Episode 58
Gaun muslim mewah mirip seperti putri terpasang indah di tubuh Nyonya Maulana, mahkota berlian biru terpasang indah di atas kerudungnya.
"Mas, Mas menyewa gaun indah ini dimana? Aku terlihat seperti seorang Ratu."Faeyza memperhatikan penampilan dirinya di depan cermin, sungguh tidak akan ada yang menyangka kalau dirinya begitu sangat cantik.
Devan tersenyum senang mendengar pujian Istri Bos Nya tersebut, hanya saja ada sebuah kesalahan dalam ucapan gadis cantik itu. Baju itu bukan menyewa tapi membeli dengan harga ratusan juta, tentu saja pada desainer khusus, limited edition dan tidak ada duanya.
"Apakah kamu suka dengan gaun itu?" Tanya Zein sambil memperhatikan penampilan sang Istri tercinta, gaun itu memang tidak cocok kalau dipakai meeting karena bentuknya sangat indah, lebih cocok berada dalam istana hingga seperti seorang Ratu.
"Iya suka, Mas. Tapi …"Faeyza memperhatikan penampilannya, mirip seperti seorang Ratu cantik dan elegan, mewah dan menawan. Tidak cocok untuk rapat dewan direksi.
"Mana cocok untuk acara rapat," lanjutnya.
"Tidak masalah, yang akan rapat itu Mas dan para dewan direksi. Kamu cukup duduk di samping Mas saja,"jawab Zein tenang, dia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Istrinya.
"Kita berangkat."Dia merangkul bahu gadis mungil itu lalu membawanya pergi bersama dengannya.
Meeting Room..
Tanvir duduk di kursi paling ujung, sebenarnya dialah yang ditunjuk untuk memimpin rapat kali ini tapi sepertinya berubah rencana karena Zein sendiri yang akan melakukannya. Iris safir itu memperhatikan setiap orang yang hadir, tidak hanya dari perusahaan pusat tapi dari berbagai macam cabang dan bidang. Memang si saudaranya itu awalnya mendirikan bisnis bidang makanan, setelah berkembang, mendirikan lagi pembangunan hingga mendirikan perusahaan berlian. Mungkin sangat tidak masuk akal, tapi itulah kenyataannya dan anehnya tidak pernah rugi sedikitpun padahal tiap bulan mengeluarkan uang dengan jumlah ratusan miliar untuk para fakir dan anak yatim seluruh dunia.
Tak lama kemudian pintu ruang rapat terbuka, beberapa orang masuk dan langsung berbaris mengawal sosok Owner tampan dan lebih suka dipanggil Mas dari pada pak.
Tanvir mengerling ke arah dua orang yang baru saja masuk, di matanya ini mirip seperti adegan penyambutan seorang Ratu dan Raja, sungguh saudara kembarnya itu membuat orang jengkel.
Di hadapan para dewan direksi, Faeyza sangat panik dan minder. Dia merasa sangat kecil meski dandanannya seperti seorang Ratu, Suaminya itu memang sangat berlebihan, lihat saja sekarang dirinya justru menjadi fokus pada manusia berkedudukan tinggi tersebut.
Di tempat lain …
Rico dan Nita sudah menunggu dua orang sahabat mereka, pertama adalah Faeyza. Seorang gadis yang akan mentraktir semua teman sekelasnya, yang kedua adalah Tanvir, CEO tampan tapi kerjanya hanya sibuk ngurusin Istri orang hingga pekerjaannya harus dilimpahkan kepada kakaknya.
"Ini, Faeyza kemana si? Kenapa lama sekali?"tanya Nita mulai gusar, semua persiapan dan keperluan bahkan sudah siap. Mulai dari rombong bakso, rombong mie ayam, es campur dan masih banyak makanan sederhana lainnya.
Tempat makan juga sudah siap, tenda seperti acara pernikahan serta tempat duduknya, orang akan mengira kalau ada hajatan di pinggir jalan meski sebenarnya hanya acara Faeyza dan teman-temannya.
"Biar ku telpon Tanvir dulu," kata Rico, ia mengambil ponsel lalu menghubungi nomor teman sekelasnya tersebut.
