Episode 19
Fransis terkesiap mendengar perkataan Istrinya, tapi dengan cepat ia mengubah kembali ekspresinya menjadi datar."Orang sakit hanya ada di rumah sakit."
Sonia mengangguk, apa yang dikatakan sang Suami memang tidak ada yang salah."Apa yang dikatakan Kak Fransis benar juga, mana mungkin orang yang sakit bisa jalan-jalan, aku ini memang sangat aneh. Sudahlah, lupakan saja daripada jantungan menghadapi manusia menyebalkan ini," batinya.
Sementara itu , Soici menatap sendu sang kakak yang kini berusaha mengelabui Istrinya.
"Sudah, kau pikirkan saja sakit yang menurutmu itu, aku akan pergi." Fransis bangkit dari posisi duduknya, lelah dan letih seharian bekerja menyamar sebagai sang Adik lalu juga harus mengerjakan tugas kantor dengan kondisi tubuh yang semakin melemah.
Sonia mencebik mendengar ucapan pria tersebut, ia tidak terima kalau tugasnya belum selesai sudah ditinggal begitu saja."Enaak saja mau tidur, kau sudah janji akan membantuku. Aku rasa kau ini memang ada penyakit, tapi Alzheimer dini … pikun deh biar lebih enak."
"Lalu?" Fransis menyipitkan matanya menatap sang istri yang masih duduk di karpet dengan wajah cemberut.
"Sudahlah, kau tinggal lihat saja nanti," balas Sonia membalas tatapan pria tersebut. Pria bermata Zamrud itu tidak bergeming, ia masih menatap sang istri datar meski dalam hati sangat penasaran.
"Soici, sambungkan ke layar lebar itu," perintah Sonia angkuh tanpa sedikitpun melihat pada iparnya.
Fransis tersenyum sinis mendengar perintah angkuh dari Istrinya tersebut, bahkan menyebut layar proyektor saja harus menggunakan layar lebar. Gadis itu mengerutkan kening melihat senyum sinis dari sang Suami, ia merasa kalau pria itu sedang menertawakan dirinya sedang dirinya tidak mengerti apapun.
"Kenapa? Apa ada yang salah?" Tanya Sonia bingung sendiri.
"Kau pikir ini di bioskop harus pakai layar lebar," sinis Fransis. Gadis itu kembali dibuat kesal oleh sikap sang Suami, rasanya sangat ingin menjambak surai hitam tersebut hingga botak.
"Kenapa dia selalu saja menghinaku," batinnya jengkel.
"Iya, iya. Maksudku juga layar prok… prokotor…" Sonia masih belum bisa menyebutkan layar proyektor dengan benar hingga membuat pria bersurai blonde tersebut menahan tawa mendengar pengucapan sang Istri yang selalu salah.
"Layar proyektor, Sonia." Soici mencoba membenarkan ucapan iparnya yang selalu salah dalam mengucapkan kata.
"Iya, aku juga tahu," ketus Sonia. Gadis itu bangkit dari tempat duduknya lalu melangkahkan kaki menghampiri iparnya, bibirnya merengut ketika melihat paras tampan sang Suami tersenyum sinis menatapnya. Soici segera menyambungkan pekerjaan dari laptop ke layar proyektor agar iparnya itu mudah untuk mengerjakan presentasi.
"Sonia, aku sudah selesai. Sekarang kau tinggal presentasi, tenang saja … Kak Fransis tidak akan mempersulitmu, dia adalah orang yang provisional."
Sonia mengangguk, ia pun berjalan di depan layar proyektor sedangkan Fransis kembali duduk di atas sofa memperhatikan hasil pekerjaan sang Istri . iris jamrudnya memperhatikan rasa tidak nyaman pada gadis tersebut, gugup bahkan berdiri seperti tidak bisa tegak, rasa percaya diri juga kurang.
"Jangan gugup, Sonia!" Soici setengah berteriak memberi semangat pada gadis tersebut, ia yakin kalau iparnya itu merasa malu lantaran melihat Fransis terus menatapnya, jangankan Sonia, dirinya saja terkadang merasa terintimidasi dengan tatapan saudaranya tersebut.
Perlahan Sonia mulai menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya perlahan, ia memejamkan matanya dan membukanya lagi, barulah dia mulai presentasi dengan mukadimah.
"Pertama-tama marilah kita panjatkan rasa puji syukur kita pada Tuhan yang telah memberikan kita kesehatan sehingga sekarang, yang kedua saya ucapkan terimakasih pada Ayah dan Ibu saya …."
