Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 28 - Episode 28

Chapter 28 - Episode 28

Malam telah datang, sehabis sholat isya keluarga Mizuruky datang ke rumah Faeyza. Maulana membawakan seserahan untuk melamar gadis itu, sengaja hanya bersama Istrinya. Dhania dan Ghifari menyambut mereka dengan ramah dan tangan terbuka sekalipun tidak tahu maksud dan tujuan kedatangan tamunya tersebut.

"Tuan Besar dan Nyonya besar kemari ada keperluan apa?" tanya Ghifari sopan, dia sudah bekerja di perusahaan Mizuruky menjadi tukang kebun sangat lama, baru kali ini majikannya itu datang berkunjung.

"Saya ingin melamar Faeyza untuk Zein, saya rasa hubungan mereka sangat dekat. Jadi Saya ingin mereka segera menikah," jelas Maulana ramah.

Ghifari sedikit terkejut dia mengalihkan perhatiannya pada putri pertamanya seakan meminta penjelasan tentang kedekatan hubungannya dengan pemilik perusahaan ZEM tersebut."Ayah, aku bukan seperti itu. Mas Zein adalah orang yang sangat sopan, tapi tadi siang kami diserang preman, untuk melindungi ku mas Zein memelukku. Tapi sebenarnya aku sama sekali tidak keberatan kalau menikah dengan mas Zein," jelas Faeyza.

Sebenarnya Ghifari dan Dhaniya merasa ini masih terlalu cepat, tapi mereka tidak enak hati kalau menolak di depan bossnya, mungkin kalau hanya bertunangan tidak masalah."Baiklah," jawab Ghifari.

"Sukurlah, kalau begitu karena Zein masih di rumah sakit, besok akad nikahnya di rumah sakit saja. Tenang saja, berapapun mahar yang diminta, akan dipenuhi. Maaf bukan maksud apapun, hanya saja kdepannya biar Zein dan Faeyza tidak melakukan sesuatu yang membuat mata sepet," kata Maulana, sebenarnya pria itu bukan fanatik atau apa. Hanya saja memang ingin menjaga agar tidak ada lagi adegan pelukan sekalipun tidak sengaja antara pria dan wanita.

"Apa? Apa itu tidak terlalu cepat? Lagi pula Faeyza masih delapam belan tahun, bagaimana nanti?" tanya Dhaniya merasa ini terlalu mendadak.

"Tidak masalah, Saya menikah dengan Fira waktu itu saat usianya delapan belas tahun. Saya tidak memaksanya untuk memenuhi kewajiban sebagai Istri di atas tempat tidur selama dia belum siap, tapi setidaknya saat kami bersama, tidak akan ada setan yang mencoba untuk mengganggu. Kami akan lebih bebas,Insya Allah Zein akan memperlakukan Faeyza dengan baik," jawab Maulana meyakinkan.

"Aku tidak keberatan, paman. Aku bersedia menikah dengan mas Zein, mas Zein sudah menyelamatkan ku," sahut Faeyza. Ghifari dan Dhaniya tidak bisa berbuat apapun lagi, mereka hanya bisa mengangguk.

Rumah sakit umum..

Tanvir terus merengut di depan Kakaknya, sekalipun tahu kalau mereka berdua juga tidak akan bisa menolak perintah Maulana, tapi tetap saja rasanya tidak rela melihat wanita yang disukainya menikah dengan pria lain sekalipun itu adalah Kakanya sendiri.

"Tanvir, Kakak tidak tahu harus berkata apa lagi. Tapi … "Zein menganggtungkan ucapannya."Setelah nanti Kakak tidak ada, kamu bisa menikah dengannya," batinnya mengingat kalau kondisi jantungnya semakin serius.

"Kenapa Ayah lebih memilih Kak Zein? Faeyza juga menyukai Kak Zein," kata Tanvir heran.

"Aku rasa Faeyza hanya terbawa perasaan karena menganggap ku adalah seorang pria yang ada dalam mimpinya. Kalau aku boleh jujur, aku tidak merasa kalau pria itu adalah aku," kata Zein mengingat kembali setiap mimpinya, ia selalu bermimpi berada di sebuah taman rumput hijauh dan duduk si bawah pohon rindang, tidak ada mimpi bertemu dengan seorang wanita.

"Kenapa harus begitu? Sudalah, jika aku tidak bisa mendapatkannya sekarang aku tunggu dia menjadi janda saja," balas Tanvir dongkol, dia bangkit dari tempat duduknya.

