Koko baru aja hendak menyeruput minumannya saat seorang cowok dengan wajah yang sangat gak asing baru aja menuruni anak tangga dan melangkah ke dapur.
"Maaf, Tante, itu siapa?" Koko berusaha memastikan kalo yang dilihatnya barusan adalah benar.
"Oh itu. Itu keponakan Tante.", sahut Tante Letta. "Namanya Angga."
DEG! Ternyata bener apa yang diucapkan Anit, bajingan itu rupanya udah kembali. Dan ... Astaga! Dia tinggal seatap dengan Tante Letta, yang itu artinya bakal tinggal satu atap juga dengan Anit! Ini gak bisa dibiarin. Udah cukup Anit menderita karna cowok bernama Angga Samudera!
Koko menggeleng pelan. Anit gak boleh kembali ke rumah ini. Apapun yang terjadi. Koko tau betul gimana beratnya cewek itu berjuang dari kehancuran. Dan Koko gak mau hal itu sampe kejadian lagi untuk kedua kali.
"Tan, maaf nih sebelumnya. Tapi kayaknya Koko harus balik duluan. Nanti malem ada janji sama orang.", Koko bangkit dari posisi duduknya sambil basa basi busuk. "Tante tenang aja, Anit baik-baik aja kok. Dia cuma butuh istirahat."
Tante Letta tersenyum. "Oke deh, Ko. Tolong Jaga Anit ya. Kasihan dia. Dia gak punya siapa-siapa selain kita. Tante titip Anit ya, Ko."
"Itu pasti, Tan."
"Tante anter kamu sampe pintu ya."
*
Alis Koko langsung berkerut begitu masuk ke dalam rumah dan menemukan tisu berserakan di mana-mana. Ditambah lagi ada alur tetesan darah di lantai.
Anit?
"Astaga, Nit!" Koko berlari secepat kilat begitu menemukan bayangan Anit di lantai, tergeletak gak sadar diri dengan .. tangan bersimbah darah?! "Nit! Bangun, Nit!!"
Gak perlu aba-aba, Koko langsung menggendong tubuh lemas Anit dan memasukkannya ke dalam mobil. Kemudian, dia langsung cuz tancap gas secepat kilat ke rumah sakit terdekat.
"Please, Nit, bangun. Tolong jangan begini caranya, Nit. Bangun, Nit!
Koko memandangi jalanan dan sosok Anit secara bergantian. Jantungnya berdegup kencang. Dia bener-bener khawatir dengan kondisi cewek di sebelahnya itu.
Diam-diam Koko merapal sebuah doa, memohon keajaiban Tuhan.
*
Anit membuka matanya perlahan dan mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. Kemudian tatapannya beradu pandang dengan sepasang manik mata yang sangat dikenalnya.
"Gue dimana, Ko?" tanya Anit lemah. "Gue kenapa, Ko?"
Koko mengusap air matanya dan langsung menghambur diri memeluk Anit. Doanya dikabulkan.
"Anittt!! Lo udah sadar?"
"Gue dimana, Ko?" Anit mengulang pertanyaannya. "Kenapa gue di sini?"
"Justru itu, Nit. Harusnya gue yang nanya. Kenapa lo sampe berbuat nekat kayak tadi? Kenapa, Nit?!"
Hening. Anit mengunci mulutnya. Dia gak mau Koko tau hal sebenernya. Meskipun, pada awalnya dia merasa dia udah sekuat yang dipikirkannya tapi ternyata enggak.
"Lo masih keingetan sama Angga si bajingan itu?" tembak Koko. "Trus lo gak kuat dan berpikir buat bunuh diri, gitu?"
Air mata Anit mulai mengalir. Dia gak tau harus jawab apa. Ucapan Koko barusan emang ada benarnya.
Koko meraih tubuh Anit dan membawanya ke pelukannya, membiarkan cewek itu menuntaskan pedihnya.
"Menangislah sepuasmu, Nit." Koko membelai lembut rambut Anit.
*
"Ko, gue pengen pulang." Untuk kesekian kalinya Anit merengek dan meminta pulang. Dia gak betah. Suasana rumah sakit membuatnya teringat kejadian masa lalunya.
"Nanti ya, kalo kata dokter lo emang udah boleh pulang."
"Tapi kapan, Ko? Sakit gue kan gak parah-parah amat, Ko. Mestinya gue gak perlu dirawat dong."
Koko menggenggam jemari Anit. Dia tau, ini adalah saat paling kritis di hidup Anit, dan dia gak mau ambil resiko kedua kali kalo-kalo Anit bakal berbuat nekat kayak tadi.
"Badan lo mungkin cuma sakit sedikit, tapi batin lo jauh lebih sakit dari ini. Iya kan? Gue gak mau ambil resiko, daripada lo nanti berbuat nekat lagi kayak tadi. Gue bener-bener pengen lo istirahat, Nit."
"Tapi gue kan gak betah di sini lama-lama, Ko. Ayolah! Gue pengen pulang."
"Oke, lo pengen pulang. Tapi mau pulang kemana? Ke rumah tante Letta? Di sana ada si bajingan itu, yang ada lo bakal berbuat nekat lebih dari ini. Di apartemen gue? Gue sih fine-fine aja, tapi kan gue juga gak tiap hari ada di apart."
"Ya udah kalo gitu, gue bakal pergi sejauh mungkin yang gue bisa, Ko. Kemanapun itu, asal bukan di sini dan di rumah Mama Letta."
Koko menghela nafas. "Oke kalo gitu. Mulai sekarang lo resign dan mulai malam ini lo ikut kemanapun gue pergi, termasuk urusan dinas sampe lo dapet kerjaan baru dan tempat tinggal baru yang lebih aman dari Angga. Gimana?"
"Trus mama Letta gimana?" tanya Anit bingung.
Nah loh! Iya ya! Koko baru kepikiran soal ini. Kalo Anit tiba-tiba resign trus tinggal dengannya sampe batas waktu yang gak ditentukan, udah pasti Mama Letta bakal khawatir dan curiga. Apalagi hal ini tepat banget dengan momen kedatangan Angga. Padahal Mama Letta sama sekali belom tau soal kejadian yang sebenernya antara Angga dan Anit.
"Kalo gak, selama ada Angga di rumah Mama Letta, lo pindah aja ke rumah nyokap gue. Kan jaraknya juga deket sama kantor lo dan gue bakal sering juga kok ke rumah nyokap. Gimana?"
Anit bergeming. Hmmm ... boleh juga usul Koko barusan. Alhasil, Anit mengangguk setuju.
*
Anit mempersiapkan barang bawaannya sembari menunggu Koko menyelesaikan administrasi. Setelah dipertimbangkan dan diputuskan, Anit akhirnya bakal tinggal di rumah Bunda Nay - ibunda Koko untuk sementara waktu.
"Gimana, udah beres?" tanya Anit begitu melihat sosok Koko dari pintu kamar, yang langsung dijawab oleh anggukan kepala Koko. "Oke, gue juga udah beres nih."
Koko langsung mengambil tas tangan kecil milik Anit dan menggandeng tangan kiri cewek itu. Dan gak perlu waktu lama, driver pribadi Koko langsung tancap gas ke rumah Bunda Nay.
*