Chereads / Hingga Akhir Waktu / Chapter 13 - episode 14

Chapter 13 - episode 14

24 November 2020

Hingga akhir waktu

Episode 14

Soici tidak menyangka kalau kakak iparnya itu diam karena masih menunggu balasan sapa darinya bukan bersiap untuk memberikan ciuman pada dirinya, meski kecewa ia tetap tersenyum,"Kau menunggu balasan salam dariku?" tanyanya setengah tidak percaya. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban.

"Ah, iya. Selamat malam juga kakak ipar," balas Soici, rasanya sangat memalukan tapi bagaimana lagi, cinta tak mengenal kasta bahkan hubungan oleh karena itu arahkan cinta pada jalan yang benar bukan hanya menuruti nafsu hingga harus merebut istri atau suami orang.

"Terimakasih," kata Sonia. Suasana kembali tenang tidak ada kecanggungan didalamnya, gadis itu melangkahkan kakinya dan mendudukkan diri disamping Sang suasana kemudian mereka pun bersiap menikmati hidangan sebelum suara teriakan melengking memekakkan telinga….

"Aaaaa…."

Hampir saja Fransis dan Soici terkena serangan jantung dadakan akibat teriakan tersebut, Fransis pun menggeram dalam hati matanya melirik pada Sang istri yang terlihat seperti habis ketemu burung beranak,"Apa kau memang ingin aku mati muda?!" bentaknya.

Gadis itu hanya memanyunkan bibirnya sedangkan Soici memang tak percaya melihat kakaknya yang biasanya tenang bisa membentak seseorang apa lagi istrinya sendiri.

"Kenapa kau membentakku? Apa salahku?" tanya Sonia dibuat dengan wajah sesedih mungkin karena sebenarnya dia juga tidak terlalu menganggap bentakan suaminya itu sebagai tanda kemarahan dari Sang suami karena baginya seperti apapun pria itu, ia selalu bisa merasakan kasih sayang yang tersembunyi. Fransis menatap jengan istrinya,"Mulai berderama lagi," batinnya.

"Kak Fransis, sudah jangan marah-marah lagi. Kasihan kak Sonia," sahut Soici. Kesempatan bagi gadis itu untuk membuat suaminya itu merasa bersalah, ia pun mengangguk sambil tersenyum aneh.

"Hmm, Soici benar. Lagi pula aku mana mungkin bersedia melihat suamiku yang tampan rupawan dan sangat ku cintai ini mati muda," timpal Sonia sambil mengelus-ngelus lengan suaminya mintak pengertian.

"Hn, tapi teriakan mu itu hampir membuatku terkena serangan jantung dadakan," balas Fransis. Gadis itu mengerucutkan bibirnya mendengar omelan dari pria tampan tersebut.

"Kau berlebihan, Frans," timpalnya merajuk. Rasanya Fransis ingin muntah melihat sikap istrinya yang seperti ratu acting tersebut, memangnya orang tidak seperti terkena serangan jantung dadakan kalau selagi sauna tenang tiba-tiba ada teriakan yang begitu melengking hingga memekakkan telinga.

"Sudalah, kak. Sonia, memang kenapa kau sampai berteriak sekencang itu?" kata Soici merelai pertengkaran, ia merasa tidak tega melihat kakak iparnya harus terkena omelan kakaknya, dia lebih memilih mencari tahu alasan gadis itu berteriak.

"Kau keterlaluan, Frans. Kau selalu saja marah padaku, harusnya kau seperti Soici yang selalu perduli padaku." Sonia meremat-meremat jemari sang suami intak perhatian, meski kelihatannya ingin agar suaminya tersebut bersikap seperti adik iparnya tapi kenyataan dalam hatinya dirinya lebih perduli pada Sang suami tercinta. Fransis sama sekali tidak perduli pada Sang istri yang merajuk dan memintak perhatian lebih darinya, tapi ia juga tidak melarang ketika gadis itu terus meremas-remas jerainya, pria itu lebih memilih untuk menyantap hidangan yang ada didepannya daripada harus membalas ucapan istrinya tersebut. Sedangkan Soici, pria itu merasa sangat senang hanya karena sebuah pujian dari gadis yang disukainya meski sebenarnya pujiannya itu hanya untuk memancing kakaknya agar lebih perhatian pada gadis itu.

Sonia melepaskan jemari suaminya lalu menoleh pada adik iparnya,"Soici, tadi aku berteriak karena aku baru teringat sesuatu," katanya.

"Tentang apa?" tanya Soici penasaran.

