Chapter 3 - Rahasia Nenek Yuna?

Sebelumnya, Zahra mempunyai hubungan baik dengan Yuna. Yuna adalah orang pertama yang mengajak Zahra kerumahnya. Selama ini Zahra tidak pernah lebih dekat dengan seorang teman sampai datang kerumah mereka dan berkenalan dengan keluarganya.

Tapi dengan Yuna, Zahra melakukannya. Awalnya Yuna bercerita kepada Zahra, tentang dirinya. Yuna bercerita bahwa ia punya abang yang ternyata satu sekolah dengan Silvia, kakaknya Azzahra. Ia juga mengatakan bahwa orangtuanya ada dikampung dan kini ia tinggal dengan neneknya. Dia sangat sayang kepada neneknya daripada orangtuanya, menurut dia neneknya itu baik.

Yuna juga memberitahu rahasia neneknya, yakni bisa menyantet orang lain.

"Bagaimana caranya?" tanya Zahra

"Caranya mudah aja, kamu hanya perlu membungkus foto orang itu didalam kain merah, lalu kamu ikat dengan rambut orang itu"

"Mudah sekali!" Zahra mengomentari

"Ia, setelah itu kamu kubur dibelakang rumahmu. Tapi kamu gak boleh bilang sama siapa-siapa ya!"

Begitulah Yuna membongkar rahasia neneknya.

Yuna juga mengatakan bahwa neneknya punya ternak yang banyak dan juga punya kebun yang luas. Salah satu isi kebunnya yaitu durian dan mangga.

"Buah mangganya lagi berbuah, Zahra. Kamu mau? Kita ambil yok. Nanti kamu makan siang dirumah aku"

Begitulah Yuna menawarkan buah mangga kepada Azzahra. Azzahra yang suka makan buah tentu saja tidak akan menolak.

Sepulang sekolah ia mengikuti Yuna dengan semangat. Meskipun Rumah Yuna sangat jauh, dan terperosok di kota, Azzahra tidak mengeluh sama sekali. Toh kampung Azzahra lebih pelosok dan lebih jauh. Memang benar, disekitar rumah neneknya terhampar tanah lapang yang luas tempat sapi-sapi sedang makan rumputnya. Juga dihalaman rumahnya tumbuh banyak sekali pohon, seperti pohon durian, jambu, karet dan sebagainya. Pohon-pohon itu membuat rumah nenek Yuna jadi asri, rindang dan seolah tersembunyi dalam hutan.

Sebenarnya, rumah nenek Yuna cukup bagus dan besar untuk menampung 3-4 orang. Namun yang megejutkan adalah Yuna ternyata tidak tinggal dirumah itu. Melainkan di rumah kecil dihalaman belakang rumah neneknya.

Rumah kecil dari kayu itu hanya sebesar kamar asrama Azzahra. Didalamnya ada dua ruangan, kamar dan dapur. Masing-masing ruangan berukuran 1,5 m.

Ketika pintu rumahnya dibuka, kita akan langsung berhadapan dengan dapur yang multifungsi dengan ruang tamu.

Yuna menjelaskan bahwa ia dan abangnya tidur sama-sama dikamar yang ukurannya 1,5 m itu. Sebelum ditanyakan, Yuna juga menjelaskan kenapa neneknya tidak menyuruh mereka tinggal dirumahnya yang sebenarnya cukup untuk mereka, yakni karena neneknya ingin cucunya menjadi anak yang mandiri.

Zahra menyimaknya dengan santai, ia tidak sama sekali berpikiran yang tidak-tidak, menghina atau merendahkan apapun hal baru yang ia ketahui. Inilah salah satu alasan orang-orang merasa nyaman berkata jujur kepada Azzahra.

Setelah berganti pakaian, Yuna mengajak Zahra menemaninya mandi terlebih dahulu. Dengan senang hati Azzahra mengikutinya Yuna menyebrang lapangan sapi dan menuju ke arah hutan. Zahra bertanya2 dimana mandinya.

Ternyata Yuna berhenti di sebuah parit kecil yang jernih airnya, Yuna masuk kedalam parit itu lalu mandi. Azzahra jadi teringat dengan Aria. Orang ini seperti Aria.

Zahra bahkan melihat tepat diatas parit itu seekor sapi mengeluarkan kotorannya.

"Disini bau tai sapi, sapinya bahkan buang kotoran di hulu parit, Yuna" Zahra mengomentari

"Biarin aja" kata Yuna seraya membuka ikat rambutnya. Sepertinya kotoran sapi itu tidak mengganggu Yuna. Jadi kenapa Azzahra harus merasa terganggu. Lebih baik Azzahra memperhatikan rambut Yuna, ia sadar ia adalah orang pertama yang dengan santai Yuna biarkan untuk melihat rambutnya.

"Jangan bilang sama orang ya soal rambut aku" Yuna memperingati.

