Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 17 - Episode 17

Chapter 17 - Episode 17

Diam sambil menundukkan kepalanya lantaran terkena omelan wanita yang sudah melahirkannya.

" Wajahmu merah pasti karena otakmu sudah berpikir yang tidak-tidak."

Maulana senyum melihat Istrinya masih mengomel, sebenarnya kesalahan bukan sepenuhnya pada Tanvir melainkan dirinya karena menggunakan bahasa ambigu.

" Ibu, aku hanya berpikir wajah saja." Tanvir mencoba untuk membela diri sekalipun tadi barangnya sempat berdiri membayangkan digenggam oleh Faeyza, dasar otak kotor.

" Sudah, kalau kamu berani mikir aneh-aneh lagi. Ibu akan kawinkan kamu sama anak tetangga yang putih mulus dan cantik," ancam Fira.

Tanvir mengerutkan kening, ia penasaran tentang anak tetangga yang katanya putih, mulus dan cantik." Ibu, aku sudah menyukai Faeyza. Aku tidak mungkin menikah dengan anak tetangga Ibu itu "

" Ayah juga tidak akan setuju kamu menikah dengan seekor anjing," celetuk Maulana menahan tawa melihat ekspresi wajah buah hatinya, dia yakin kalau sang buah hati sekarang lagi jengkel karena ternyata anak tetangga itu adalah seekor anjing putih yang cantik.

Zein tersenyum tipis, keluarganya adalah keluarga terbaik. Di saat seperti ini masih sempat untuk bercanda.

Fira memicing tajam pada Tanvir." Apa?! Mau marah?!" Sewotnya.

" Mana mungkin aku berani, saya mohon ampun Yang Mulia Ratu, saya undur diri dulu." Tanvir bangkit dari posisi duduknya lalu meninggalkan masjid tempat mereka beribadah, rasanya sangat jengkel dipermainkan tapi mana mungkin bisa marah pada Ibunya.

***

Sehabis sholat isya, Zain ditarik-tarik oleh Tanvir karena diajak ke rumah Faeyza." Ayolah, Kak. Nanti kalau Faeyza sudah terima lamaranku, aku akan bawa Ayah dan Ibu juga."

" Baiklah, kita berangkat." Sebenarnya Zein sangat malas tapi demi adiknya ia terpaksa menurut setidaknya agar sang Adik tidak berpikir buruk terhadapnya.

Sementara itu, Faeyza sedang mengerjakan tugas kampus ketika sebuah mobil maybach hitam berhenti di depan rumahnya. Ia menengok dari kaca jendela, belum pernah ada mobil seperti itu di daerahnya.

" Ada apa, Kak?" Tanya Ulfi penasaran.

" Kamu punya teman orang kaya tidak? Itu mobil maybach hitam di depan rumah itu mungkin datang mencari mu," balas Faeyza.

" Mana mungkin, aku sama sekali tidak memiliki seorang teman anak orang kaya. Mungkin itu teman Kakak," jawab Ulfi.

Faeyza membulatkan matanya ketika melihat dua orang pengendara mobil tersebut keluar dari mobilnya." Itu ..." Dia bahkan reflek bangkit dari tempat duduknya.

Ulfi penasaran dengan apa yang dilihat Kakaknya, ia pun ikut melihat ternyata pujaan hatinya datang." Kak Zein, aku tidak menyangka kalau Kak Zein datang ke rumah. Aku harus menyambutnya dengan baik dan tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini."

Gadis itu langsung berlari menghampiri seorang pria pujaan hatinya, sedangkan Faeyza justru bengong.

***

" Kak, Kakak jangan nikung ya." Tanvir memberi peringatan pada Zein. Pria itu tersenyum simpul melihat sikap posesif sang Adik, lucu dan menggemaskan.

" Assalamualaikum." Tanvir mengucapkan salam, tak lama kemudian pintu dibuka dari dalam. Seorang gadis cantik berambut hitam mengembang.

" Wa'alaikumussalam, wah ada mas Zein," sambut Ulfi dengan senyum mengembang.

Tanvir menghela nafas, selalu saja Kakaknya yang dipandang wanita."Ulfi, Faeyza mana? Aku kesini ingin melamarnya."

" Kak Faeyza di dalam, masih bengong di depan jendela," jawab Ulfi tidak peduli.

Tanvir hendak masuk tapi ditahan oleh Zein." Nona, bagaimana kalau kami tunggu disini saja? Tolong Nona panggilkan Faeyza."