"Besok aku ada tugas mengumpulkan makalah dan presentasi," jawab Sonia.

"Lalu apa masalahnya?" tanya Soici bingung, kenapa tugas makalah dan presentasi saja harus membuat orang berteriak sekencang itu hingga membuat orang lain hampir terkena serangan jantung dadakan. Mungkin bagi orang bukanlah suatu yang harus dipermasalahkan tapi bagi Sonia, tugas itu sungguh merepotkan dan yang terpenting adalah dirinya bahkan belum mengerjakan sedikitpun.

"Masalahnya adalah aku belum membuat pwer poinnya untuk presentasi besok, Soici," jelasnya dengan wajah melas.

"Kalau begitu, setelah ini kau buat saja, bereskan?" balas Soici.

"Kau benar, tapi aku belum berlatih untuk presentasinya," kata Sonia. Soico sweet drop mendengar jawaban dari gadis itu, kenapa juga ada siswi yang belum mengerjakan tugas sedang waktu mengumpulkannya sudah sangat mepet bahkan belum latihan presentasi, matanya melirik Sang kakak yang menikmati hidangan tanpa merasa terganggu sedikitpun. Pria itu berpikir, kakaknya bahkan tidak pernah berlatih presentasi tapi sudah bisa sendiri dan sangat lancar kalau memperesentasikan sesuatu didepan bawahannya.

"Apa itu penting? Maksudku, apa presentasi itu perlu latihan?" tanyanya sedikit tidak percaya.

"Tentu saja, Soici. Aku tidak mau kalah, teman-temanku sangat bagus," jawab Sonia.

"Ok, baiklah. Sekarang sudah diputuskan kami akan membantumu, aku akan jadi audiennya dan kak Fransis akan pura-pura jadi gurumu. Bagaimana Sonia?" usul Soici penuh semangat.

"Aku tidak ikut," Sela Fransis yang sudah menyelesaikan makanannya, pria itu bahkan sudah mengelap bibirnya dan bersiap untuk bangkit. Sonia dan Soici mengalihkan perhatiannya pada pria itu, gadis itu merengut mendengar ucapan suaminya yang tidak bersedia ikut dalam mengajarinya berpresentasi.

"Kenapa kau tidak ikut?" tanyanya heran.

"Sibuk," jawab Fransis acuh.

"Ini sudah malam suamiku, sibuk apa lagi? Kau tidak mungkinkan mengerjakan tugas kantor dirumah?" tanya Sonia memastikan.

"Hn, kau benar. Karena itu, aku ada meeting diluar," balas Fransis sambil menyeringai remeh pada istrinya.

"APA?!!!" teriak Sonia membuat kedua pria itu reflek menutup kedua telinganya menggunakan telapak tangan.

"Tidak perlu berteriak!" bentak Fransis.

"Eheheh." Bukannya merasa bersalah, gadis itu malah nyengir setelah membuat telinga kedua pria itu berdenging seperti hampir tuli.

"Kenapa kau ini suka marah-marah si?! Tidak lucu tahu," protesnya.

"Untuk apa lucu?! Aku tidak melawat," balas Fransis sewot. Gadis itu tertawa geli mendengar jawaban sewot dari suaminya, dia tidak menyangka ternyata pria yang selalu menampilkan ekspresi datar dan berbicara dingin itu bisa sewot juga kalau terus digoda. Menurutnya tidak ada yang salah jika Sang suami yang berperan menjadi gurunya, pengalaman presentasi suaminya itu sangat tidak meragukan jadi dia yang mengawasinya ketika dirinya berperesentasi sudah pasti hasilnya tidak akan mengecewakan. Demi mendapatkan guru seorang presiden direktur maka ia harus lebih keras untuk marayunya.

Sonia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan memutar hingga dia berdiri dibelakang Sang suami, ia menaruh kedua telapak tangannya dibahu Sang suami lalu menyandarkan kepalanya di kepala suaminya.

"Ayolah bantu aku," rayunya. Fransis tidak bergeming sama sekali.

"Aku bersedia memijitmu kalau kau mau, pijitan ku sangat enak lho," lanjutnya.

Pria itu sedikit melirik kebelakang, terlihat sekali kalau gadis itu memberanikan diri bukan benar-benar berani, mungkin lebih menyenangkan kalau sedikit digoda,"Asal kau tidak salah "pijit" saja," balasnya tak lupa seringai yang tercetak dibibirnya. Wajah Sonia sudah memarah sempurna otaknya sudah liar.