Calon Imam Ku episode 39
Setelah sholat Isya Fira Zein bersiap untuk menghadiri acara sukuran kedua orang tuanya, ketika orang biasa syukuran hanya mengundang beberapa orang kalau kedua orang tua itu justru mengundang anak yakin dan fakir miskin. Pria safir itu sengaja menggunakan celana hitam dan kemeja putih bukan jubah atau baju taqwa, ia memakai jam merek mahal di pergelangan tangannya.
Faeyza memperhatikan sang Suami, pria itu tetep terlihat rupawan meski menggunakan apapun. Karena terlalu terpesona, gadis itu hanya duduk di tepi rajang sambil memperhatikan Suaminya. Wajahnya bersemu merah ketika mengingat beberapa menit yang lalu saat bangun dirinya memeluk tubuh pria itu dengan sangat erat, bahkan saat dibangunkan malah mengigau masih ingin tidur sambil memeluk pria itu.
Zein membalikkan tubuh, ia tersenyum tipis saat melihat sang Istri masih duduk sambil melamun. Dia menghampiri gadis itu lalu mengelus surai hitam panjangnya."Sayang, kenapa masih bengong? Ayah dan Ibu mungkin saja sudah menunggu kita di luar, jangan sampai kita terlambat."
Faeyza mendongak ketika merasakan belaian lembut pada kepalanya, dia melepas kerudungnya itu pun tanpa sengaja tapi Suaminya bilang tidak mengapa tanpa kerudung dalam kamar, tidak dosa juga jika wanita membuka auratnya di hadapan Suami sendiri.
"Mas, apakah mas sudah baik-baik saja? Emm, maksud ku aku minta maaf. Tadi aku tidak sengaja menyentuh mas, harusnya aku tanya dulu. Apakah mas berpikir bahwa aku adalah seorang wanita yang tidak baik?"
Zein tersenyum tipis, gadis itu terlalu berlebihan dalam berpikir. Mana ada seorang Istri menyentuh Suami sendiri dikatakan wanita tidak baik, justru itu sangat baik."Istriku, kenapa kamu berkata begitu? Aku ini adalah Suami mu, kamu bebas menyentuh ku. Seorang Istri menyentuh Suaminya atau Suami menyentuh Istrinya, itu merupakan perbuatan terpuji dan mendapat pahala di sisi Allah."
Pria itu duduk di samping sang Istri lalu menggenggam tangannya lembut."Sayang, dengar aku baik-baik. Kanjeng Nabi Muhammad mengajarkan 15 hal dalam rumah tangga, yang pertama, tidur satu selimut. Kedua, makan dan minum bersama. Tiga, sering mencium Istri. Seperti ini ..." Zein mengecup pipi putih gadis itu membuat sang gadis membeku seketika saat merasakan sentuhan bibir lembut milik Suaminya menepel di kulit wajahnya.
"Empat, mandi bersama. Nanti kalau kita bisa mandi bersama, jangan khawatir, kita sudah sah, tidak akan ada yang menyebutmu perempuan tidak benar. Lima, menyisir rambut." Zein mengambil sisir di atas meja lalu meraih surai hitam panjang sang Istri dan mulai menyisirnya.
"Rasul itu selalu mengajarkan hal yang baik pada seluruh umatnya termasuk saat memperlakukan seorang Istri, wanita dinikahi bukan untuk dijadikan pembantu atau budak, melainkan untuk diberikan kasih sayang. Nanti aku akan jelaskan yang lain lagi, sambil kita menjalani rumah tangga yang baik. Kamu juga jangan sungkan padaku, apa lagi kalau kamu tidak bisa menahan hasrat. Tidak masalah kamu melampiaskan hasratmu pada ku, karena aku adalah Suami mu. Nah, rambut mu sudah rapi. Sekarang aku akan mengambilkan mu baju,." Zein bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mengambil gaun warna pink di atas meja, gaun itu masih terbungkus rapi karena memang masih baru.
Faeyza tidak mampu berkata apapun selalain hanya bisa mengagumi sosok pria yang telah dinikahinya tersebut, pria itu sungguh memperlakukannya dengan sangat lembut, bahkan mengajarkan tentang berumah tangga yang romantis seperti yang diajarkan Kanjeng Nabi dengan cara yang tidak mebosankan.
Zein kembali dengan membawa gaun tersebut."Ini untuk mu."
