14 Nove16 mber 2020
Hingga akhir waktu
Episode 12
Fransis berusaha menahan nyeri perutnya saat injakan kaki Sang istri semakin kaut seiring dengan kemarahan gadis itu terhadapnya, bahkan ketika bertanya juga dengan penuh emosi, padahal kalau bertanya dengan baik-baik mungkin dirinya akan menjawab kalau hatinya ingin, kalau tidak ya abaikan saja.
"Kau bisa membelahnya dan mencari sendiri," jawabnya tenang. Gadis itu semakin kesal dengan sikap Sang suami, tanpa sadar ia semakin menenkan injakannya bahkan seakan menumpukan seluruh berat tubuh di atas kaki yang digunakan untuk menginjak perut suaminya. Ia merasa menjadi wanita yang bodoh karena bercerita mengenai kesedihannya dan masalah dirinya terhadap pria yang kini berstatus sebagai suami tersebut.
"Kau marah?" tanya Fransis. Sonia hanya mengangguk sebagai jawaban, matanya masih terus memperhatikan raut muka Sang suami yang terlihat datar meski terlihat memucat.
"Kalau begitu, turunkan kakimu!" perintah Fransis. Gadis itu menautkan alisnya tidak mengerti maksud ucapan suaminya, bukankah tadi pria itu secara tidak langsung menyuruhnya untuk tidur satu ranjang dengannya, kenapa sekarang memintaknya untuk menurunkan satu kakinya? Apakah dia berniat agar dirinya satu kaki di atas dan satu kaki dibawah jadi menggantung seperti itu?
"Bukankah tadi kau sendiri yang menyuruhku tidur disampingmu," katanya mengingatkan.
"Hn, aku tidak lupa," balas Fransis.
"Lalu, kenapa sekarang kau menyuruhku menurunkan kakiku? Kau pikin atau bagaimana?" kata Sonia menyindir membuat Fransis memandang tajam gadis itu.
"Aku menyuruhmu tidur dengan nyaman di atas ranjang, bukan seekanya menginjak perutku dengan satu kakimu! Kau pikir perutku ini tanjakan?!" balas Fransis tak kalah sinis. Gadis itu mengalihkan perhatiannya pada salah satu kakinya, ternyata memang benar kalau dirinya menginjak Sang suami, betapa kurang ajarnya seorang istri yang menginjak seorang suami. Ia segera mengangkat kakinya dengan cengiran tanpa merasa bersalah.
"Heheh, aku lupa. Aku pikir tadi aku berdiri di atas tanjakan yang lentur," katanya sambil kembali duduk bersimpuh dan dengan bodohnya tangannya mengelus-mengelus perut Sang suami.
"Kau pikir tubuhmu seringan kapas," balas Fransis yang terkena korban istri berdosa. Gadis itu hanya tersenyum tanpa merasa bersalah, melihat Sang istri yang terlihat tidak menunjukkan sedikit pun rasa penyesalan membuat pria itu gemas dan langsung mencekal tangan istrinya lalu menubruknya.
"Uwa…."
Bruk…
Dengan posisi dibawah kungkungan suaminya membuat wajah gadis itu memerah sempurna, pandangan mata saling beradu pandang bahkan dia dapat melihat dengan jelas betapa rupawannya wajah Sang suami tersebut.
"Kau nakal sekali," kata Fransis jahil, jantung Sonia langsung berdegup tidak karuan menyadari akan posisinya saat ini, apa lagi ketika Sang suami mengangkat tangannya untuk menulusi wajahnya.
"Kau ingin melihat sesuatu?" tanya Fransis.
"Se-suatu." Sonia membeo, otaknya sudah berkeliaran kemana-mana.
"Hn, sesuatu," balas Fransis.
"Apa?" tanya Sonia penasaran.
"Aku tidak tahu, apakah terlalu besar atau kecil padamu," jawab Fransis sambil mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka sangat tipis. Wajah gadis itu semakin memerah, hembusan napas pria itu bahkan terasa diwajahnya membuat pikiran gadis itu semakin liar.
"Besar atau kecil?" ulangnya.
"Hn, aku akan membukanya kalau kau mau," tawar Fransis semakin mebuat Sonia semakin deg-degan,"Jangan-jangan yang dimaksud adalah'itu," batinnya gemetararan. Ia melihat tangan suaminya bergerak kearah bawah lalu memegang celananya, buru-buru Sonia menutup mata rapat-rapat karena dia telah membayangkan "itu" milik suaminya dan dirinya belum siap sama sekali.
