Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 25 - Episode 25

Chapter 25 - Episode 25

Calon Imamku Episode 25

Waktu menunjukkan pukul satu siang hari, Faeyza bersiap meninggalkan kantor karena dia harus menepuh pendidikannya sebagai seorang guru sekolah dasar. Setelah itu ia melangkahkan kaki menuju pintu keluar, taka sengaja melihat Zein duduk di teras sambil membungkukkan tubuh. Segera saja dihampiri pria tersebut.

"Mas Zein, mas sakit? Bagaimana kalau kita ke rumah sakit saja?" Tanpa perduli kalau nanti pria itu akan protes, ia langsung memapah pujaan hatinya tersebut dan menghentikan taksi padahal sebenarnya Zein memiliki supir pribadi.

"Pak kita ke rumah sakit terdekat ya," pintanya.

"Baik, neng." Supir taksi segera melajukam mobilnya meninggalkan ZEM Corp.

Faeyza menolehkan kepalanya pada sosok pria bermata safir tersebut, wajahnya nampak pucat dan keringat membanjiri pelipisnya. Pria itu terlihat begitu menderita."Mas Zein, apa yang sebenarnya terjadi pada mas? Kenapa mas seperti bukan sakit biasa?" tanyanya khawatir.

"Tidak apa, mungkin aku hanya telat makan," jawab Zein tidak jujur, tentu saja dia tidak ingin mengatakan alasan yang sesungguhnya.

Tangan gadis itu gatal ingin menyentuh perut Zein, setidaknya dia ingin memeriksa bagian mana yang sakit tapi ditahan karena nanti pujaan hatinya itu tidak akan suka. Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit, Faeyza membantu pria itu turun dan memanggilkan perawat.

Faeyza menunggu dengan cemas di depan ruang UGD, sungguh tidak dapat membayangkan kalau sampai terjadi sesuatu pada pria selembut itu. Setelah menjalani pemeriksaan Zein bangkit dari tempat tidurnya, dia tidak ingin terlalu lama berada di rumah sakit, semenjak kecelakaan maut dua tahun lalu sebenarnya ia sering masuk rumah sakit.

"Dokter, Sean. Bagaiamana? Tidak ada yang salah dengan diri ku bukan? Apakah aku hanya maag biasa?" tanyanya setelah duduk di depan kursi dokter tersebut. Bukannya menunggu saja di ruang UDG malah keluar lewat belakang menemui dokter.

"Sepertinya tidak sesederhana itu, mas Zein. Apakah mas baru mengalami kecalakaan atau terkena penda tumpul? Karena saya lihat di sini mas terkena cidera pada limpa akibat terkena benturan keras," jelas dokter Sean.

Zein terdiam, sepertinya ini adalah pukulan yang dilakukan oleh Tanvir tapi tidak mungkin mengatakan kalau Adiknya sendiri yang melakukannya."Apakah berbhaya?"

"Tentu saja, tapi saya salut mas masih bisa berdiri dan bangun dari tempat tidur. Saya sarankan mas segera menjalani operasi agar luka tidak semakin melebar dan memperburuk keadaan mas sendiri," balas Sean lagi.

"Terimakasih, tapi saya rasa ... rasa baik-baik saja. Terimakasih dokter Sean, kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum," pamit Zein. Ia bangkit dari tempat duduknya lalu melangkahkan kaki meninggalkan ruangan dokter tersebut.

"Kalau aku menjalani operasi, Ayah akan tanya alasannya. Tanvir akan mengalami masalah lagi, sementara mungkin tidak perlu. Karena aku masih bisa untuk menahan rasa nyeri ini," katanya.

Tak sengaja ketika melewati ruang UGD, ia melihat Faeyza masih berdiri dengan ekspresi cemas. Zein berjalan menghampiri gadis tersebut."Iza, aku pikir kamu sudah ke kampus."

Faeyza tersentak, rasanya hampir menangis melihat pria itu baik-baik saja."Mas, bagaimana? Apakah perut mas masih terasa sakit? Bagaimana kalau mas istirahat saja?"

"Iza, kamu tenang dulu. Aku baik-baik saja, tidak perlu cemas seperti itu. Dan nanti di kampus jangan cerita pada Tanvir, dia akan sangat merasa bersalah. Sekarang aku akan mengantarkan mu ke kampus, aku sudah menelpon supir," jawab Zein berusaha menenangkan gadis tersebut.

Faeyza mengangguk, ia pun mengikuti pria tersebut. Ternyata benar, di depan rumah sakit sudah ada mobil maybach hitam menunggu mereka. Shadiq keluar dari mobil lalu membukakkan pintu untuk majikannya, setelah itu menutupnya kembali. Dia berjalan memutar dan menempati kursi kemudi.