Fransis menyentuh pelipisnya mendengar mukadimah presentasi sang Istri lebih mirip pada acara pidato keagamaan, membosankan dan terlalu Panjang."Stop! apakah kau ingin berpidato?"
Sonia menggeleng, lagi-lagi pria itu marah dan membuat dirinya kesal.
"Kalau begitu cukup salam dan langsung mulai, kau harus ingat bahwa ini adalah presentasi sekolah umum bukan acara keagamaan." Fransis terus mengomel membuat gadis itu semakin kesal tapi tetap dituruti.
"Dari tadi aku juga mulai, kau pikir dari tadi aku tidur," gerutunya, tapi kemudian ia tetap memulai kembali.
"Selamat siang semua, apakah kalian tahu apa itu prosa? Macam-macam prosa dan contoh prosa?"
"Kita ini bukan anak SD!" Fransis kembali memotong ucapan gadis itu. Sonia mengerucutkan bibirnya, rasanya ia sangat ingin melemparkan LCD ke arah pria rupawan tersebut.
Fransis bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri sang Istri, menatap gadis itu datar."Minggir, biar ku tunjukkan."
"Apapun yang dia katakana selalu saja datar, pasti dulu tidak pernah belajar tangga nada hingga ucapannya mirip triplek. Dasar menyebalkan," batin Sonia sambil berjalan ke arah sofa yang ada di samping Soici lalu mendudukkan dirinya di sofa tersebut.
"Tidak perlu menggerutu," tegur Fransis. Gadis itu sama sekali tidak peduli, hatinya sudah dongkol tapi masih penasaran seperti seorang Fransis Lonenlis kalau presentasi.
Pria blonde itu berdiri santai, pertama ia memperhatikan Soici baru kemudian beralih pada Sonia, tatapan mata pria tersebut tenang tapi pasti sedikitpun tidak ada keraguan di dalamnya.
"Seringkali kita melihat sebuah novel, cerpen dan masih banyak lagi karangan bebas semacam itu. Cerpen, novel itu merupakan contoh dari karangan bebas. Pada kesempatan kali ini saya akan mempresentasikan tugas makalah saya tentang prosa. Prosa merupakan suatu karangan bebas …" Fransis terus mempresentasikan makalah milik sang Istri, membaca dari power point yang dibuat oleh Soici sambil mengingat dulu masa SMA. Kala itu guru Bahasa Indonesia memberinya tugas membuat makalah dengan tema yang sama dan dirinya juga harus presentasi.
Sonia terus memperhatikan sang Suami, semua Gerakan tubuh serta Gerakan bibir tatapan mata tidak ada yang lepas dari gadis itu, ia sangat terkesima dengan mahakarya Tuhan yang satu ini. Gadis itu sama sekali tidak memperhatikan materi yang disampaikan bahkan hingga materi tersebut selesai dipresentasikan.
"Ada yang ditanyakan?" Tatapan Fransis tertuju pada sang Istri, ia tahu kalau gadis itu sama sekali tidak konsentrasi pada materi yang telah disampaikan tapi lebih ke arah dirinya.
Sonia melihat iparnya melamun menepuk jidat sendiri.."Bisa-bisanya dia melamun saat Kak Fransis sedang menjelaskan materi, luar biasa sekali pesona Kakak hingga membuat semua Wanita seperti ini," batinnya. Ia pun menggeser posisi duduknya lalu menepuk pelan bahu gadis tersebut, tapi reaksi Sonia sangat luar biasa. Dalam bayangannya terjadi sebuah kebakaran sangat besar dan dirinya beserta sang Suami terjebak ke dalam api.
"Kebakaran!!!!"
Fransis menggelengkan kepala melihat sikap Istrinya, Wanita itu bahkan berteriak histeris hanya karena Soici mencoba untuk menyadarkannya, tapi lebih menarik mungkin dikerjai sekalian daripada membuat orang dongkol terus.
"Cari air!"
Soici menundukkan kepala melihat sikap kakaknya, ia juga tidak tega melihat iparnya dikerjai. Sonia bangkit dari posisinya lalu segera pergi mencari air guna memadamkan kebakaran atas perintah sang Suami. Soici mengalihkan perhatiannya pada Fransis, pria itu sama sekali tidak ada niat untuk menghentikan sang Istri."Kasihan sekali Sonia, kak Fransis sepertinya tidak ada niat untuk menghentikan Istrinya.