Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 23 - Episode Dua Tiga

Chapter 23 - Episode Dua Tiga

Calon Imam Ku Episode 23

Setiap wanita pasti menginginkan sosok pemimpin yang lembut, penyayang, sabar dan bijaksana untuk menjadi pendamping hidupnya. Setelah Tanvir keluar dari ruangan Zein, kaki Faeyza terasa lemas dia hampir saja terjatuh kalau owner ZEM itu tidak menopang tubuh ringkih tersebut.

Iris kecoklatakan beradu dengan iris safir, terang dan jernih. Kedua pria itu memiliki warna mata yang sama tapi pancaran sinar mereka sangat berbeda."Iza, kamu baik-baik saja?" tanya Zein khawatir.

Gadis itu mengangguk, setelah itu Zein melepaskannya dan memintanya untuk duduk di sofa mewah berwarna putih yang ada di ruangan tersebut. Dia mengambilkan segelas air dan memberikannya pada Faeyza.

"Minumlah."

Faeyza mengambil gelas tersebut lalu meminumnya secukupnya, Zein duduk di depan gadis itu di sebrang meja."Kamu terkejut melihat sikap Tanvir?" tanya Zein memastikan.

Faeyza mengangguk, siapapun wanita pasti akan sangat terkejut melihatnya. Menghajar saudara sendiri tanpa ampun setelah tahu salah hanya meminta maaf biasa saja tanpa memeriksa kondisi sang saudara, sungguh manusia aneh.

"Tanvir itu anak yang baik, dia itu hanya tempramental saja. Dia cemburu pada ku, dia takut kalau aku merebut mu darinya. Tanvir sangat serius pada mu, apakah Iza tidak bisa mempertimbangkan untuk menikah dengannya?" jelas Zein.

Gadis itu menggeleng."Tidak, aku takut pada orang yang keras seperti itu. Kalau tiba-tiba nanti aku salah, dia akan menghajar ku hanya karena sebuah kesalah pahaman. Lebih baik aku menikah dengan orang biasa saja, tidak perlu tampan dan dari keluarga bangsawan. Aku hanya ingin suami seperti mas Zein, mas sangat sabar dan bijak. Mas tidak menggunakan emosi dalam menyikapi sesuatu."

Zein tersenyum simpul, lagi-lagi gadis itu merayunya."Iza, apakah kamu berpikir kalau aku tidak pernah memukul orang?"

"Aku tidak berkata seperti itu, mas. Tapi aku yakin kalau mas melakukan itu pasti mas punya alasan. Mas juga tidak akan memukul saudara sendiri," jawab Faeyza.

"Siapa bilang? Saat Tanvir kecil, aku bahkan pernah menamparnya," balas Zein, dia ingin tahu ekspresi gadis itu setelah mendengar ceritanya.

"Kenapa?" tanya Faeyza penasaran.

"Karena dia mengatakan kalimat dusta, dia mengadu domba orang. Sekali pun aku tahu kalau waktu itu dia tidak mengerti bahwa perbuatannya itu tidak baik, tapi aku tetap menamparnya hingga dia tidak berani lagi melakukannya, sampai sekarang Tanvir tidak berani berkata dusta," jawab Zein. Faeyza baru tahu kalau ternyata pujaan hatinya itu sangat tega, anak kecil ditampar. Ia tidak tahu saja kalau waktu itu Zein juga masih kecil, jadi mana mengerti cara mengajari anak dengan baik.

"Sudah, kamu istirahat saja di sini dulu. Aku ada meeting penting dengan dewan komisaris, aku akan kembali kalau sudah selesai." Pria itu bangkit dari tempat duduknya lalu pergi mengambil jaz miliknya dan memakainya.

"Mas Zein," panggil Faeyza.

"Ya," jawab Zein tanpa berbalik, dia masih mengancingkan kancing jasnya.

"Tadi … aku lihat mas Zein dipukul terus, apakah mas Zein tidak merasa sakit? Apakah mas tidak perlu ke dokter? Bagaimana pun juga perut itu adalah area yang tidak boleh dipukul, tadi mas bahkan terbentur dan sepertinya itu mengenai ulu hati mas," kata Faeyza.

Zein membalikkan tubuh, ia memandang gadis itu lucu. Detail sekali memperhatikan dirinya, dia bahkan tidak tahu dengan jelas bagian mana yang terbentur hanya merasa sedikit sesak napas dan memang terasa nyeri.

