Hingga akhir waktu episode 17
Sonia terus memperhatikan Soici, pria itu selalu bersikap lembut dan perhatian terhadap dirinya, ia berpikir kalau saja suaminya seperti itu, tidak menyebalkan dan dingin, mungkin dia akan merasa bahagia, bahkan ketika menanyakan hasil kerjanya saja begitu lembut, matanya melirik Sang suami yang maasih berdiri dengan ekspresi datarnya,"Dasar manusia es," batinnya.
"Tentu, ini." Sonia menunjukkan makalahnya pada adik iparnya tersebut, tapi yang mengambil justru tangan milik suaminya, ia merengut sebal, matanya memperhatikan Sang suami yang mumbuka makalah tersebut, dia yakin pasti pria sedingin es itu akan menghinanya lagi.
"Kau sebut ini makalah?" tanya Fransis tidak percaya.
"Tentu saja, kau pikir itu tempe goreng?!" balas Sonia tersungut, bagaimana mungkin pria itu masih bertanya disaat semua sudah terlihat sangat jelas, masih saja tanya.
"Kata pengantar tidak ada, daftar isi hilang, pendahuluan tidak ada. Kau ingin membuat karya ilmiah atau hanya asal tuli?!" omel Fransis, pria itu tidak mengerti kenapa ia bisa menikahi gadis bodoh seperti ini, bahkan sekarang dalam hatinya mulai muncul rasa yang berbeda. Sonia terdiam, ia tidak mengerti apapun yang disebut suaminya itu, dia sama sekali tidak bisa membuat karya ilmiah.
"Memangnya apa semua yang kau sebutkan itu penting?" tanyanya takut-takut, bisa sajakan pria itu semakin marah padanya.
Fransis menatap tajam gadis itu, dia seorang murid SMA tapi membuat makalah saja tidak bisa bahkan komponen yang harus ada dalam makalah juga tidak mengerti, sebenarnya berapa nilai bahasa Indonesia istrinya itu?
"Aku yakin pelajaran bahasa Indonesiamu dapat nol," sinis Fransis.
"Kenapa kau selalu mengejekku? Baik, aku memang tidak mengerti apapun tentang makalah, tapi setidaknya aku masih berusaha untuk membuatnya, dari pada kau! Dari tadi kau hanya bisa ngomel terus seperti orang pintar saja, dari pada kau ngomel yang tidak penting, lebih baik sekarang kau mengajariku," balas Sonia kesal karena selalu diejek oleh suaminya.
"Tidak," tolak Fransis sambil menutup makalah buatan istrinya dan memberikan pada pemiliknya dengan kasar.
"Lalu siapa yang akan mengajariku?" tanya gadis itu cemberut, rasanya ia sangat ingin mencekik pria itu, sudah dari tadi ngomel tidak penting sekarang malah tidak mau ngajari.
"Biar aku saja, Sonia. Itu kalau kau mau," sela Soici yang merasa tidak tega melihat gadis pujaan hatinya cemberut gara-gara sikap kakaknya yang sangat dingin.
"Baiklah, ayo kita kerjakan sekarang," jawab Sonia ceria, ia pun segera menghampiri adik iparnya dan memicing sinis pada Sang suami, tapi sayangnya suaminya tidak perduli sama sekali.
Sonia dan Soici memilih sofa panjang warna putih, mereka berdua menaruh bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat makalah di atas meja.
Fransis memilih untuk mendudukkan dirinya di atas karpet berbulu, ia menekuk satu kakinya diselonjorkan, kedua tangannya ditumpukan di atas lutut,"Yokomizo."
"Ya Tuan." pelayan 40 tahunan itu menghampiri majikannya ketika namanya dipanggil.
"Ambilkan berkas yang ada di mejaku," perintah Fransis.
"Baik, Tuan," jawan pelayan itu patuh, setelah itu ia meninggalkan majikannya tersebut.
Sonia yang sibuk mengerjakannya menjadi tidak fokus karena pose duduk Sang suami menurutnya mirip seperti foto model, matanya tak bisa berpaling sedikit pun dari suaminya, bibirnya tersenyum, ia bahkan menopang dagunya,"Tampan," gumamnya.