"Kak Zein, aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa, Kakak telpon aku saja. Aku memang kesal karena Faeyza akan menikah dengan mu, tapi itu juga bukan keinginan mu," lanjutnya.

"Hati-hati," jawab Zein.

"Hm." Setelah itu Tanvir membalikkan tubuh dan melangkahkan kaki meninggalkan ruang rawat saudaranya tersebut, Zein memandang nanar punggung adiknya. Sebenarnya dia tidak tega, tapi ia juga tidak ingin menolak permintaan orang tuanya. Anggap saja ia egois mengambil kesempatan dalam kesempitan, tapi gadis itu pun tidak menyukai Adiknya, kalau dipaksa menikah dengan Tanvir juga tidak akan bahagia.

##

Seorang pria mengenakan kemeja biru nafi dan celana hitam berdiri sambil menundukkan kepalanya di tengah derasnya hujan, sosok tersebut terlihat begitu sedih dan kecewa. Bibirnya terkatup rapat tidak ada satu puk kata yang keluar dari mulutnya.

Faeyza tidak mengerti kenapa pria itu terlihat begitu sedih, ia menghampirinya."Kenapa berdiri di sini? Kau selalu hadir dalam mimpi ku dengan wajah berseri-seri, kenapa sekarang kamu murung?"

"Selamat, semoga Allah selalu melindungi mu. Aku akan selalu menunggu mu."

Faeyza terbangun dari tidurnya, ia memperhatikan sekelilingnya. Tidak disangka kalau ini sudah menunjukkan pukul 1 siang, dia menunduk memperhatikan penampilan sediri. Masih mengenakan busana pernikahan, seingatnya beberapa jam yang lalu melakukan ijab tapi setelah itu tiba-tiba mata berat dan tiba-tiba bermimpi seperti itu, sekarang dirinya berada dalam sebuah kamar besar dan di atas ranjang, bukan kamar rumah sakit, bukankah tadi ijabnya di rumah sakit?

Cklek …

Faeyza tersentak ketika mendengar suara pintu terbuka, ia pun langsung bangun dari tempat tidur dan mencari sesuatu untuk melindungi diri. Siapa tahu yang datang itu pencuri, atau dirinya sedang diculik.

Satu, dua, tiga. Gadis itu menghitungnya dalam hati, setelah hitungan ketiga dia langsung melemparkannnya.

Ctak …

"Astagfirullahal Adzim."

Gadis itu terkejut karena orang yang tadi masuk ke dalam kamar mewah dan besar itu akan Zein Ekky Maulana. Dia segera menghampiri pria tersebut khawatir kalau kepalanya bocor karena lemparan benda keras tersebut, seperti biasa ia selalu reflek menyentuh kepala pria tersebut sekalipun sambim berjinjit untuk memeriksa luka. Hanya saja kali ini Zein tidak menepis bahkan membiarkan saja wanita itu melakukannya.

"Mas Zein, aku minta maaf. Aku pikir yang datang tadi bukan mas, tapi penculik yang sengaja datang untuk menggagalkan rencana pernikahan kita lalu menyekapku di tempat ini," katanya sambil terus memeriksa luka di kepala pria itu, hanya sedikit memar tapi pasti juga sakit.

"Tidak ada yang menculikmu, aku yang menggendong mu masuk ke kamar ini," balas Zein. Seketika Faeyza menghentikan tangannya, ia menurunkan tumit kakinya begitu mendengar kalau pria itulah yang sudah menggendongnya. Matanya menatap tidak percaya.

"Bukankah mas bilang, mas tidak bisa menyentuh wanita yang tidak hal keculai terpaksa. Apakah menggendong ku itu termasuk terpaksa? Karena di tempat itu ada Ayah dan Ibu ku, harusnya Ayah ku yang menggendong ku. Dan … kenapa aku di bawa ke hotel?" tanyanya penasaran.

"Benar, tapi kau adalah Istri ku sekarang. Jadi aku sama sekali tidak harus dalam keadaan terpaksa untuk menggendong mu, dan ini bukan hotel. Ini kamar ku, aku membawa mu kemari karena kamu akan tinggal di sini bersama ku. Tidak perlu khawatir, aku tahu kalau kamu masih terlalu muda, aku tidak akan menuntut mu untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin kau lakukan," jelas Zein, sesekali menyerngit merasakan pusing di kepalanya akibat serangan dadakan dari Istrinya.

Faeyza masih syock, dia tidak percaya kalau sekarang dirinya telah menjadi seorang Istri. Lalu kenapa ia masih memimpikan sosok pria tadi?

Semua masih menjadi misteri.