Chereads / Hingga Akhir Waktu / Chapter 14 - episode 15

Chapter 14 - episode 15

12 Desember 2020

Hingga akhir waktu

Episode 15

Sonia tidak mengerti kenapa otaknya selalu berpikir liar setiap kali suaminya menggunakan kamlimat yang menggandung arti tidak sebenarnya, seperti sekarang ini. Hanya karena pria itu mengatakan agar dirinya tidak salah"pijit" otaknya sudah berkeliaran kemana-mana, tapi bukan Sonia Namanya kalau tidak mengelak.

"Tidak-tidak-tidak, aku tidak boleh berpikir seperti itu," rapalnya. Bodohnya dia merapal seperti mantra itu di belakang kepala Sang suami yang sudah pasti akan mendengar rapalan mantranya. Fransis menyeringai menengarnya, dia yakin pasti wajah istri kecilnya itu sudah memerah sempurna.

"Sa-salah'pijit'?" gadis itu mendadak gagap.

"Hn," jawab Fransis singkat.

"Salah pijit apa?" tanya Sonia mencoba memberanikan diri, daripada pikiran muter kearah kotoran lebih baik ditanya langsung saja. Soici merasa sangat iri pada kakaknya, entah kenapa dia merasa gadis itu selalu saja bisa memerah dan terlihat malu-malu kalau di dekat Sang kakak meskipun kakaknya suka sekali berbicara sinis bahkan dingin tidak seperti dirinya yang berusaha lembut tapi tetap saja kakaknya yang diperhatikan dan dirinya yang selalu diabaikan.

"Apa saja," jawab Fransis sambil melirik Sang istri dengan ekor matanya. Otak gadis itu semakin berpikir liar, kenapa suaminya itu selalu mengatakan kalimat yang tidak mudah dipahami semacam itu membuatnya jadi salah paham bukan.

"Kakak, jangan menggoda istrimu terus. Lihatlah, wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus," pinta Soici yang tak tahan melihat Sang kakak terus menggoda istrinya. Kalau saja istri kakaknya itu bukan gadis yang telah mencuri hatinya mungkin saja dirinya tidak akan kesal seperti ini, tapi karena istri dari Sang kakak adalah gadis pujaan hatinya tentunya dia tidak akan rela, tapi untuk mengatakannya juga tidak mampu apa lagi gadis itu sudah menjadi istri orang.

Fransis mengalihkan perhatiannya pada Sang adik, ia bukannya tidak sadar kalau adiknya ada rasa pada Sang istri, terkadang dirinya berpikir kenapa adiknya itu justru menjatuhkan hatinya pada seorang wanita yang telah bersuami apa lagi suaminya itu adalah dirinya sendiri seorang kakak yang selalu perduli pada adiknya, sedangkan dirinya juga mulai memiliki rasa pada istrinya, mungkinkah suatu hari nanti dirinya harus merelakan jalinan kasih mereka.

Sonia terkejut mengetahuai kenyataan suaminya itu hanya menggodanya, rasanya ia ingin menggundulu suarai hitam Sang suami, sialan sekali pria itu,"Apa, menggoda?" dia segera menyingkirkan tangannya dari bahu suaminya lalu menegakkan tubuhnya kembali, bibirnya sudah berkomat-kamit menyumpai Sang suami.

"Jadi kau tidak tahu?" tanya Soici memastikan. Gadis itu mengalihkan perhatiannya pada Sang adik ipar, kepalanya bergeleng tanda dirinya tidak tahu.

Fransis segera bangkit dari tempat duduknya, pria itu hendak melangkahkan kakinya sebelum Sang istri mengintrupsinya,"Kau mau kemana?" tanya Sonia menghentikan langkah suaminya, dia tidak akan membiarkan pria itu kabur begitu saja setelah membuat otaknya berpikir liar menuju kesalah pahaman.

"Aku menunggumu di ruang tengah," jawab Fransis tanpa berbalik.

"Untuk apa?" tanya Sonia bingung. Pria itu mendengus sebal, kenapa istrinya selalu banyak tanya bahkan menanyakan pertanyaan yang sudah sangat jelas jawabannya, siapa yang tadi memintaknya untuk menjadi dosen pembimbingnya ketika dia melakukan presentasi, sekarang malah bertanya, tapi mungkin lebih menarik kalau digoda lagi.

"Bercinta," jawab Fransis seenaknya.

"Apa kau gila?! Mana mungkin bisa bercinta di ruang tengah." Sonia tersungut emosi mendengar jawaban sang suami yang menurutnya sangat menyebalkan tersebut.