Ulfi mengangguk, ia pun segera masuk dan memanggil saudaranya. Terlihat Faeyza masih berdiri mematung." Kak, Kakak mau dilamar oleh kak Tanvir."

Faeyza tersentak." Apa?"

" Hiih, Kak Faeyza ini mangkanya jangan bengong! Kak Tanvir di depan mau melamar Kakak, siapa tahu mas Zein juga mau melamarku." Ulfi gemes pada Kakaknya karena masih saja bengong tapi senang karena kehadiran pujaan hatinya.

" Jangan terlalu bermimpi." Faeyza membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kaki menemui kedua pria rupawan tersebut.

" Tanvir, mas Zein," sapanya.

"Kamu manggil aku Tanvir saja, sedang manggil Kak Zein ada embel-embel masnya. Harusnya kamu itu manggil aku itu, kanda Tanvir, biar lebih romantis," sewot Tanvir.

"Halah, kandang kali," balas Faeyza tidak kalah sewot.

" Ehem." Zein meminta perhatian, dia merasa canggung dengan kemesraan sepasang kekasih tersebut.

Faeyza tersenyum canggung, ia berjalan kearah kursi sebelah pria tersebut namun ditarik oleh Tanvir hingga terjatuh di kursi sampingnya. Gadis itu melotot tajam, hampir saja jantungnya berhenti berdetak karena terlalu terkejut. Detik berikutnya kembali ramah dan tersenyum pada Zein." Mas Zein, apakah ada keperluan pada saya?" Tanyanya ramah.

" Benar, saya ingin melamar Nona Faeyza," jawab Zein lembut tapi kalimat tersebut belum sepenuhnya namun gadis itu sudah salah arti dan mengangguk senang.

" Iya, mas. Saya bersedia, saya akan menjadi Istri yang baik untuk mas Zein," jawab Faeyza cepat bahkan seakan sudah dipersiapkan untuk waktu yang lama.

Tanvir melotot horor, sepertinya ada kesalahpahaman di sini." Za, Kak Zein bukan melamar mu untuk menjadi Istrinya, tapi untuk jadi Istriku. Tapi sepertinya kamu senang sekali kalau menikah dengan Kak Zein." Sedih dan putus asa.

Zein merasa tidak enak hati pada Adiknya, bagaimanapun juga dirinya memang bukan melamar untuknya.

" Itu benar, Nona. Adik saya sangat tulus pada Nona, jadi ingin melamar Nona Faeyza menjadi Istrinya. Saya sangat bersyukur karena ternyata Nona setuju menikah dengan Tanvir, kalau begitu biar nanti Ayah dan Ibu saya datang dan meminta langsung kedua orang tua Nona Faeyza," katanya membenarkan ucapan Adiknya.

Faeyza tidak bisa berkata apapun lagi, dia tidak tahu harus bagaimana. Karena memang ia ingin bersama Zein karena menganggap bahwa pria itu adalah seorang yang hadir dalam mimpinya.

" Maaf, aku masih harus mengerjakan tugas yang belum selesai." Ia bangkit dari tempat duduknya lalu masuk kembali kedalam rumah.

Tanvir tertunduk lesu, lagi-lagi dirinya kalah dari sang Kakak." Harusnya tadi aku mengajak Ayah atau Ibu saja, sekarang aku malah harus menerima kenyataan bahwa dia sungguh ingin menikah dengan Kak Zein."

" Tanvir, Kakak minta maaf. Aku juga tidak tahu ini akan seperti ini," sesal Zein.

" Sudahlah." Tanvir tidak peduli lagi, ia bangkit dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan saudaranya.

Zein menghela nafas, entah apa yang dipikirkan adiknya tersebut, sekarang malah meninggalkan dirinya di depan rumah orang sendirian. Ia mengambil ponsel lalu menghubungi supirnya."Shadiq, tolong kamu jemput aku."

Mansion Mizuruky

Maulana menoleh pada Shadiq saat pria itu tiba-tiba keluar sambil membawa kunci mobil, hampir 2 tahun supir pribadi putra pertamanya itu tidak lagi menggunakan mobil silver milik buah hatinya, biasanya pakai mobil khusus Fira.

" Pak Shodiq, bukankah Zein bersama Tanvir?"

" Benar, Tuan besar. Tapi baru saja mas Zein tadi meminta saya menjemputnya," jelas Shadiq.

" Mmm." Maulana mengangguk, sepertinya Tanvir meninggalkan Zein di suatu tempat, entah apa lagi yang anaknya itu lakukan, tidak tahukah bahwa saudaranya itu tidak sehat. Tengah malam main tinggal saja.