Zahra heran, kenapa Yuna tidak ingin Zahra beritahu orang lain soal rambutnya, padahal rambutnya bagus kok menurut Zahra.

"Boleh aku pegang gak?"

Yuna membiarkan Zahra memegang rambutnya yang keriting rata dari akar rambut.

"Rambut kamu bagus kok, keritingnya rapi, bervolume, dan sehat" puji Zahra jujur

"Iya, tapi ngembang kalau sudah kering"

Zahra tertawa "Coba sekali-kali kamu biarin aja tergerai"

Yuna menggeleng "Aku malu"

"Kenapa malu?"

"Pokoknya aku malu, aku paling malu dengan rambut aku"

"Kamu gak boleh malu dengan diri sendiri. Kamu hanya punya rambut yang berbeda, apa salahnya? "

Yuna hanya tersenyum seraya menyiram dirinya sendiri dengan air, sepertinya ia tidak ingin menjadi orang yang bangga pada diri sendiri, jadi Zahra membiarkannya saja. Ia pun ikut menyiram Yuna dengan air.

"Kamu bau sapi" ledek Azzahra setelah Yuna selesai mandi. Yuna hanya tertawa tak peduli, ia justru mengajak Zahra memungut bunga durian yang berjatuhan di tanah, untuk buat sayur.

"Aku belum pernah makan bunga durian" kata Zahra

"Rugi dong. Rasanya enak loh, nanti deh aku masakin"

Setelah berganti pakaian dan memasak bunga itu, Yuna, Zahra makan bersama. Zahra akui rasanya sangat lezat dan khas meskipun ditumis dengan sederhana.

Setelah itu, Yuna mengajak Zahra pergi kekebun karet di belakang rumahnya. Ia berhenti disebuah sumur yang dangkal airnya, airnya berwarna cokelat tua.

Yuna menimba air itu dengan ember bekas cat kecil, lalu meminumnya secara langsung. Setelah itu ia menimba lagi dan diberikan pada Zahra. Tapi Zahra menolak nya. Karena kasihan dengan Zahra yang haus, Yuna meminta air neneknya untuk Zahra. Nenek Zahra tampak ramah dan baik hati.

Namun sayangnya, air milik nenek Zahra masih panas. Zahra pun hanya bisa meminumnya 2 teguk saja.

Tidak ada masalah apapun sebenarnya, sebelum keesokan harinya. Yuna menceritakan kepada orang-orang disekolah bahwa Zahra tidak tahu malu, sudahlah makan dirumah Yuna, berani-beraninya Zahra mencuri teh milik neneknya Yuna.

Zahra membenci difitnah mencuri teh, ia sama sekali tidak minum teh. Ia hanya minum air panas dua teguk didepan nenek Zahra sendiri.

Yowes,, karena Yuna memfitnahnya, Zahra menghapusnya dari daftar teman.

Sejak saat itu, tidak ada yang lebih menyenangkan bagi Zahra daripada melihat Yuna menangis. Air matanya banyak, air liurnya bahkan sudah sepanjang lehernya. Tidak ada yang boleh membelanya, Azzahra berkuasa dikelas untuk membullynya. Ia senang ketika semua orang menatap air liur yang jatuh dari mulut nya dengan jijik.

Ketika bel pulang berbunyi, Azzahra melempar tas dan ikat rambut Yuna di lantai lalu berlari pulang tanpa rasa bersalah. Setiba di asrama, ia membuka pakaiannya, lalu buru-buru turun ke lantai satu untuk masak. Karena matanya yang sangat tajam lebih tajam setajam mata pedang di zaman kerajaan, tidak ada seorangpun yang berani menyapa Zahra. Bahkan ketika orang baru berniat menyapanya, Zahra lebih dulu menyayat hati orang itu dengan tatapannya.

Asrama ini menyediakan lemari khusus anak asrama di dapur. Tingginya hanya 1 meter, dan langsung menempel didinding. Semua lemari saling berhubungan dengan lemari lainnya. Satu lemari terdiri dari 2 tingkat, untuk dua orang, padahal lebarnya cuma 1x1 m dibagi dua jadi 1 x 1/2 m perorang.

Azzahra sebenar sedih dengan keadaan lemari dapur di asramanya itu, di masukin beras 1 karung aja gak muat. Secara gak langsung, pemilik asrama ini maksain anak asrama hidup kekurangan. Untungnya Zahra berdua dengan kakaknya, jadi kedua tingkat dalam satu lemari milik mereka berdua.

Padahal sebenarnya lemari itu cuma formalitas saja, setelah lemarinya Zahra buka, tikus dan sekeluarga buru-buru kabur ke sembarang arah, bahkan sampai tidak sengaja menabrak kaki Zahra. Zahra tersentak, ia terkejut namun ia tidak teriak. Beberapa anak asrama yang tidak sengaja dilintasi tikus berlari pontang panting ketakutan.

Setelah aman, Zahra berjongkok untuk melihat isi lemarinya itu, ia terperangah melihat sudut-sudut dindingnya ada telur kecoa yang sudah matang.

