Calon Imam Ku episode Dua Empat
Suasana tegang menyelimuti Tanvir ketika berada dalam ruangan meeting bersama Maulana dan Zein, Ayahnya itu memang terlihat begitu lembut tapi sangat tegas ketika memberi hukuman.
"Tanvir, apakah kamu ingin sok jagoan di depan Ayah? Bukankah Ayah sering bilang, kendalikan emosimu. Ini yang kedua kalianya hanya karena seorang wanita yang belum jelas kamu memukul Kakakmu. Kalau Zein membalas pukulan mu, dan dia marah. Apakah menurut mu kamu akan baik-baik saja? Kamu harus ingat bahwa Kakak mu itu pernah ikut latihan militer," tegur Maulana.
Tanvir hanya menunduk tak berani mengangkat kepala, sedang Zein prihatin pada Adiknya tersebut. Memang benar dulu dirinya pernah ikut militer tapi setelah kecelakaan dua tahun lalu, tubuhnya banyak yang mengalami kerusakan hingga tidak lagi sekuat dulu.
"Ayah, aku pikir tadi Kak Zein dan Faeyza itu habis melakukan perbuatan seperti apa yang dilakukan Ayah dan Ibu setiap malam," bela Tanvir.
Maulana dan Zein tidak mengerti maksud ucapan pria itu, bukankah semua perbuatan yang dilakukan Maulana pada Fira itu sangat wajar? Bahkan setiap malam mereka tidak melakukan hal yang membuat orang marah.
"Tanvir, maksud mu ... apa yang Ayah lakukan pada Ibu mu setiap malam itu tidak baik? Ayah selalu memanjakannya, setiap malam Ayah menjaganya. Bahkan melakukan surga dunia hingga kalian berdua, siapa yang akan marah kalau seorang Suami melakukan itu pada Istrinya?" balas Maulana.
"Tapi Kak Zein bukan Suaminya Faeyza, kalau mereka melakukan itu bukankah namanya itu jalan menuju neraka," jawab Tanvir gemes karena Ayahnya tidak tahu maksudnya.
"Tanvir, nanti malam setelah sholat magrib jangan lupa untuk menyalin surat al baqoroh serta artinya. Sebanyak sepuluh kali, semoga otak mu tidak selalu berpikir ke arah kotor. Mangkanya kamu segera menikah," omel Maulana berakhir dengan hukuman yang membuat Tanvir melotot horor.
"Ayah, kenapa harus begitu?" protesnya.
"Atau kamu ingin berkelahi dengan Ayah? Jangan harap kamu bisa bangun lagi, tidak perlu membantah. Zein ..." Maulana mengalihkan perhatiannya pada putra pertamanya.
"Jangan coba-coba membantu Adikmu, biar dia jera dan belajar mengendalikan emosi," peringatnya.
"Baik, Ayah," jawab Zein patuh, ia melirik sang Adik. Pasti nanti akan kerja lembur, kurang satu huruf saja, Maulana akan tahu dan meminta pria itu mengulang mulai dari awal.
Maulana bangkit dari tempat duduknya."Ayah lupa kalau ada meeting dengan Surya publisher, Ayah pergi dulu. Assalamulaiakum," pamitnya.
"Walaikumussalam," jawab Zein dan Tanvir bersamaan. Setelah pria enam puluh tahun itu pergi, Tanvir menunju meja di depannya.
"Kenapa aku harus menerima hukuman si?! itu semua karena Kak Zein dan Faeyza. Kenapa kalian menggunakan kalimat yang ambigu seperti itu, nanti malam pasti akan tidak akan tidur. Mana Ayah itu teliti sekali lagi, dulu katanya pernah mengalahkan preman dan memberikan hukuman pada mereka menghafal surat albaqoroh. Ayah sungguh manusia tidak masuk akal," gerutnya.
"Adikku, lebih baik kamu segera mengendalikan emosimu. Faeyza bukan gadis seperti itu, kalau mungkin kamu tidak percaya pada ku, setidaknya kamu harus percaya padanya. Jangan berpikir buruk terhadapnya, apakah kamu tahu? Tadi Faeyza menangis dan ketakutan melihat mu," kata Zein tenang, ia sudah biasa dengan sikap tempramental Adiknya hingga tidak terkejut lagi melihat pria itu marah-marah.
Tanvir mengerutkan kening."Aku harus mencarinya, aku tidak boleh membuatnya semakin tidak suka padaku. Oh ya, nanti masalah surat kerja samanya aku akan menyuruh orang mengantarkannya pada Kakak." Pria itu bangkit dari tempat duduknya lalu keluar dari ruang meeting tersebut.
"Sst ..." Zein mendesis merasakan tiba-tiba perutnya terasa nyeri, ia pun mencengkram perutnya.
