21 Desember 2020
Hingga akhir waktu
Episode 16
Sonia terus memperhatikan Sang suami yang masih terlihat menahan sakit, padahal dirinya telah memberi obat yang dibutuhkannya tapi kenapa wajahnya masih tetap pucat? Apakah penyakit maagnya memang sering kambuh?
"Apa maagmu memang sering kambuh?" tanyanya tidak mengerti.
"Hn," jawab Fransis singkat.
"Dulu, ibuku punya penyakit maag, tapi tidak sering kambuh. Apa lagi kalau makannya teratur, tidak meminum sesuatu yang mengandung nikotin, tidak memakan makanan asam dan pedas. Tapi terkadang meski tidak makan makanan pedas juga kambuh, tapi tidak sering sepertimu,"Celoteh Sonia.
Fransis mendengus sebal, kenapa juga gadis itu terus mengoceh tanpa ada berhentinya, tidak tahukah kalau telinganya terasa panas, lagi pula dia sama sekali tidak tertarik dengan dengan cerita mengenai orang tuanya yang memiliki penyakit maag itu, karena penyakit yang dideritanya bukan penyakit maag biasa tapi kangker lambung, setelah rasa sakit yang dirasakan mulai mereda sedang gadis itu masih terus bicara tanpa henti, bosan juga mendengarnya.
"Dan kau tahu? Sekarang ibuku sudah sembuh, setiap hari aku membuatkan sub labu, bayam dan masih banyak lagi. Apa kau mau aku membuatkannya juga untukmu?" akhirnya Sonia menghentikan celotehannya.
"Apa mulutmu bisa diam?!" tanya Fransis datar.
"Apa?!" rasanya Sonia sangat kesal, padahal dirinya bercerita hanya untuk menghiburnya bukannya ditanggapi dengan baik malah ditanggapi dengan kesinisan seperti itu, nyesel rasanya bercerita tadi, hanya membuang-buang napas saja pada akhirnya juga tidak dihargai.
"Aku menceritakan tentang pengalaman ibuku, siapa tahu saja ada yang bisa kau ambil pelajaran. Bukannya menghargai, atau setidaknya ucapkan terimakasih begitu, malah bicara dengan nada datarmu begitu," balasnya sewot.
"Aku tidak butuh ocehanmu itu, sebaiknyan sekarang kau keluar!" usir Fransis. Gadis itu membulatkan matanya mendengar suaminya itu mengusirnya dari kamar tempat mereka berdua beristirahat.
"Kau mengusirku?! kau lupa kalau aku ini istrimu?! itu artinya aku juga berhak atas kamar ini," bantahnya.
"hn, baiklah. Kalau begitu lupakan saja soal presetasimu," kata Fransis seakan menyadarkan gadis itu tentang presentasi yang harus dilakukannya dan itu artinya Sang suami setuju untuk membantunya latihan presentasi di ruang tengah.
"Ya Tuhan." gadis itu menepuk jidatnya, bagaimana mungkin dirinya bisa melupakannya. Fransis memandang jengah Sang istri.
"Kau benar, aku lupa. Tapi, apa perutmu sudah tidak sakit?" tanya Sonia khawatir, rasanya baru beberapa menit yang lalu wajah pria terlihat sangat pucat, dia tidak ingin kalau kondisi suaminya semakin parah.
"Sedikit," jawab Fransis singkat.
"Jadi kau tidak akan bisa membantuku?" tanya Sonia cemas.
"Hn," jawab Fransis tidak jelas.
"Tidak, kau harus membantuku. Aku hanya kau yang membantuku," rengek Sonia sambil menarik-narik lengan suaminya.
"Baiklah, tapi kau tahukan? Di dunia ini tidak ada yang geratis," jawab Fransis. Sejenak Sonia berhenti menarik-narik lengan suaminya, matanya memperhatikan Sang suam, dia berpikir kira-kira apa yang diinginkan pria itu sebagai imbalannya? Mungkinkan suaminya itu mintak sebuah bayaran?
"Kau mintak diganji?" tanyanya memastikan.
