Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 13 - Episode Tiga Belas

Chapter 13 - Episode Tiga Belas

Calon Imam Ku Episode Tiga Belas

Tiga pasang mata saling memandang dengan tatapn yang berbed, Tanvir menatap gadis pujaannya cemburu karena gadis itu terlihat begitu sibuk mencari perhatian Kakaknya.

"Zein, ada yang ingin aku tanyakan padamu," kata Faeyza sambil terus menatap paras rupawan tersebut.

"Iya, Nona ingin mengatakan apa?" balas Zein sopan.

Tanvir sangat jengkel, ia bahkan tidak fokus pada makanannya."Kenapa aku seperti obat nyamuk di sini?" batinnya kesal.

"Zein menyukai wanita seperti apa?" tanya Faeyza penasaran.

"Setidaknya bukan wanita sepertimu," jawab Tanvir mewakili kakaknya, ketus dan terlihat sekali ada kekesalan dalam nada bicara tersebut.

Faeyza menoleh pada kelasnya tersebut, matanya mendelik tajam."Nggak ada yang tanya sama kamu," sewotnya.

"Za, lagi pula kamu ini sangat aneh. Ada aku yang suka pada mu, kamu malah mengejar kak Zein yang sama sekali tidak tertarik pada seorang wanita. Kak Zein itu lebih suka pada gadis dari pesantren, jadi tahu tentang agama. Apakah kamu berasal dari pesantren?" balas Tanvir gemes pada pujaan hatinya tersebut.

"Ya … bukan juga si, keluargaku juga islam KTP. Sholat saja jarang, hanya kalau lagi ada orang habis meninggal saja," jawab Faeyza sedikit malu ketika menceritakan tentang latar belakang keluarganya.

"Tidak apa, nanti pelan-pelan, Faeyza mengarahkan keluarganya untuk rajin sholat. Yang terpenting tetap harus selalu sopan pada orang tua, hingga tidak akan menimbulkan marahan atau kesalah pahaman," sahut Zein lembut.

"Nah, benar. Zein, kamu selalu mengerti aku." Faeyza hendak menyentuh tangan pria rupawan tersebut tapi langsung ditarik oleh pemiliknya.

"Sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam: "Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya" [13. HR ath-Thabarani dalam "al-Mu'jamul kabiir" (no. 486 dan 487) dan ar-Ruyani dalam "al-Musnad" (2/227), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam "Silsilatul ahaadiitsish shahiihah" (no. 226) dalam riwayat lain, bahwa Kanjeng Nabi Muhammad tidak pernah menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Dari Aisyah radhiallahu'anha (istri Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam), beliau menceritakan tentang baiat kaum wanita (mukminah) kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam sama sekali tidak pernah menyentuh seorang wanitapun dengan tangan beliau, tapi beliau mengambil baiat wanita (dengan ucapan saja dan tanpa berjabat tangan), setelah membaiat wanita, beliau Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda kepadanya: "Pergilah, sungguh aku telah membaiatmu" [19. HSR Muslim (3/1489, no. 1866), bab: Bagaimana (Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam) membaiat wanita]. Faeyza, saya minta maaf kalau tidak bisa mengizinkan mu untuk menyentuh tangan saya. Karena ini dilarang, harap kamu mengerti dan tidak mengulangi lagi. Karena kamu bukan Istriku atau keluarga ku," jelas Zein masih tetap sopan hingga membuat gadis itu merasa malu sendiri.

"Kalau misal Faeyza sudah tidak ada yang ingin dibicarakan, saya pergi dulu. Saya masih banyak urusan." Zein bangkit dari tempat duduknya tapi tidak langsung pergi, ia terlebih dulu menoleh pada sang Adik yang sepertinya belum ingin beranjak dari tempatnya.

"Adikku, apakah kamu ingin kembali bersama ku? Karena aku merasa … tempat ini sangat sepi, aku khawatir kalau ada setan yang menggoda kalian."

"Hah, Kakak benar. Tapi aku juga tidak mungkin meninggalkannya sendiri di sini." Tanvir mengalihkan perhatiannya pada Faeyza.

"Za, ku antar kamu pulang yuk."

Faeyza mengangguk, walau sebenarnya dia sudah berharap kalau yang akan mengantarkannya kembali adalah Zein hingga mereka bisa berdua lebih lama, tapi tentu saja itu tidak akan mungkin. Jangankan berduaan dalam mobil, ingin menyentuh tangannya sedikit saja sudah mendapat ceramah agama geratis.

