Chereads / Hingga Akhir Waktu / Chapter 10 - Episode 11

Chapter 10 - Episode 11

14 November 2020

Hingga akhir waktu

Episode 11

Sonia masih memperhatikan KTP yang dilempar Fransis di atas termpat tidur tersebut, sejujurnya dia sangat tidak mengerti kenapa pria yang dikira sebagai adik iparnya tersebut menunjukkan sebuah KTP terhadapnya.

"Untuk apa KTP ini?" tanyanya tidak mengerti. Rasanya Fransis malas menjawab pertanyaan istrinya tersebut, menurut dirinya ketika seseorang menunjukkan sesuatu hendaklah orang terebut melihatnya terlebih dahulu lalu membaca, baru ketika sudah benar-benar tidak mengerti di tanyakan. Pria itu memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang kemudian menarik selimutnya sebatas dada terakhir memejamkan matanya, kalau saja didekatnya ada alat untuk menyumpal telinganya agar tidak terdengar pertanyaan-pertanyaan Sang istri yang menurutnya sangat menyebalkan dirinya akan melakukannya.

"Apa maksudnya ini?" tanya Sonia yang membuat Fransis semakin kesal, tapi pria itu tidak berniat untuk membuka matanya atau mulutnya sedikitpun walau sekedar untuk menjelaskan pada gadis itu. melihat suaminya hanya terdian dan terlihat enggan untuk memberikan penjelasan apapun, gadis itu pun berpikir untuk mengambil KTP tersebut lalu membacanya, matanya terbelalak ketika melihat identitas yang asli yang ada dalam KTP tersebut, ternyata apa yang dikatakan pria itu tidaklah berdusta, ia memang benar seorang Fransis Lonenlis suaminya yang sah secara hokum dan agama, kenapa selama ini dia tidak menyadarinya, dirinya tak bisa mengenali suami sendiri.

Fransis tersenyum sinis dalam hati,"Hmmp, memang aku harus membatalkan rencanaku untuk menyembunyikan jati diriku," batinnya.

Sonia masih memperhatikan Sang suami yang masih tiduran dengan nyaman di atas tempat tidur, mungkin jika dirinya ikut tidur akan terasa semakin menyenangkan. Perlahan ia naik keatas ranjang tersebut, gadis itu duduk bersimpuh di samping tubuh Sang suami, dipandanginya wajah rupawan tersebut, bibirnya membentuk sebuah senyuman, ia tidak menyangka kalau ternyata hatinya lebih bisa mengenali suaminya dibandingkan matanya. Sonia mulai membaringkan tubuhnya di samping tubuh suaminya dan meletakkan kepalanya di atas dada Sang suami membuat dahi pria itu berkerut merasakan tekanan pada dadanya.

"Tolong biarkan aku begini, lagi pula kau suamiku bukan? Jadi tidak ada masalah, setidaknya sebelum aku mati," pinta Sonia.

"Cih, selalu berbicara tentang kematian, seperti dia sudah siap mati sekarang saja," batin Fransis meremehkan. Tapi meski begitu, dia tetap membiarkan Sang istri menjadikan dadanya sebagai bantal, ia pun menggerakkan tangannya untuk membelai lembut puncak kepala istriya. Sonia merasakan kehangatan dalam dadanya ketika tangan jemari lentik milik Sang suami, memang benar seorang istri akan selalu merasa bahagia hanya dengan kelembutan seorang suami.

"Kalau nanti aku mati, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya.

"Menguburmu," jawan Fransis santai. Gadis itu mengerutkan keningnya mendengar jawaban suaminya yang terkesan tanpa perasaan tersebut, apakah dalam hati pria itu tidak ada sedikit pun niat untuk bersikap romantic terhadapnya.

"Kenapa begitu?" tanyanya sedikit berharap bahwa pria itu akan memberikan jawaban yang sedikit membuat hatinya merasa bahagia.

"Lalu, apa kau ingin aku membuang mayatmu?" tanya Fransis balik. Gadis itu mengerucutkan bibirnya sebal.

"Apa kau tidak bisa berbicara sedikit lembut dan romantic padaku? Kau ini selalu begitu, kau akan menyesal ketika nanti aku mati, karena kau belum sempat berbicara lembut padaku," gerutunya. Fransis menaikkan sebelah alisnya melihat istrinya sedang merajuk, terkadang dirinya merasa sangat heran mendengar gadis itu mengatakan hal-hal yang menakutkan, mungkinkah sebenarnya gadis itu sudah siap mati?