Mendadak niat masak Zahra menghilang, ia kemudian mengeluarkan seluruh isi lemari dan mulai membersihkannya. Menyikat dan mengelapnya dengan rinso. Barulah setelah itu Zahra masak dengan kompor minyak tua yang suka meledak.

Zahra adalah seseorang yang hobby belajar, ia menghabiskan sisa hari itu dengan membaca dan mengerjakan soal-soal matematika, hingga ia dijuluki sebagai 'kutu buku' yang ganas. Tidak seorang pun boleh mengganggunya ketika ia sedang belajar, atau orang itu akan diterkam oleh Azzahra. Zahra tidak segan-segan memukul orang yang mengganggu belajarnya, termasuk Silvia, kakaknya sendiri.

"Rah, kakak mau cerita nih sama kamu" Silvia mulai bercerita "Kakak ada teman loh di sekolah, dia itu imut dan ganteng banget, bahkan dia jadi cowok paling populer disekolah. Kakak aja awalnya kira dia itu sombong, ternyata endak Rah, dia ramah dan baik banget. Tapi sayang, dia adik kelas kakak, dia satu angkatan sama kamu loh Rah" Silvia terus bercerita soal teman-temannya meskipun Zahra mengabaikannya.

"Kakak juga sering banget cerita tentang kamu sama dia, kakak tunjukin foto kamu malahan. Dia bilang kamu itu cantik, kakak pengen deh jombalingin kamu sama dia. Kamu mau gak Rah?"

"Bisa diam gak sih, aku tu lagi belajar!!" Zahra membentak Silvia dengan kasar. Silvia yang tidak biasa dibentak menjadi sedih, hantinya terluka dibentak oleh adiknya sendiri. Zahra dengan tanpa rasa bersalah melempar bukunya ke arah Silvia.

"Gara-gara aku marah sama kamu, aku jadi gak lagi konsen belajar. Tadi-tadi kamu gak datang, gak ada yang ganggu, makan tuh buku"

Zahra keluar dari kamar dan bermain dengan teman-teman sebayanya di halaman asrama, tanpa peduli dengan perasaan Silvia.

Silvia memang sedih, tapi dia sudah terbiasa dengan sikap adiknya yang sadis itu. Sebenarnya Silvia ingin sekali bisa curhat-curhatan dan mengobrol asik dengan adik perempuan satu-satunya itu. Seperti orang-orang.

Silvia pun menghibur dirinya dengan bersantai di teras atas bersama anak-anak asrama lainnya.

Hari ternyata sedang hujan dengan sangat lebat, sungai diseberang asrama banjir hingga sejajar dengan jalan raya.

Bahkan gara-gara banjir itu, pesisir sungai yang penuh sampah jadi bersih dibawa hanyut sungai. Sungai itu sangat kotor dihanyuti pempes, kotoran, serta sampah-sampah lainnya.

Silvia melihat anak-anak asrama dihalaman depan rupanya sedang bermain hujan, mereka tampak sangat bahagia saling mengotori satu sama lain.

Mereka berlari-lari lalu mulai menuju ke arah sungai, rupanya mereka menghanyutkan diri di sungai itu tanpa peduli sampah-sampah yang juga hanyut.

Yang mengejutkan Silvia adalah, salah satu orang itu adalah Zahra. Dia sedang memeluk tiang rumah orang yang ditancap dalam air itu. Sepertinya ia tidak mampu mengendalikan terpaan sungai yang deras mendorongnya hanyut bersama sampah-sampah. Sungguh malang!!

"Zahra.... naik!! " Silvia berteriak memanggil Zahra "Naik, Zahra, nanti kamu hanyut, airnya kotor Zahra"

Zahra hanya menatap Silvia lalu melambai-lambai kearahnya dengan senyuman girang, sepertinya ia sudah melupakan masalahnya dengan Silvia, ya dia memang bukan anak yang pendendam.

Akibat melambaikan tangan kepada Silvua, tangan Azzahra terlepas dan ia hanyut bersama sampah-sampah.

Silvia berdiri dengan panik, namun kepanikannya pudar ketika melihat Azzahra muncul dari hilir sungai, melambaikan tangannya lagi kepada Silvia.

"Zahra, naik lagi, nanti aku cubit ya. Aku laporin sama mama" ancam Silvia.

Zahra mengacuhkannya, ia sama sekali tidak takut lagi dengan ancaman 'memberitahu mama' toh ia sudah jauh dari mama. Ia tetap saja menghanyutkan diri di sungai, lalu naik lagi, lalu menghanyutkan diri lagi. Silvia luar biasa jengkel melihat adiknya itu, anak-anak asrama yang dewasa bahkan menertawakannya.

Malamnya Silvia melaporkan Zahra kepada Mama melalui telepon, tapi Zahra malah menceritakan keseruan itu pada Mama dengan tertawa terpingkal-pingkal.