Tanvir bangkit dari tempat duduknya, ia meraih tangan gadis itu lalu membawanya pergi."Tanvir, padahal baru saja aku menjelaskan kalau apa yang kamu lakukan itu tidak benar. Lalu kenapa kamu melakukannya lagi? Bukankah kamu juga mengerti tentang semua itu?" Zein menggelengkan kepala melihat sikap sang Adik, sepertinya Adiknya itu terlalu terbawa perasaan hingga melupakan ajaran agamanya.

Pria rupawan tersebut menyentuh dadanya, detak jantung yang begitu tidak menyenangkan kembali terasa."Astagfirullah hal adzim." Dia hanya mampu memohon ampun pada Tuhannya. Perlahan ia melangkahkan kaki meninggalkan tempat tersebut, langkahnya terseret karena rasa sakit yang dirasakan semakin tidak terkandali.

Uhuk…

Uhuk…

Sementara itu, Tanvir membukkan pintu untuk gadis pujaan hatinya."Masuk, aku akan mengantarkan mu."

"Tanvir, kamu kenapa si selalu saja kalau di dekat kakak mu kamu terlihat begitu kesal? Apakah kakak mu telah melakukan suatu kesalahan?" tanya Faeyza heran melihat sikap teman sekelasnya tersebut.

"Siapa yang kesal pada kak Zein? Aku mana mungkin ada masalah dengannya, aku hanya cemburu saja kalau kamu lebih suka dekat dengannya. Aku itu suka kamu, berulang kali aku menyatakan perasaan pada mu, setidaknya kamu jangan bikin hati panas," balas Tanvir tidak mau memandang wajah cantik tersebut.

"Terserah kamu saja." Faeyza malas menghadapi sikap aneh dari pria tersebut, ia lebih memilih untuk segera masuk ke dalam mobil agar bisa segera sampai rumah. Melihat sang pujaan hati sudah masuk dan duduk dengan nyaman, Tanvir menutup kembali pintu mobilnya lalu berjalan memutar dan masuk ke bagian kemudi. Setelah itu, ia mengemudikan mobil tersebut.

Maulana baru saja selesai rapat dengan para dosen, saat tidak sengaja matanya melihat sosok putra pertamanya terlihat sempoyongan, bahkan hampir jatuh. Dia pun segera berlari menghampiri putranya tersebut."Zein, apa yang terjadi pada mu?" tanyanya bingung dan khawatir.

"Tidak apa, Ayah. Ini sudah sering terjadi, nanti juga akan hilang sendiri," balas Zein tidak ingin membuat orang tuanya khawatir.

"Baiklah, Ayah tidak akan memaksa mu untuk bercerita. Lebih baik sekarang kamu pulang bersama Ayah, kamu tidak akan sanggup mengemudikan mobil kalau seperti ini." Maulana membantu buah hatinya masuk ke dalam mobil maybac milikny, setelah itu ia menyuruh supir untuk segera melajukan mobil tersebut.

"Zein, apakah selama dua tahun ini, ada masalah dengan kesehatan kamu?" tanya Maulana masih berusaha untuk menenangkan buah hatinya tersebut.

"Ceritanya panjang, Ayah. Yang jelas, aku mengalami kecelakaan dan akibat kecelakaan itu, aku mengalami kerusakan di jantungku. Tapi aku sudah ke dokter, dan kata dokter aku membutuhkan donor jantung," jelas Zein masih berusaha menahan nyeri di dadanya.

Maulana syok mendengarnya, ia pernah mengalami apa yang dialami putranya tersebut. Rasanya sangat sakit ketika organ tubuh yang paling penting terluka."Zein, sesungguhnya Ayah pernah mengalami apa yang kamu rasakan. Tapi … Ayah juga tidak menyerah, bagaimana pun juga … Ayah tidak ingin membuat Ibumu khawatir, Allah itu tidak akan pernah menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Dengan sabar dan sholat serta pasrah padanya, Insya Allah kamu akan mampu melewati semua ini."

"Aku mengerti, Ayah. Terimakasih, tapi … kalau aku pulang sekarang, bagaimana Nenek? Nenek sudah sangat baik pada ku, aku tidak ingin membuatnya merasa kalau aku telah berkhianat," balas Zein penuh pengertian.