19 November 2020
Hingga akhir waktu
Episode 13
Sonia tidak mengira kalau Sang suami hanya ingin menunjukkan sebuah cincin terhadapnya, padahal otaknya sudah mengira kalau yang akan ditunjukkan adalah benda yang lain," Jadi kau hanya ingin menunjukkan cincin padaku?" tanyanya memastikan.
"Menurutmu?" tanya Fransis balik, sepertinya istrinya itu berpikir kearah lain terlihat sekali dari reaskinya yang terlihat sangat tidak percaya dan wajahnya yang memerah.
Ingin sekali Sonia bersembunyi disuatu tempat untuk menutupi rasa malunya, bahkan wajahnya sudah memerah sempurna, padahal dia sudah berpikir yang tidak-tidak, tapi ternyata pria itu hanya ingin menunjukkan sebuah cincin yang terlihat sangat indah.
"Tapi, kenapa tadi kau seperti ingin membuka'itu?" tanya Sonia tak dapat mengatakan yang sejujurnya secara gablang karena itu pasti akan sangat memalukan.
"Itu?" Fransis menaikkan sebelah alisnya bingung dengan apa yang dimaksud oleh Sang istri.
"Resletinmu," jawab Sonia dengan menahan malu, setelah itu ia langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan, sekarang pria itu kenapa wajah istrinya sedari tadi memerah bahkan menagatakan belum siap untuk melihat benda yang ingin ditunjukkannya karena arah otaknya sudah berpikir kearah yang bereda, Fransis menahan tawa melihat betapa lucunya istrinya tersebut.
"Bwahahaha…." Pria itu tak dapat lagi menahan tawanya. Sonia merutuki kebodohannya, lihat saja sekarang suaminya itu tengah menertawakan dirinya, pasti berpikir kalau ia berpikir mesum.
"Jadi kau berpikir kalau aku akan menunjukkan barang berhargaku padamu?" katanya Fransis sambil menahan tawa. Rasanya gadis itu ingin sekali mencakar wajah orang yang seenaknya tertawa terbahak-bahak, tidak tahukah kalau dirinya benar-benar malu setengah mati.
"Diamlah, jangan tertawa lagi," sergahnya, ia bahkan belum berani membuka kedua tangannya.
Akhirnya Fransis menghentikan tawanya melihat istrinya enggan untuk menyingkirkan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya, perlahan ia mengulurkan tangannya untuk menyingkirkan tangan yang menutupi wajahn cantic gadis itu, lalu kembali membaringkan tubuhnya disamping tubuh Sang istri dengan posisi menyamping hingga dapat melihat dengan jelas wajah cantic tersebut, satu tangan digunakan untuk menyanggah kepala dan satu tangan yang bebas digunakan untuk menyingkirkan kedua telapak tangan yang masih menutupi wajah cantic tersebut.
"Kenapa menutupi wajahmu?" tanyanya lembut. Dengan perlahan Sonia mulai menyingkirkan tangan yang menutupi wajahnya lalu membuka kedua matanya lalu memiringkannya kesamping hingga dapat melihat wajah rupawan Sang suami.
"Maaf," sesalnya.
"Untuk apa?" tanya Fransis tidak mengerti.
"Karena sudah berpikir yang tidak-tidak," jawab Sonia.
"Hn," balas Fransis singkat, matanya masih belum beralih satu inci pun dari wajah Sang istri.
"Kenapa Cuma Hn?" tanya Sonia lagi. Bukannya menjawab atau menjelaskan, pria itu justru menarik pinggang Sang istri dan mendekatkan padanya kemudian memeluknya.
Detak jantung yang berirama tidak menentu meski hanya memandang wajah rupawan didepannya tersebut, ditambah sekarang dia berada dalam dekapan pria itu membuat jantungnya berdegup leih cepat. Rasanya Sonia seperti berada dalam sebuah mimpi yang sangat indah dan dirinya enggan untuk bangun, dekapan hangat dan harum aroma tubuh Sang suami membuatnya terasa sangat nyaman, rasanya dia ingin segera menyusul kealam mimpi.
Siang telah berganti malam, udara semakin dingin hingga menusuk kulit setiap insan, tak terkecuali kulit seorang gadis yang masih tertindur tanpa menggunakan selimut, dinginnya udara malam membuat tubuh gadis itu menggeliat tidak nyaman berusaha mencari kehangatan yang beberapa jam yang lalu didapatkannya. Perlahan mata itu terbuka ketika kehangatan dan kenyamanan tak didaptkannya, ia menoleh kesana dan kemari mencari sosok Sang suami yang waktu lalu menghangatkan tidurnya, tetapi tak ditemukan kehadiran sosok tersebut.