"Tidak, aku belum siap melihatnya. Aku masih 17 tahun dan belum pernah melihat begituan sama sekali," jawabnya sambil memejamkan matanya serapat-rapatnya.
"Apa hubungan cincin dengan usia? Apa dia belum pernah melihat sebuah cincin?" batin Fransis heran, ia pun menghela napas lalu menarik kembali tangannya dari saku celana, sebenarnya istrinya itu semiskin apa sehingga tidak pernah melihat sebuah cincin.
"Hn, baiklah," balasnya. Setelah itu ia kembali merebahkan tubuhnya di samping Sang istri.
Akhirnya gadis itu bisa bernapas dengan lega, tapi detik berikutnya Sonia merasa bersalah, bagaimana pun juga dirinya telah menjadi seorang istri, dan seorang istri memiliki tugas dan kewajiban sebagai seorang istri, hatinya berubah ketakutan ketika membayangkan kalau suaminya itu akan marah dan kecewa lalu menceraikan dirinya karena tak mampu melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Sonia membuka kedua matanya, tersirat rasa penyesalan yang dalam darinya.
"Maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu. Sungguh, aku hanya belum siap saja. Tapi aku percaya pasti'itu' besar," katanya sungguh-sungguh.
"Hn," jawab Fransis singkat. Sebenarnya pria itu sama sekali tidak merasa sakit hati atau pun tersinggung, lagi pula dirinya juga hanya ingin menunjukkan sebuah cincin berlian yang sengaja dipersiapkan untuk Sang istri, selain itu dirinya juga ingin mengukur apakah lingkaran cincin tersebut muat atau tidak dijari manis istri kecilnya tersebut. Jadi, adakah alasan dirinya sakit hati hanya karena Sang istri belum siap untuk melihat cincin tersebut?.
Mendengar jawaban singkat dari Sang suami membuat Sonia semakin berpikir kalau pria itu benar-benar marah dan berniat menceraikannya, sedang dirinya sangat tidak diceraikan…
"Huwa…."
Hampir saja Fransis terkena serangan jantung dadakan mendengar teriakan istrinya yang tiba-tiba histeris seperti ada sebuah bencana besar,"Ada apa lagi ini," batinnya kesal. Pria itu langsung bangkit dari posisi tidurnya dan mendelik tajam kearah Sang istri.
"Apa kau ingin membuatku mati muda!" bentaknya. Benarkan suaminya memang marah terhadapnya, nyatanya sekarang dirinya dibentak, gadis itu tidak tahu saja kalau kemarahan suaminya itu karena mendengar teriakan dirinya yang terlalu kencang membuat terkejut setengah mati. Bukannya berhenti, gadis itu semakin mengencangkan tangisannya membuat Fransis menutup telinganya karena terlalu berisik.
"Berisik!"
Akhirnya gadis itu berhentik menangis dengan histeris setelah kembali dibentak suaminya, meski begitu dia masih terisak.
"Sebenarnya kau ini kenapa?" tanya Fransis prustasi.
"Hiks…hiks…maafkan aku. Kau boleh marah padaku, memakiku atau memukulku. Tapi tolong jangan ceraikan aku, aku sungguh mencintaimu, tolong jangan ceraikan aku," pinta Sonia sambil terisak dalam tangisnya hingga membuat pria itu sakit kepala mendadak karena bingung dengan sikap istrinya, sekejam-kejamnya seorang pria tidak akan menceraikan seorang wanita hanya karena seorang wanita tersebut belum siap untuk melihat cincin yang hendak diberikan.
"Sebenarnya apa yang membuat gadis kecil ini berpikir aku akan menceraikannya?" batinnya.
"Kau ini kenapa?" tanyanya lagi.
"Kau tidak akan menceraikanku hanya karena aku tidak mau melihat'itu'kan?" tanya Sonia balik.
"Itu, apa?" tanya Fransis semakin tidak mengerti.
"Yang tadi ingin kau tunjukkan padaku," jawab Sonia.
"Maksudmu, cincin ini?" tanya Fransis sambil menunjukkan sebuah cincin berlian yang berkilau.
"Cincin." Sonia membeo, pria itu mengangguk meniayakan pertanyaan istrinya, tapi sepertinya gadis itu tidak memikirkan kearah situ, mungkinkah gadis itu berpikir kearah yang lain? Sungguh gadis yang menarik.