Chereads / Hingga Akhir Waktu / Chapter 17 - Episode 18

Chapter 17 - Episode 18

Hingga Akhir Waktu episode 18

Sonia memperhatikan sebuah buku yang telah membuat wajahnya terasa panas, ia pun membaca sampul buku tersebu PANDUAN MENULIS KARYA ILMIAH, dahinya mengernyit bingung.

"Dari mana asal buku ini?" batinnya bertanya. Gadis itu sangat kesal, karena buku tebal tersebut wajahnya terasa sangat panas.

"Punya mata itu jangan digunakan untuk memandang orang secara diam-diam," cibir Fransis dengan senyum manis tapi sebenarnya itu adalah senyum iblis. Sonia mendongakkan kepala menatap sang Suami, matanya kembali terpana sejenak ketika melihat senyum menawan tersebut, tapi itu hanya sejenak karena dia ingat kalau pria rupawan penggoda iman itu adalah seorang tersangka utama yang telah membuat wajahnya panas. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya dengan kekesalan tingkat dewa, di tangannya terdapat buku Panduan tersebut. Dia melangkahkan kakinya menghampiri sang pujaan hati, setelah itu kembali memperhatikan buku tersebut.

"Aku yakin kalau yang melemparku dengan buku ini adalah si muka triplek itu, aku tidak akan diam saja," batinnya semakin jengkel.

"Kau yang melempar buku ini pada ku, kan?!" sungutnya. Bukannya menjawab, pria hitam tersebut justru mengambil dokumen lalu membuka isinya dan mulai memeriksanya. Sonia menggeram menahan emosi melihat sikap tidak perduli pria rupawan tersebut.

"FRANSIS LONENLIS!" teriaknya meluapkan segela amarah yang ada dalam hatinya, hampir saja Soici terjengkang karena terkejut mendengar teriakan tiba-tiba tersebut.

Fransis hanya sedikit melirik sang istri, setelah itu kembali fokus pada pekerjaannya. Kesabaran Sonia sungguh sangat diuji, ingin rasanya dia menjambak surai hitam tersebut. Soici hanya memandang iba kakak iparnya tersebut, sesungguhnya dia juga memiliki perasaan yang dalam pada gadis itu hanya saja tidak mungkin bagi dirinya untuk berebut seorang wanita bersama seorang kakak yang selalu menyayanginya.

"Kamu tidak tuli, kan?!" Sonia masih berteriak. Sama sekali tidak ada jawaban dari Fransis, seakan dia tidak mendengar ada orang yang berbicara.

"Hei! Aku bicara padamu, kenapa kamu hanya diam?! kau punya mulut untuk berbicara, kau punya telinga untuk mendengar,kan?!" Sonia terus mengomel. Fransis masih diam dan tidak sedikit pun menanggapi ucapan gadis itu, Sonia tidak sabar lagi. Dia benar-benar kesal pada suaminya itu, ia pun duduk di depan suaminya menatapnya dengan marah.

"Hei, kenapa kamu diam?" tanyanya lagi, kali ini lebih lembut.

"3O menit aku akan menunggu, lebih dari itu aku pergi." Sekali bicara, Fransis langsung membuat gadis itu berteriak murka dalam hati.

"Apa?!" Menyesal rasanya Sonia tadi memandangnya kagum, apa lagi sempat berbicara lembut padanya. Dia masih tidak habis pikir, kenapa dia bisa mencintai orang yang suka bermulut pedas dan berbicara dengan ekspresi datar. Tatapan mata dingin dan mengintimidasi dan tidak lupa, apapun yang dia katakan selalu datar tanpa nada. Kelebihannya hanyalah tampan, kaya dan otaknya sangat cerdas.

"Kamu masih duduk di situ, 3 menit terbuang," kata Fransis datar. Sonia mengepalkan tangannya, iangin sekali dia menghajar wajah datar tersebut. Ia pun bangkit dari tempat duduknya.

"Kejam." Sonia geram, setelah itu dia pun melangkahkan kaki kembali duduk di depan laptop samping Soici, meski begitu tatapan kesalnya masih mengarah pada sang pujaan hati, pria itu tetap saja terlihat sebuk bekerja meski telah membuat hatinya jengkel setengah mati.