"Apakah dari tadi Iza memperhatikan ku? Iza takut kalau sampai terjadi sesuatu padaku?"

"Benar, aku memperhatikan mas Zein. Aku selalu merasa kalau aku sangat tidak ingin terjadi sesuatu pada mas Zein. Mas Zein sangat lembut, bagaimana kalau sampai terluka?" jawab Faeyza. Pria itu tersenyum simpul.

"Aku pergi dulu, Assalamualaikmu," pamitnya.

"Walaikumussalam," jawab Faeyza. Setelah pria rupawan itu pergi, ia mengingat kembali kejadian dalam mimpinya ketika sosok pria dalam mimpi tersebut.

Dalam mimpi …

Seorang pria mengenakan kemaja Commany dan celana warna Penny keluar dari sebuah ruangan, sedangkan Faeyza berdiri di samping pintu tersebut. Lagi-lagi dia tidak bisa melihat wajah sosok pria tersebut. Pria itu menoleh kearahnya lalu mengambil tangannya dan membawanya pergi, mereka berjalan sambil bergandengan tangan hingga tiba di sebuah tempat mirip tebing. Di bawah tebing tersebut adalah jurang yang ditumbuhi pepohonan, meski begitu terlihat begitu indah jika dipandang dari tempat mereka berdi.

"Kenapa kamu membawa ku ke sini?" tanya Faeyza penasaran.

"Bukankah kamu merasa kalau tempat itu sangat indah? Banyak ditumbunhi pepohonan, seperti hati mu yang selalu damai ketika mengharapkan cinta dari Allah sekali pun kamu merasa bukan orang yang berdiri di tempat atas," jelas sosok tersebut.

Faeyza ingin mendongak menatap wajah itu, hanya dari samping terlihat pipi putihnya serta hidung mancungnya. Tak lama kemudian, pria itu menariknya dalam pelukan, terasa hangat dan damai serta nyaman dalam dekapan hangatnya.

Mizuruky Corp …

Maulana menggeram kesal melihat kelakuan Tanvir pada Zein, ia sebenarnya tidak bermaksud memata-matai kedua anaknya tersebut. Hanya saja penasaran apa yang dilakukan putra pertamanya, bagaimana pun juga dia baru masuk setelah dua tahun menghilang. Sengaja memasang kamera pengawas kecil untuk memastikan bahwa tidak ada kecurangan apapun selama Zein tidak ada.

"Ya Allah, Astagfirullahal Adzim. Tanvir, kamu sungguh sangat keterlaluan, Ayah sudah memberi peringatan pada mu agar tidak berkelahi dengan saudaramu hanya karena seorang wanita yang belum memiliki hubungan apapun dengan mu," geramnya. Ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu melangkahkan kaki meninggalkan ruang kerjanya. Di luar, supir sudah menyiapkan mobil untuknya. Pria enam puluh tahun tersebut memerintahkan sang Supir untuk membawanya ke ZEM Corp, dia harus memberi peringatan tegas pada buah hatinya. Sekalipun mereka sudah dewasa, tapi baginya kedua anaknya itu tetaplah bayi mungil yang selalu mendapatkan perhatian penuh darinya.

ZEM Corp …

"Siang Tuan Besar." Setiap staf dan karyawan menyapanya, dia hanya tersenyum ramah menanggapi mereka. Langkahnya menuju ruang presdir tapi belum sampai ia tiba, di jalan bertemu dengan kedua buah hatinya tersebut. Mereka terlihat sedang membahas sesuatu, mungkin ZEM dan ZTM akan melakukan kerja sama membuat pameran perhiasan menggelar acara amal.

"Zein, Tanvir," sapanya.

Tanvir tersentak mendengar suara sang Ayah, ia menelan ludah sendiri. Pria paruh baya itu pasti akan marah atau mengamuk, siapa yang tidak tahu kalau Ayahnya itu saat berusia tujuh belas tahun sudah menjadi pimpinan mafia di Jerman {baca suami terbaik untuk kisah Maulana dan Fira }.

Zein tersenyum ramah, ia langsung menghampiri orang tuanya lalu mengambil tangan pria itu dan mencium punggung tangannya sebagai suatu penghormatan."Ayah, apakah Ayah memiliki keperluan dengan ku? Atau Ayah mencari Tanvir?" tanyanya sopan.

Rasanya Tanvir ingin lari melihat ekspresi Ayahnya yang terlihat ramah tapi iris safirnya seakan berkata"mau lari kemana kamu".