"Mas, apakah mas bersedia membantu berganti pakaian?" entah apa yang gadis itu katakan tiba-tiba mengatakan kalimat tersebut.
"Baik." Perlahan Zein mulai membantu Istrinya melepaskan bajunya hingga mengganti dengan gaun yang baru saja dibeli. Terlihat elegan dan simple."Ini mas pasti mahal membelinya," komentar Faeyza.
"Istriku, sudah menjadi kewajiban ku memberikan yang terbaik untuk mu. Allah memberikan ku rizky yang melimpah, kalau aku hanya memberi mu baju dengan harga tak pantas dan tidak berkualitas, maka aku akan termasuk orang yang kikir," jawab Zein.
Faeyza tersenyum."Mas ada-ada saja, sekarang aku sudah siap. Ayo kita keluar."
Zein mengangguk, ia berjalan di depan Istrinya. Gadis itu ingat bahwa tidak ada salahnya jika seorang Istri menggandeng tangan Suaminya, ia meraih lengan sang Suami lalu memeluknya manja.
**
Tanvir duduk dengan malas di halaman belakang, acara sukuran atau kalau dirinya menyebut itu santunan anak yatim dan fakir miskin. Karena mayoritas yang diundang hanya dari kalangan tak mampu saja, satu pun tidak ada seorang bangsawan yang ikut, terlihat Fira dan Maulana beramah taman dengan para anak yatim serta fakir miskin. Mereka membag-bagikan sesuatu, ada yang diamplop itu kemungkinan uang serta sembako pada fakir miskin. Tak lama kemudian, Zein datang bersama Faeyza. Mereka berdua menghampiri Tanvir terlebih dulu sebelum bergabung dengan kedua orang tuanya.
"Tanvir, kenapa kamu di sini? Apakah kamu tidak ingin membantu Ayah dan Ibu?" tanya Zein sesekali memperhatikan kedua orang tuanya.
"Sudah banyak orang yang membantu, Kak. Lebih baik aku membantu Kak Zein saja," balas Tanvir.
"Membantu apa?" tanya Zein tidak mengerti.
"Membantu agar Faeyza segera hamil, aku masih sangat subur, Kak," canda Tanvir sambil berkedip ke arah Kakak Iparnya.
"Cih, ogah. Kamu pikir aku apaan? Aku tidak butuh bantuan mu, aku yakin kok kalau Mas Zein juga mampu," sewot Faeyza jengkel. Kalau saja tidak mengingat hukuman yang diberikan Fira pada Zein, sudah pasti ia akan memukul kepala Adik iparnya tersebut.
"Berhentilah bercanda, Tanvir. Kalau orang lain mendengar, mereka akan berpikir bahwa kamu adalah seorang pria tidak benar. Seorang pria yang menggoda kakak iparnya sendiri," tegur Zein kalem tapi menyimpan ketegasan dan peringatan.
Dari kejauhan Fira melihat kedua anak dan menantunya telah berkumpul, ia pun menghampiri mereka."Zein, kau sudah di sini?"
Zein mengalihkan perhatiannya pada wanita yang telah melahirkannya tersebut."Iya, Ibu. Aku dan Faeyza baru saja sampai, apakah ada yang bisa kami bantu?"
"Tidak, Ibu hanya ingin minta maaf pada mu. Ibu erlalu khawatir pada Tanvir, selain itu Ibu juga mungkin sedikit stress," jelas Fira malu sendiri.
"Ibu, harusnya Zein yang meminta maaf pada Ibu. Karena Zein belum bisa menjadi anak yang baik untuk Ibu, tapi Zein akan berusaha menjadi anak yang lebih baik lagi," balas Zein lembut.
Fira berdiri di samping sang Suami, tangannya mencengkram kemeja milik pria itu, takut kalau sampai mertuanya akan memperlakukan sang Suami dengan bengis.
Tanvir memperhatikan tangan wanita tercintanya."Za, kenapa tangan mu terus menggenggam erat baju Kak Zein? Nanti kalau kusut bagaimana? Kamu takut kalau nanti Kakak akan dipukuli lagi?"
Fira mengalihkan perhatianya pada sang menantu, gadis itu memang terlihat takut tapi juga bersiap kalau misal ada orang yang mencoba untuk menyakiti Suaminya, mirip seperti dirinya saat masih muda.