"Ya Allah, kenapa perut ku sakit sekali? Dokter tidak mengatakan kalau ada masalah dengan ginjal dan hatiku. Hanya lambung ku sedikit bermasalah, tapi perasaan semalam ini aku tidak pernah merasa sesakit ini," katanya tidak mengerti.
##
Ruang CEO/Owner ZEM.
Faeyza masih duduk menunggu kembalinya sang pujaan hati, ia bahkan sampai lupa kalau niatnya di sini adalah untuk kerja bukan bersantai-santai ria di ruangan Zein.
Cklek ...
Pintu ruangan itu terbuka, gadis itu langsung bangkit dari tempat duduknya karena mengira kalau orang yang datang adalah Zein Ekkya Maulana. Tapi ketika mengetahui bahwa yang hadir adalah Tanvir, ia langsung mundur kebelakang.
"Za, kenapa kamu mundur begitu? Kamu takut pada ku?" tanya Tanvir heran.
"Sudalah, aku mau kerja. Aku di sini bukan untuk dengar kamu, tapi aku mau kerja." Faeyza berjalan cepat menghindari pria itu, ketika hampir melewati pintu. Ia melihat Zein berjalan menuju ruangan tersebut, pria itu terlihat kurang sehat bahkan wajahnya pucat seperti menahan sakit. Meski begitu pria itu tetap membalas sapaan pegawainya ramah.
"Iza, kenapa kamu gemetar seperti itu? Apakah kamu melihat hantu?" tanya Zein bingung melihat gadis itu pucat dan ketakutan.
Greb ...
Faeyza terbawa perasaan dan langsung memeluk tubuh tegap pria safir tersebut. Zein langsung melepaskan pelukan gadis itu, bagaimana pun pria dan wanita yang belum halal tidak boleh bersentuhan apa lagi peluk-pelukan.
Tanvir syock melihatnya, tapi dia harus bisa menahan emosi dan membuat gadis itu tidak takut lagi padanya.
"Iza, tolong jaga sikap mu. Aku bukan Suami mu, jadi kamu tidak bisa main peluk saja," tegur Zein halus.
"Kalau begitu kita nikah saja mas, aku bersedia kok menjadi Istri mas. Ayolah mas Zein." Faeyza sungguh ketakutan, ia melirik Tanvir. Ketika pria itu semakin berjalan kearahnya, dia justru bersembunyi di balik punggu owner ZEM tersebut.
"Za, aku minta maaf kalau sudah membuat mu takut. Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu, jangan bersembunyi begitu. Baiklah, kamu menikahlah dengan Kak Zein, kalau kamu ingin aku menghajar Kak Zein lagi," ancam Tanvir.
Zein menggelengkan kepalanya, Adiknya itu bukan membuat suasana baik tapi justru semakin runya."Tanvir, Faeyza itu takut karena kamu kasar. Bukankah kamu menyukainya? Belajarlah dari Ayah, bukankah dulu Ibu tidak menyukai Ayah dan menyukai paman Andrian?" tegurnya.
"Masak si? Dari mana Kak Zein tahu?" tanya Tanvir penasaran.
Zein tersenyum tipis, ia menepuk bahu Adiknya tersebut pelan."Sudalah, aku harus kembali kerja. Faeyza juga harus kerja, dan kamu juga harus kerja. Kembalilah ke perusahaan mu dan tenangkan pikiran dulu."
"Huff, benar juga. Kalau begitu aku pergi dulu, Za ... sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak bermaksud membuat mu takut, lagi pula Kak Zein juga tidak akan mati hanya karena beberapa pukulan dari ku," kata Tanvir.
Faeyza belum mengatakan apapun, ia masih takut."Aku mau kerja, nanti aku akan pergi ke kampus sendiri."
"Minta Kak Zein saja untuk mengantarkan mu, aku percaya kalau kamu dan Kak Zein tidak akan mengkhianati ku," balas Tanvir. Setelah itu dia meninggalkan tempat itu mengucapkan salam.
"Sst ..." Zein kembali mendesis saat nyeri di perutnya kembali terasa. Melihat pujaan hatinya kesakitan Faeyza khawatir, ia hendak menyentuh pria tersebut tapi ingat kalau pria itu tidak suka disentuh.
"Mas Zein, mas kenapa?" tanyanya khawatir.
"Tidak apa, nanti juga hilang. Aku masuk dulu, kamu pergilah ketempat mu," jawab Zein ramah, setelah itu ia masuk ke dalam ruangannya.
Faeyza masih menatap punggung tersebyt khawatir."Sebenarnya mas Zein kenapa? Apakah karena pukulan tadi? Bisa saja terjadi luka di hati, ginjal atau lambungnya. Aku berharap mas Zain baik-baik saja," batinnya berharap.