Di tengah meeting penting dengan para dewan direksi, ponsel Tanvir bergetar jengkel rasanya karena melihat bahwa yang menghubunginya adalah Rico.
Brak …
Pria itu menggebrak meja sangking kesalnya, niat buat marah pada para dewan melainkan karena pesan dari Rico yang sangat banyak.
Zein Ekky Maulana mengalihkan perhatiannya pada Adiknya tersebut, tatapan matanya tajam seakan mengatakan' jangan ribut, atau keluar saja!'
Tanvir tersenyum canggung, bisa-bisanya dia terbawa perasaan saat meeting penting bahkan saat direktur dari perusahaan bidang periklanan menyampaikan presentasinya.
Hampir 5 jam mereka berada di ruang meeting, Zein dan Tanvir sudah terbiasa jadi mereka tidak terkejut sama sekali tapi berbeda dengan Azzahra. Gadis itu baru kali ini ikut meeting meski di dalam hanya duduk manis sambil makan cemilan tapi tetap saja merasa sangat bosan.
"Tanvir, tadi sebenarnya kau kenapa?" Tegur Zein jengkel.
"Maaf, kak. Tadi itu Rico chat aku terus, dia ngajak untuk makan di tepi jalan. Aku sangat jengkel jadi terbawa perasaan hingga menggebrak meja, sekali lagi aku minta maaf," sesal Tanvir, kalau meeting bersama kakaknya, tidak ada yang boleh bicara hal yang tidak penting dan masalah apapun dilarang menggebrak meja.
"Sudalah, lain kali kamu jangan seperti itu. Sekarang kakak mau temani Faeyza keluar, kamu di sini saja. Lagipula, kamu itu sudah sangat sering meninggalkan pekerjaan mu. Kamu harus ingat, Tanvir. Kamu seorang CEO, tugasmu sangat banyak di perusahaan. Bukan hanya sibuk mengejar Istri orang atau sibuk nggombalin wanita," kata Zein memberi peringatan, siapa suruh pria itu malah kerja pada saudara kembarnya, padahal sudah punya perusahaan sendiri tapi malah dijual.
"Iya," jawab Tanvir jengkel, saudaranya itu sungat menyebalkan. Kenapa juga harus menegur dirinya di depan Faeyza, gadis itu pasti akan menjadikannya bahan bulan bulanan.
"Ya sudah, kau boleh pergi," balas Zein. Tanvir mengangguk, setelah itu dia membalikkan tubuhnya lalu pergi meninggalkan saudara kembarnya tersebut, mereka memang kembar tapi sifat dan karakter mereka sangat tidak sama.
Faeyza menahan diri untuk tidak tertawa melihat Adik iparnya, pria itu tidak berkutik sama sekali saat ditegur, padahal biasanya akan membantah dengan berbagai macam alasan yang sangat tidak masuk akal. Kalau begitu, siapa sebenarnya Suaminya itu? Kalau seorang CEO bisa mendapatkan teguran, bukankah artinya kedudukannya lebih tinggi?
Zein mengalihkan perhatiannya pada sang istri, sekarang mau sholat dhuha juga sudah habis waktunya. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul 11.00, jam makan siang juga belum tiba.
"Sayang, bukankah kau ada janji dengan teman-teman mu?" Katanya mengingatkan.
"Benar, Mas. Tapi …apakah aku harus menggunakan gaun yang seperti putri ini? Aku mana bebas bergerak di ruang terbuka dengan baju seperti ini," balas Faeyza memperhatikan penampilannya.
Zein memperhatikan penampilan istrinya mulai dari atas hingga bawah, tidak ada yang salah, cantik dan elegan, tidak norak juga tertutup.
"Iza, apa yang salah dengan penampilan mu? Kamu cantik dengan penampilan seperti ini. Baju ini juga tidak sampai membersihkan lantai, jadi kalau kamu keluar dengan baju seperti ini juga tidak akan kotor. Tapi kalau memang kotor juga tidak masalah, nanti bisa dicuci."
Gadis itu merengut, tidak ada baiknya kalau harus berdebat dengan pria satu ini, terpaksa harus mengangguk dari pada nanti terkena ceramah panjang.