"Pak, kita ke universitar Madangkara. Iza harus kuliah," pinta Zein.

"Baik, mas." Supir itu langsung melajukan mobilnya menuju universitar Madangkara. Sepanjang perjalanan Zein masih memikirkan ucapan dokter bahwa dirinya harus menjalani operasi untuk limpanya serta mendapatkan donor hati, sedangkan dirinya sama sekali tidak menginginkan. Matanya melihat keluar jendela, membayangkan bagaimana reaksi Ayah dan Ibunya kalau tahu bahwa dirinya terluka karena perbuatan Adiknya, ia menghela nafas."Astagfirullah hal adzim, rasanya tidak akan mungkin aku untuk mengatakannya," katanya.

Faeyza menoleh ke samping ketika mendengar ucapan pria tersebut."Mas Zein, mas kenapa? Sepertinya mas sedang ada masalah," tanyanya.

Zein mengalihkan perhatiannya pada gadis itu."Tidak apa, Iza. Mas hanya merasa ... kasihan Tanvir, sebenarnya dia adalah anak yang baik. Tapi terkadang suka tempramental."

"Mas, kenapa mas selalu mendukung apapun yang Tanvir lakukan? Bahkan ketika mas dipukuli pun, mas tidak membalas," tanya Faeyza lagi.

Pria itu tersenyum simpil, ia tahu maksud pertanyaan gadis itu."Iza, Tanvir adalah satu-satunya adikku. Mana mungkin aku akan melakukan itu? Lagi pula ... Ayah sedang sakit, sekalipun Ayah tidak mengatakannya, tapi sebagai Anaknya aku tahu betul bagaimana Ayah ku. Ibu sering menangis sendiri setiap kali hanya sendirian, Ibu bilang Ayah sakit lagi. Tapi Ayah tidak mau dibawa ke dokter."

Faeyza sedikit tidak percaya, mana mungkin Maulana yang terlihat begitu sehat dan bertenaga bisa sakit. Bahkan pria di sampingnya jauh terlihat seperti orang sakit keras."Mas, mas serius tidak apa-apa? Jujur saja ... tadi aku melihat ... pukulan Tanvir sangat keras, bahkan sampai berbunyi. Kalau hanya sekali mungkin tidak masalah, tapi tadi aku melihat Tanvir melakukannya berkali-kali."

Tanvir tersenyum kecil, lagi-lagi gadis itu membahas itu. Tapi apa yang dikatakannya memang benar, ia bahkan sampai terkena Trauma Abdomen pada limpanya.

"Sudah, kamu tidak perlu membahas itu. Nanti Iza akan menjadi takut pada Tanvir."

Ckit ...

Shadiq menghentikan mobilnya mendadak ketika melihat segerombolan preman menghadang mereka."Ada apa, pak?" tanya Zein terkejut karena mobil berhenti mendadak.

"Mas, di depan ada banyak preman menghadang kita. Sepertinya mereka bukan orang biasa," jawab Shadiq.

"Mana mungkin mereka bukan manusia biasa, aku melihat mereka juga seperti kita," kata Zein sambil memperhatikan para preman tersebut.

Faeyza langsung mengambil ponsel lalu mengirim pesan pada Tanvir, bagaimana pun juga Zein baru keluar dari rumah sakit, dan mungkin belum pulih beneran, karena itu tidak mungkin mengalahkan preman sebanyak lebih dari tiga puluh orang.

{Tanvir, kamu harus menolong ku. Wajib, aku bersama mas Zein dicegat preman. Kamu sangat hebat dalam berkelahi, aku kirim lokasinya pada mu}

Tanvir mengerutkan kening membaca pesan gadis itu, ia sudah berada di kampus. Bibirnya tersenyum mengejek."Bukankah kamu sangat memuji Kak Zein, sekarang kamu buktikan saja. Aku atau dia yang dapat melindungi mu," katanya. Setelah itu dia memasukkan kembali ponsel miliknya.

Sementara itu, para preman yang berjumlah tiga puluh orang tersebut turun dari motor dan menghampiri mobil Zein.

Dag ...

Dag ...

Pimpinan mereka menggedor jendela mobil maybach tersebut."Mas, bagaimana ini?" tanya Shadiq panik,

"Tenang saja, biar aku yang menghadapi mereka. Kalian berdoa saja, semoga Allah melindungi kita semua," balas Zein. Fayza panik, mana mungkin dia akan membiarkan pria rupawan itu menghadapi para preman tersebut.

"Bissmillahhirrorman nirrohim ..."