakan itu, artinya pria tersebut tidak lagi memiliki perasaan terhadap dirinya."Nita, bagaimana kalau aku akan mengajakmu ke Maula Group, itu perusahaan milik Ayahku," kata Tanvir.
Nita diam memikirkan ucapan pria tersebut, sebenarnya dia juga sangat ingin tapi bagaimana kalau nanti dirinya membuat malu."Tanvir, apakah tidak apa-apa?"
"Tidak kok, Nit. Aku juga akan ikut, aku ingat kalau tadi Mas Zein ingin pergi ke sana juga. Aku rasa mungkin dia belum berangkat jadi lebih baik aku menelponnya dulu."
Faeyza mengambil ponsel baru miliknya, lalu menghubungi sang Suami. Sementara itu Zein baru saja mau masuk ke dalam mobil ketika ponsel miliknya bergetar, ia pun mengambil ponsel tersebut lalu menjawab panggilannya.
"Assalamualaiku, Iza. Ada apa, sayang?"
"Mas, apakah Mas sudah berangkat? Aku mau ke sana juga, kebetulan Tanvir mengajak Nita, jadi aku juga mau ikut. Siapa tahu aku bisa daftar jadi penulis novel Maula publisher," kata Faeyza penuh harap.
"Belum, ni Mas baru mau masuk ke dalam mobil. Kalau kamu mau ikut, tidak apa-apa. Mas tunggu di sini ya," balas Zein lembut.
"Iya, Mas." Faeyza segera mnutup panggilan telponnya, ia kembali memandang Tanvir dan Nita.
Adik iparnya itu terlihat sangat marah bahkan seperti sangat tidak suka setiap kali dirinya menyebut nama Zein, tapi apa yang salah dengan menyebut nama Suami sendiri bukankah itu tidak dilarang?
"Nita, kamu berangkat saja dengan Tanvir, aku akan pergi bersama Mas Zein. Aku merasa lebih aman kalau pergi dengannya." Faeyza segera bangkit dari tempat duduknya lalu berlari meninggalkan kedua manusia tersebut.
Rico memandang heran sahabatnya tersebut, entah apa yang sebenarnya terjadi kenapa harus berlari seperti itu. Tapi kalau dilihat-lihat lebih dekat lagi, sepertinya itu pasti karena Tanvir, pria satu itu memang selalu membuat orang dalam masalah.
"Tanvir, apakah kita akan pergi ke kantor Ayahmu?" tanya Nita memastikan, takutnya tidak jadi hanya karena pria itu kesal lantaran Faeyza ingin menyusul Suaminya.
"Oh, tentu saja. Tapi lebih baik kita naik mobil kak Zain saja, mobilnya sangat luas karena dia menggunakan limosin. Di dalam mobil itu sudah disulap seperti rumah," balas Tanvir, dia tidak akan pernah membiarkan Faeyza berduaan dengan saudaranya tersebut, meski mereka sudah menikah tapi tetap saja ia sangat tidak rela kalau mereka bersama, apapun yang terjadi dirinya harus ikut.
Nita mengangguk, dia tidak protes sama sekali karena ia sudah merasa senang ketika pria tampan itu mengajaknya pergi dan ingin menikah dengannya.
Faeyza berjalan mendahului sepasang kekasih tersebut, ia berlari kecil menghampiri sang Suami, ketika sampai di samping mobil dia melihat pria itu terbatuk dan seperti memegangi dadanya, mungkin penyakitnya kambuh lagi.
"Mas, kamu kenapa?" tanyanya, ia masuk ke dalam mobil dan duduk di samping sang Suami.
Zain tersenyum, ia mengalihkan perhatiannya pada sang Istri."Mas tidak apa-apa, hanya sedikit sesak saja. Tapi tadi sudah minum obat, sekarang mendingan."
Faeyza menggerakkan tangannya menyentuh dada sang Suami, mengusapnya pelan seperti ingin agar rasa sakit sang suami mereda, tidak tega rasanya melihat pria tersebut menderita karena rasa sakit yang dideritanya.
"Mas, aku takut sekali setiap kali melihat Mas sakit. Aku ingin Mas sembuh."
"Sayang, mas baik-baik saja. Sini, Mas akan selalu menjagamu dan melindungimu." Zein meraih tubuh gadis itu lalu menyandarkan di dadanya.