Beberapa hari terakhir ini, aku sama sekali tidak berkonsentrasi lagi dengan comik online yang aku buat. Aku merasa stres, yang ada di pikiranku saat ini hanyalah 'bagaimana cara menghindar dan menjauh dari Tandri si pria gila itu'. Setiap malam sekitar jam 10, dia selalu datang kerumakhu dan memintaku membuatkannya makan malam, dan aku maklumi itu, di karenakan kakaknya sudah memiliki keluarga kecilnya sendiri begitu pula juga dengan kakakku Reni.
Kalau hanya sekedar makan malam, aku juga akan kembali memaklumi itu. Tapi ini ... Selama dua minggu ini dia selalu memaksaku untuk membuatkannya sarapan pagi, makan siang dam makan malam, dan parahnya lagi, selama dua hari terakhir ini dia sama sekali tidak kembali kerumahnya, dan melakukan semua aktifitas pekerjaannya di rumahku. Dan yang lebih menjengkelkan lagi, kakakku Reni memberikan kunci duplikat rumah dan kunci kamar miliku padanya.
Huuffff... Rasanya aku mau gila. Jika kalian semua berpikir, 'kenapa kamu tidak mengusirnya saja? Itu khan rumahmu bukan rumahnya!' maka aku hanya bisa mengatakan pada kalian semua, bahwa aku sangat takut padanya, dan setiap kali aku memprotesnya yang selalu berada di rumahku, dia selalu saja menatapku dengan tatapan yang aneh. Jujur saja, tatapannya membuat nyaliku dan teman-temanku menciut seketika.
Dan saat ini aku sedang duduk terbengong seperti orang bego di kamarku, aku menghembuskan napas ketika melihat jam yang berada di atas nakas.
'Sebentar lagi jam 12 siang.' Pikirku. Dan saat ini aku sama sekali belum membuat makan siang untuknya dan untuk diriku sendiri. Lagi-lagi aku menghembuskan napas, dari pada aku pusing dan stres dengan hal yang menjengkelkan ini, mendingan aku keluar untuk jalan-jalan dan mencari inspirasi untuk pembuatan novel selanjutnya.
Akupun mengambil ransel miliku dan menaruh Notebook berukuran sedang di dalam tasku. Setelah itu akupun pergi meninggalkan rumah tercinta. Bodoh amat dengan si pria gila itu, jika lapar, yah masak sendiri. Dia pikir aku ini pembantu rumahnya apa!
Setelah keluar dari rumah, akupun mengendarai mobilku menuju ke supermarket membeli sesuatu untuk makan siangku dan beberapa cemilan dan air mineral.
...
Selama kurang lebih satu jam, aku pun sampai di tempat tujuanku yaitu taman hutan lindung. Aku menyukai tempat ini karena tempat ini banyak di tumbuhi pepohonan, berbagai macam bunga dan rumput kuda, area tempat ini terasa sangat dingin, padahal cuaca di luar sana terasa sangat panas mematikan.
Aku mengeluarkan NB yang ada di dalam tas ranselku dan menaruhnya di atas meja kayu yang sudah tersedia di taman hutan lindung ini. Aku mulai memikirkan deskripsi cerita yang akan aku ketik. Novel yang akan aku ketik saat ini adalah Novel romansa. Novel yang menceritakan tentang kisah cinta seorang pria dan wanita cantik dan sederhana. Aku memasang hetset di kedua telingaku dan memutar lagu-lagu romansa yang terdapat di dalam ponselku, agar aku dapat lebih menghayati apa yang akan aku ketik dan masukan kedalam NB miliku.
Novel
Aku adalah seorang pria yang sama sekali tidak mengerti akan artinya sebuah cinta sejati. Dimataku cinta sejati itu tidak pernah ada di dunia ini.
Tapi...
Sejak saat itu.
Sejak pertama kali aku melihat gadis itu, berjalan melintasi zebra kros pada saat lampu merah. Gadis itu berjalan dan sesekali tersenyum dan tertawa bersama teman-temannya. Dia antara semua orang yang berjalan melintasi, entah kenapa? Gadis itu terlihat sangat menonjol di mataku. Padahal gadis itu hanya memiliki penampilan sederhana dan natural.
Druuuttt... Druuttt...
"Siapa lagi sih yang menelpon di saat seperti ini." Akupun melihat ponselku yang bergetar karena panggilan. Melihat nama yang tertera di layar ponselku, tampa perduli akupun mengabikan panggilan telpon tersebut. Akupun kembali berkonsentrasi dengan ketikanku tadi. Tapi lagi-lagi ponselku berdering sampai membuatku sakit kepala, akupun menjawab panggilan dari Tandri.