"Sudalah, Sonia. Kak Fransis memang seperti itu, kamu tidak perlu memasukkannya ke dalam hati." Soici berusaha menghibur kakak iparnya tersebut.

"Tapi jantungku akan sering kambuh jika terus menghadapi sikapnya yang seperti ini," balasnya lirih.

"Kamu mengatakan sesuatu?" tanya Soici saat telinganya samar mendengar gadis kitu mengatakan sesuatu hanya saja tidak begitu jelas.

"Tidak," sangkal Sonia, dia tidak mungkin mengatakan sesuatu yang bersifat rahasia pada seseorang sembarangan. Sekalipun itu adalah adik ipar sendiri, karena baginya yang berhak tahu hanyalah keluarga dan suami.

Soici mengangguk, ia sama sekali tidak merasa curiga dengan apa yang dikatakan oleh kakak iparnya, bahkan sedikit pun tidak merasa kalau gadis yang disukainya itu sedang sakit, dia lebih memilih untuk kembali fokus pada layar lapotpnya.

"Sonia, aku rasa dengan adanya buku itu kamu bisa mengerjakan karya ilmiah mu dengan baik," kta Soici memberi semgangat dan dukungan.

"Baiklah, Soici terimakasih. Kamu memang baik sekali," balas Sonia memuji, kemudian melirik sang suami,"tidak seperti iblis itu," batinnya kesal. Setelah itu ia pun kembali mengejrkana tugas karya ilmiah untuk membuat makalah atas perintah gurunya setelah selesai akan dipresentasikan di depan kelas. 3 jam pun berlalu, gadis itu pun telah menyelesaikan tugasnya dengan bantuan adik iparnya, ia bersorak kegirangan.

"Hore selesai!"

Soici tersenyum senang melihat seorang gadis yang disukai terlihat sangat bahagia, kemudian ia mengalihkan perhatiannya pada sang kakak yang tengah tertidur dengan kepala di atas kursi.

"Sepertinya kak Fransis sudah ketiduran."

Gadis itu ikut menoleh pada sang suami, benar saja ternyata sang pujaan hati telah terlelap dalam tidurnya hingga tidak menyadari kalau dirinua telah selesai mengerjakan tugas.

"Sepertinya memang begitu, Soici. Padahal sudah janji akan membantu tapi sekarang malah ingakr." Dia merengut kecewa, kemudian matanya melihat jarum jam, ia baru sadar kalau ternyata mereka telah menghabiskan waktu selama 3 jam untuk mengerjakan makalah tersebut jadi pantas saja kalau pria rupawan tersebut tertidur.

"Hah, pantas saja kak Fransis malah ketiduran. Ternyata aku mengerjakan tugas lama sekali," batinnya mendesah kecewa. Gadis itu bangkit dari tempat dudunya, ia melangkahkan kaki menghampiri sang suami dan mendudukkan diri di samping tubuh pria tersebut. Tangannya terulur membelai lembut surai hitam milik pujaan hatinya, menyisir pelan.

Wajah putih pucat, hidung mancung bahkan bulu mata yang lentik. Tanpa terasa Sonia tersenyum sendiri memandang kerupawanan sang pujaan hati. Matanya membuloat melihat banyak sekali rambut yang tertinggal di jemari tangannya, dia mengangkat tangan tersebut semakin mendekatkan pada wajahnya.

"Kenapa banyak sekali rambut yang rontok?" katanya heran.

"Kau terlalu keras menariknya." Suara datar dan dingin terdengar di telinga gadis tersebut, ia tersentak dan segera menarik kembali tangannya. Pria itu mulai menegakkan kepalanya.

"Kau bangun?" tanya Sonia melihat sang suami menatapnya datar dengan seringai di bibirnya.

"Hn, karena ada yang menarik rambut ku," balas Fransis bohong, surai hitamnya rontok bukan karena tarikan sang istri tapi pengobatan yang dia jalani.

"Benarkah?" Sonia sangksi, antara percaya dan tidak percaya. Dia masih sangat ingat dengan jelas kalau dirinya tidak menarik rambut suaminya sama sekali, ia hanya membelai lembut surai hitam tersebut. Jadi mana mungkin bisa sampai rontok.

"Bukan karena kakak sedang sakit keras?" tanyanya penasaran, dia sangat tidak ingin kalau sampai terjadi sesuatu pada pria pujaan hatinya tersebut.