"Memang kau sudah siap mati sekarang?"

"Tentu saja tidak, apa lagi aku masih ingin menikmati kehidupan sebagai seorang istrimu. Punya suami tampan, kaya dan punya perusahaan sangat besar, cabangnya juga dimana-mana, kan sayang kalau ditinggal mati," jawab Sonia sambil tersenyum girang seakan melupakan kesedihannya yang tadi. Pria itu tersenyum remeh, dalam hati ia sangat yakin kalau gadis itu tipe orang yang suka pamer ketika memiliki sesuatu yangb sangat berharga atau indah dan bernilai tinggi.

"Cih, dasar tukang pamer," batinnya.

"Kau tahu? Dokter bilang … kalau dalam setahun ini aku tidak mendapatkan donor jantung yang cocok denganku, maka aku tidak akan tertolong lagi." Sonia membelai dada Sang suami yang tertutupi kemeja ketika mengatakan kalimat yang sangat menyesakkan dada tersebut, bahkan nada suaranya berubah menjadi sendu seakan gadis itu ingin menangis. Fransis masih belum memberikan tanggapan apapun, pria itu hanya diam mendengarkan keluh kesah istrinya.

"Hiks… hisk… aku tidak mau mati. Aku takut mati, hiks…hiks…" tiba-tiba saja gadis itu menjadi terisak. Tangannya bahkan mencengkram kemeja suaminya dan menyembunyikan wajahnya disana. Seolah mengerti apa yang dirasakan Sang istri, perasaan putuis asa ketakutan ketika penyakit itu datang menghampiri, tapi pria itu juga tidak tahu bagaimana caranya menghibur seorang gadis, yang bisa dilakukannya hanyalah memberikan pelukan hangat, ia berharap dengan begini istrinya tersebut akan sedikit tenang.

"Kau tahu Sonia? Aku pun merasakan hal yang sama, bahkan mungkin usiaku tidak akan sampai menemanimu hingga setahun ini. Mungkin dua bulan lagi aku akn pergi, tapi sebelum itu aku ingin memastikan bahwa kau akan baik-baik saja," batinnya. ia ingin mengatakan kalimat tersebut, tapi itu bukan kebiasaannya hingga yang keluar justru…

"Kau cengeng sekali."

Gadis itu mengehentikan tangisannya, dia mendongakkan kepalanya memandang wajah Sang suami," Kau bicara begitu karena kau tidak merasakannya. Bagaimana rasanya jika mengidap penyakit mematikan dan kau juga dapat vonis dari dokter, kau pasti akan sedih dan putus asa. Saat penyakit itu datang, rasanya sangat menyakitkan," balasnya tersungut-sungut.

Fransis bukan orang yang tidak mengerti apa yang dirasakan istrinya, dia sangat mengerti dan paham karena dirinya juga mengalami yang sama dengan gadis itu, rasa sakit yang dialaminya bertambah 100x lipat setiap harinya dan ia merasakan itu lebih dari sekali dalam sehari, tapi dirinya bukan tipe orang yang akan menunjukkan kesedihannya di depan orang, ia lebih memilih menutupi semua penderitaannya.

"Kau tidak merasa sedih?" tanya Sonia heran melihat pria itu terlihat tidak bereaksi ketika mendengar ceritanya bahkan amukannya.

"Untuk apa?" tanya Fransis pura-pura tidak mengerti hingga membuat Sonia semakin kesal. Dia tidak habis pikir kenapa didunia ini ada seorang pria yang tidak berperasaan seperti itu, kenapa juga dirinya harus jatuh cinta pada pria macam itu. Gadis itu menarik diri dari dekapan suaminya, dia berdiri sambil berkacak pinggang disamping tubuh Sang suami.

"Kau ini sangat menyebalkan, aku bercerita tentang penyakitku tapi ekspresimu hanya datar-datar saja. Sebenarnya kau punya hati atau tidak si?!"

Fransis menyerngit sesekali meringis menahan nyeri dalam perutnya karena ulah istrinya, sebenarnya kalau mau berdiri yang berdiri saja yang tegak di atas ranjang dengan dua kaki, jangan satu kaki di atas ranjang dan satunya berada di perutnya bahkan ketika berbicara penuh emosi tidak lupa juga dengan menekan injakannya membuat rasa sangat tak nyaman dalam perut Fransis.