"Ck, seperti kau mampu menggajiku saja," balas Fransis menghina. Gadis itu sudah manyun mendengar balasan pedas dari Sang suami, dasar suami kurang ajar tidak bisakah kalau berbicara itu tidak setajam itu. Meski sebenarnya apa yang dikatakan pria itu memang ada benarnya, bahkan kedua orang tuanya saja belum tentu mampu untuk menggaji suaminya tersebut.
"Lalu kau maunya apa? Aku hanya memintakmu menjadi pendengar saja kau sudah kau sudah mintak macam-macam," keluhnya.
"Jadi hanya pendengar?" pria itu menatap Sang istri.
"Tidak, kau juga harus mengajariku. Cepatlah katakan apa maumu! Apa kau ingin kita bercinta malam ini?" tanya Sonia ragu. Fransis memandang Sang istri dengan alis bertaut, sesungguhnya dia tidak sedikitpun memikirkan hal itu, tapi mendapat tawaran bagus bukankah itu sangat disayangkan jika tidak digunakan.
"Baiklah, aku setuju."
Kali ini justru Sonia yang kebingungan dengan jawaban suaminya, kira-kira pria itu setuju soal apa?
"Setju apa?"
"Bercinta denganmu," jawab Fransis dengan tatapan jahilnya.
"Apa?!" rasanya dirinya menyesal memberikan tawaran itu pada seorang pria seperti Fransis Lonenlis, mungkinkah ada kesempatan untuk menarik kembali perkataannya?
"Tidak ada pembatalan tawaran, ayo! Kita pergi sekarang," balas Fransis yang seakan mengerti niat ingin membatalkan tawaran menis yang tadi gadis itu berikan kepadanya. Pria itu segera bangkit dari tempat tidurnya
Ia bahkan menggandeng tangan istrinya, pria itu tidak tau saja kalau Sang istri maasih sibuk memikirkan tentang bercinta dengannya bahkan wajahnya sudah sangat memereha. Sonia memperhatikan tubuh suaminya mulai dari atas hingga bawah lalu keatas lagi dan kebawah lagi hingga berhenti antara pinggang dan paha. Mengerti jalan pikirannya yang terus berputar karah kemesuman gadis itu langsung menggelengkan kepalanya.
"Kenapa aku jadi semesum ini sih?" pikirnya.
Soici dibantu para pelayan sedang menyiapkan peralatan, mulai dari layar proyektor, LCD dan laptopnya, sedangkan Sonia masih sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tak sadar kalau suaminya sudah berhenti dan terjadilah dia menubruk punggungnya.
Bruk…
Fransis mendengus sebal sudah yang ke 2 kalinya gadis itu menabrak punggungnya membuat kesal saja,"Kau punya mata'kan?" terdengar seperti sebuah cempphan ketika pria itu berbicara dengan nada datarnya. Sonia manyun mendengar cemoohan tersebut, meski baru 3 hari menikah tapi dia sudah mulai bisa menerima dengan lapang dada meski tak bisa dipungkiri rasa kesal dalam hatinya kerap kali muncul ketioka kata pedas dikeluarkan oleh suaminya, terutama untuk dirinya.
"Tentu saja punya, kau pikir hanya kau saja yang diciptakan dengan dua mata?! Tuhan itu Maha adil, Dia menciptakan manusia dengan dua mata bukan hanya pada dirimu tapi pada seluruh manusia ciptaannya," balasnya kesal. Pria itu sama sekali tidak perduli dengan ocehan Sang istri dia lebih tertarik memperhatikan pekerjaan adiknya.
"Semoga kejiwaanmu benar-benar sembuh, Soici," batinnya.
Dengan sempurna Soici telah menyelesaikan pemasangan peralatan yang akan digunakan presentasi gadis tercintanya, mata memperhatikan kakak dan kakak iparnya sudah berdiri di ruang tengah, sebenarnya hatinya sedikit tak enak setiap kali melihat kedekatan mereka, tapi ia berusaha untuk tersenyum.
"Semua sudah siap, kau tinggal membuat pwer poinnya setelah itu tinggal presentasi. Makalahnya sudah jadi'kan?" katanya lembut. Gadis itu tersenyum mendengar perkataan adik iparnya, pria itu selalu baik terhadapnya bicaranya juga sangat lembut dan penuh perhatian.