"Itu tahu," balas Fransis memamerkan seringai jahilnya, tanpa perduli Sang istri yang masih kebingungan dan menganggap dirinya terlalu berbelit-belit dalam memberikan jawaban.

"Sonia, kakak menunggumu di ruang tengah untuk berlatih presentasi sesuai keinginanmu," sahut Soici menjelaskan, terkadang dia juga heran, kenapa gadis itu sangat lamban cara berpikirnya bahkan sering terjebak dalam kejahilan kakaknya.

"oh, kau itu benar-benar suka membuatku erosi," balas Sonia tanpa mengalihkan pandangannya dari Sang suami yang masih tersenyum jahil.

"Maksumu, emosi," ralat Soici.

"Seharusnya dulu aku memilih Soici saja yang menjadi suamiku, bukan manusia iblis sepertimu," gerutu Sonia.

"Kalau begitu kau salah orang," balas Fransis sambil kembali melangkahkan kakinya meninggalkan istri dan adiknya, tanpa perduli istrinya masih cemberut dan berniat menghancurkan wajah datarnya tersebut.

"Sudalah, Sonia. Kamu jangan cemberut lagi, sebenarnya kakak adalah orang yang baik," hibur Soici,

"Aku tahu," balas Sonia.

"Ya sudah, kalau begitu kau pergilah. Aku akan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan," jawab Soici.

"Baiklah," balas Sonia. Setelah itu ia pergi mengambil makalah yang dibuatnya. Tumpukan dokumen di atas meja menyibukkan seorang Fransis Lonenlis, ia harus memeriksa berkas dokumen tersebut mana yang bisa dibawa keruang tengah sambil membantu Sang istri berpresentasi, baru saja ia merapikan berkas yang hendak dibawanya rasa nyeri di perutnya kembali terasa, pria itu memejakan matanya menahan sakit dalam perutnya, dia sangat membutuhkan obat Pereda nyeri, obat itu berada di kamarnya. Fransis segera bergegas meninggalkan ruang kerjanya dan pergi kekamarnya untuk mengambil obat, karena terburu-buru tanpa sengaja dia menabrak istrinya hingga jatuh.

Bruk…

"Awwww."

Sonia sangat kesal karena ditabrak oleh Sang suami, mana pria itu tidak mau mintak maaf dan malah pergi begitu saja, rasanya ia ingin menendang suaminya tersebut,"Apa kau tidak lihat ada orang jatuh?!" teriaknya meluapkan kekesalahannya, tapi Fransis tidak memperdulikan teriakan kekesalan Sang istri, dia lebih memilih masuk kedalam kamarnya dan mengobrak-ngabrik laci untuk mencari obat yang diperlukannya. Tangannya sudah gemetar menahan sakit, tubuhnya bahkan dingin dan terasa lemas, sejenak ia menghentikan kegiatannya, tangannya meremat perutnya yang terasa semakin menyakitkan pandangannya kabur. Sonia memperhatikan Sang suami yang terlihat kesakitan sambil memegangi perutnya, mungkinkah penyakit maag pria itu kambuh lagi, ia pun melangkahkan kakinya mendekati suaminya.

"Apa maagmu kambuh lagi?" tanyanya. Pria itu hanya mengangguk lemah, dia benar-benar menderita sekarang, matanya memperhatikan botol obat yang dibutuhkannya ternyata ada di atas meja dekat dengan tempat tidurnya, gadis itu memperhatikan arah pandang suaminya, ternyata pria itu butuh obat yang ada di atas meja dekat tempat tidur tersebut, ia pun melangkahkan kakinya mendekati meja tersebut lalu mengambil botol obat kemudian diserahkan kepada suaminya.

"Ini." Gadis itu menyerahkan botol tersebut di depan Sang suami. Fransis pun menerima botol obat tersebut, setelah itu ia mengeluarkan isinya lalu menelan kapsulnya. Rasanya tak tega juga melihat Sang suami yang biasanya kuat kini terlihat begitu lemah, meski dalam hati ada sebuah keraguan mengenai penyakit suaminya, banyak orang terkena penyakit maag tapi tidak seperti Sang suami yang benar-benar terlihat sangat tersiksa, ia pun membantu suaminya untuk duduk di ranjang dan menyandarkan kepalanya di dipan.

"Istirahatlah," katanya. Sonia masih memperhatian Sang suami yang terlihat masih menahan sakit, ia benar-benar tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi pada suaminya, kenapa penyakitnya sangat sering kambuh? Padahal yang dimakan juga hanya itu-itu saja.

Harap setelah membaca berikan reviuw, bintang 5 ok?