"Apa!" Jawabku sedikit kasar.
[Dimana?]
"Siapa?"
[Kamu.]
"Dimana saja aku, itu bukan urusanmu. Jika kamu lapar, silahkan masak sendiri, kalau tidak tau bagaimana caranya memasak, silahkan makan di luar."
[...]
Akupun mematikan sambungan telpon secara sepihak. Bodoh amat, dia mau marah atau tidak, itu bukan urusanku.
Aku menatap ponselku sambil mencibir, "Mengganggu suasana hati saja ... Heeeuuufff ... Aku tidak bisa lagi berpikir.
BRAAKKK...
Sialan. Aku terkejut ketika seseorang dari arah belakang tiba-tiba saja memukul mejaku di kedua sisi kiri dan kanan. Akupun menoleh marah ke belakang dan ingin mengumpati orang yang memukul mejaku secara tiba-tiba. Namun pada saat aku melihat siapa orangnya, akupun membeku, mulutku tiba-tiba saja tidak bisa mengeluarkan suara, dan ponsel yang ada di tanganku terlepas jatuh ketana begitu saja.
"Aku Menangkapmu..."
"...Elen."
...
Aku menatap Tandri yang sedang asik memakan makanan yang aku beli di supermarket beberapa saat yang lalu. Pria gila ini bahkan sama sekali tidak menyimpan satupun untukku, bahkan hanya setetes air putih. Dan sialnya lagi, aku sama sekali belum menyentuh dan memakan apa yang aku beli tadi.
Hoeehh, dia sangat menjengkelkan.
"Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" Tanyaku dengan raut tidak suka padanya.
"Kamu. Apa yang kamu lakukan di tempat ini?" Ucapnya sambil mengalihkan pandangan dari makanan ke arahku.
"Jawab dulu pertanyaanku." Protesku.
"Miting." Jawabnya singkat.
"Miting di hutan?! Omong kosong, aku sama sekali tidak percaya. Dan penampilan macam apa itu, mana ada orang yang miting dengan penampilan sepertimu..."
Penilaian Mata Elen pada Penampilan Tandri
1. Menggunakan kemeja hitam polos.
2. Tiga kancing di buka.
3. Rambut tidak di atur dengan rapi.
4. Lengan baju di gulung sampai siku.
Tandri, "Berhenti menilai penampilanku."
"Aku heran dengan bosmu. Kenapa dia tidak memecatmu? Penampilan suka-suka, sering bolos kerja, dan datang di kantor sesuka hati. Aku jadi penasaran dengan kantor tempat kamu bekerja saat ini..."
"Kalau gitu aku akan mengajakmu besok."
"Tidak perlu."
"Ok. Jam 9, aku akan menjemputmu."
"Eh... Siapa yang bilang setuju mau ikut denganmu!"
"Aku."
Apaan orang gila ini, sesuka hatinya memerintahku.
"Permisi..." Aku mengalihkan pandanganku ke asal suara orang yang baru saja datang di sampingku.
Grebb?
"Ini sama mas Elen yah?"
"Ia ada apayah?"
"Ini pesanannya mas Elen." Grebb tersebut memberikan kantung berwarnah putih padaku dan di dalamnya terdapat dua buah kotak berukuran sedang dan satu gelas Pop ice berwarna hijau tua pudar.
"Bisa mas Elen tanda tangan di sini sebagai tanda terima."
"Ehh? Aku tidak memesannya pak." Jawabku sopan pada bapak Grebb tersebut.
"Aku yang memesanya." Kata Tandri yang duduk tepat di depanku.
"Oh." Akupun mengambil kertas yang di berikan bapak tadi untuk di tanda tangani.
"Semoga harimu menyenangkan." Grebb tersebutpun pergi dari lokasi kejadian. Aku mendorong kotak makanan yang di bawakan tadi ke arah Tandri dengan wajah masam.
Tandri, "Itu untukmu."
"Untuku?"
"Hmm."
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Kenyang." Jawabnya sambil menatapku.
"Oh." Akupun membuka kotak makanan tadi, melihat isi makanan yang ada dalam kotak tersebut membuatku sangat senang, "Ini makanan faforitku." Ucapku dan di balas senyum menawan oleh Tandri.
Makanan dalam kotak tersebut adalah udang yang di goreng menggunakan tepung roti dan nasi beserta setempat kecil sambal untuk dimakan dengan udang. Jujur saja, aku orang yang sangat tergila-gila dengan yang namanya udang. Aku mulai memakan udang tersebut dengan senyum yang terpancar indah di wajahku.
"Sangat imut."
"Hmm, kamu bilang apa Tandri?"
"Tidak. Habiskan makananmu dan kembali ke rumah."
.
.
.
Bersambung ...