"Apa?" tanya Soici bingung, ia sedang sibuk membantu membuat power poin tapi gadis itu malah mengatakan, perasaan latarnya dibuat dengan foto seorang gadis, bukankah seharusnya dibilang cantik, tapi kenap malah tampan.
"Dia, benar-benar sangat tampan," gumamnya terus memuji kerupawanan Sang suami. Soici semakin bingung dengan gadis itu, ia pun mendongakkan pandangannya, pantas saja kakak iparnya itu terus mengatakan tampan, karena matanya tertuju pada kakaknya bukan pada laptop yang ada di depannya.
"Kakak."
Fransis mengalihkan perhatiannya pada adikinya, pria itu terlihat kesal terhadap dirinya, apakah tadi ia melakukan suatu kesalahan hingga membuat Sang adik tercinta itu kesal?
"Untuk apa kakak berpose seperti model bagitu?!" omel Soici. Fransis manuatkan alisnya bingung, kenapa ia dianggap berpose seperti model? Bukankah cara duduknya biasa aja, dia hanya sedang memikirkan nasib yang menimpanya, matanya memperhatikan cara duduknya, jadi inikah yang dianggap berpose sebagai model?.
"Kakak, kau tahu tidak? Cara duduknya membuyarkan konsentrasi orang belajar." Soici melirik Sonia yang masih menopang dagu dengan air liur hampir menetes sangkit terpesonanya.
"Apa yang salah dengan cara dudukku?" tanya Fransis tidak mengerti.
"Tidak ada, tapi sebaiknya kakak tidak duduk dengan pose seperti itu, atau manusia di sampingku ini tidak akan bisa mengerjakan tugasnya," jelas Soici.
"Hn," jawab Fransis singkat, ia tidak ingin mendengar omelan adiknya lagi, kepalanya sudah pusing dengan masalah hidupnya kalau pria itu terus mengomel tidak penting akan membuat kepalanya terasa mau meledak.
Fransis merubah posisi duduknya, ia meluruskan kedua kakinya lalu menyandarkan kepalanya di kursi dan membiarkan kedua tangannya terkulai lemas di samping tubuhnya, matanya menerawang ke langit-langit.
Soici melirik kakak iparnya, ia penasaran apakah Sang kakak ipar bisa konsentrasi setelah kakaknya merubah posisi duduknya atau sama saja. Di mata Sonia, Fransis seperti tokok komik dengan wajah rupawan yang hidup penuh dengan kesepian, dia membutuhkan seseorang sebagai tempat bersandar meski begitu sosoknya tetap terlihat rupawan. Tanpa sadar bibirnya membentuk senyuman yang membuat Soici menggelengkan kepala, seperti apapun posisi kakaknya bagi gadis itu tetap terlihat seperti seorang pangeran yang turun dari surga. Pria itu bermaksud mengomeli kakaknya tapi keburu Yokomizo datang dengan tumpukan dokumen di tangannya, Sang kakak memang tipe pekerja keras, kadang dia takut kalau suatu hari nanti kakaknya akan pergi meninggalkannya dan tidak akan pernah kembali lagi, senyum tulus yang selalu menghangatkannya akan hilang untuk selamanya.
"Tuan."
"Hn," jawab Fransis.
"Ini dokumen yang tuan mintak." Yokomizo menyerahkan dokomen ketangan manjikannya.
"Kau boleh pergi," kata Fransis setelah menerima dokumen tersebut. Pelayan itu segera undur diri dan meninggalkan majikannya, setelah pelayan itu tak terlihat lagi, Soici meneruskan niatnya untuk mengomeli Sang kakak.
"Kak Fransis, kenapa seperti apapun dan bagaimana pun caramu duduk, kakak selalu saja mengganggu konsentrasi orang yang sedang belajar."
Fransis mengikuti lirikan mata adiknya, ia menyeringai melihat istrinya dari tadi memperhatikan dirinya dengan tampan penuh pesona bahkan air liurnya hampir menetes, tanpa pikir panjang tangannya mengambil sebuah buku panduan menulis karya ilmiah lalu melemparkannya kearah Sang istri.
Brak…
"Akh." Lamunan Sonia membuyar digantikan dengan raut penuh emosi, ia mengambil buku tersebut dengan geram,"Siapa yang sudah berani melemparku menggunakan buku ini?!"