"Kemana dia?" gumamanya. Tiba-tiba saja terdengar suara pintu kamar diketuk dari luar.
Tok…
Tok…
Tok…
"Masuk!" perintahnya. Terlihat pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok perempuan berseragam pelayan berjalan sambil menundukkan pandangannya.
"Selamat malam, nyonya. Tuan sudah menunggu anda di meja makan," katanya sopan. Sonia memandang bingung pelayan tersebut.
"Apakah ini sudah malam?" tanyanya.
"Tentu nyonya, ini sudah pukul 20.00," jawab pelayan tersebut.
"APA? … aku tidur lama sekali, kalau begitu aku harus segera turun. Atau dia akan mengejekku lagi," gumamnya.
"Apa nyonya mengatakan sesuatu?" tanya Sang pelayan ketika merasa kalau istri majikannya tersebut telah mengatakan sesuatu.
"Tidak, baiklah aku akan segera turun," jawab Sonia.
"Baik, nyonya," balas pelayan tersebu, setelah itu peleyan tersebut segera undur diri.
Terlihat berbagai macam hidangan tersaji diatas meja dihadapan dua orang yang sangat miri namun bukan kembar, mereka adalah Fransis dan Soici yang sedang menunggu Sonia yang masih molor. Soici terlihat sibuk memainkan ponsel untuk mengusir bosan sedang Sang kakak sibuk membaca koran pagi. Rasanya bosan juga terus menunggu tapi main ponsel juga sudah tidak ada yang menarik lagi, Soici memutuskan untuk menaruh ponselnya lalu mengalihkan perhatiannya pada kakaknya.
"Kak Fransis," panggilnya.
"Hn," jawab Fransis tanpa mengalihkan perhatiannya pada Sang adik.
"Apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Soici. Fransis terdiam untuk sejenak, setelah itu ia melipat koran yang dibacanya lalu mengalihkan perhatiannya pada Sang adik yang terlihat gelisah.
"Entahlah. Tapi, kenapa kau tanyakan itu?" tanyanya balik.
"Tidak apa-apa, bagaimana pendapatmu tentang Sonia?" tanya Soici mintak pendapat.
"Kenapa? Apa kau menyukainya?" tanya Fransis penuh selidik. Soici menelan ludanya sendiri, dia bingunga harus menjawab apa dan bagaimana untuk menjelaskan perasaan yang muncul untuk istri kakaknya sendiri.
"I-itu tidak mungkin kak. Sonia adalah istrimu, jadi tidak mungkin aku menyukai istri kakakku sendiri," jawabnya mendadak gagap. Dia merasa menjadi manusia paling jahat karena telah jatuh cinta pada kakak iparnya sendiri dan membohonginya. Terdengar suara langkah kaki mendekat kearah mereka, Soici mendongakkan kepalanya, matanya tidak dapat beralih Dari kecantikan kakak iparnya, ia tidak sadar kalau kakaknya memperhatikannya dengan senyum kesedihan terlukis dibibirnya.
"Selamat malam," sapa Sonia, ia berjalan menghampiri Sang suami.
Cup…
Gadis itu mengecup pipi putih suaminya tanpa rasa canggung atau malu, bibirnya tersenyum dan matanya terus memandangi wajah rupawan Sang suami tanpa ada niat untuk mengalihkan pandangannya. Tanpa disadari adik iparnya menahan amarah dan kecemburuan melihat keromantisan hubungan mereka.
"Sonia, kau tidak menyapaku juga?" tanyanya berusaha menyembunyikan emosi kecemburuannya. Gadis itu mengalihkan perhatiannya pada Sang adik ipar yang masih duduk sambil tersenyum palsu terhadapnya, baginya itu sangat mengherankan karena baru kali ada seorang adik ipar terutama seorang pria yang ingin disapa seorang kakak ipar seperti pria ingin disapa kekasihnya. Gadis itu melangkah kakinya menghampiri adik iparnya tersebut.
"Selamat malam, Soici," sapanya. Soici masih diam menunggu kecupan lembut dari gadis itu sedang Sonia menunggu balasan sapa dari adik iparnya tersebut.
"Kenapa diam? Kau belum menjawab sapaan ku," katanya Sonia mengingatkan. Seketika ekspresi pria itu berubah jadi aneh, dia tidak menyangka kalau ternyata kakak iparnya itu masih menunggu jawaban sapaan darinya bukan berpikir untuk menciumnya.