Chereads / Kapadokya / Chapter 3 - Mawar

Chapter 3 - Mawar

Bunga itu indah sekali

Merah dan segar menawan hati

Namun kesedihan akan selalu dihati

Karena dia cantik dan memikat hati

Catherine.

Cantik, muda, penuh dengan semangat dan api masa muda. Dia seperti perempuan yang baru bangun dari tidur dan selesai mandi. Segar seperti pagi.

Tubuh semampainya dengan berat yang sangat proporsional mampu membuat jantung siapapun berdegup dengan sangat kencang.

Cerdas, kulit sawo matang, rambut sebahu tanpa kacamata dan ada rahasia kecil dibalik punggungnya yang mengkilat tanpa jerawat.

Pohon Sapindaceae merah terukir di sepanjang tulang belakang punggung itu, indah dan cantik sekali. Masa mudanya membara seperti api yang baru dinyalakan oleh tungku pemanas musim dingin.

Matanya tajam dengan seluruh indera yang terasah dengan baik. Dia baru 24 tahun, bulan ini, namun seluruh estetikanya membuat siapapun bertekuk lutut dihadapannya.

Langit memujanya dan bumi tunduk dihadapan tatap matanya, senyumnya seperti langit merah pagi yang memburat di birunya cakrawala.

Matanya seperti elang yang terbang di ketinggian, tenang namun bersiap menyambar siapapun yang menjadi mangsanya.

Harum tubuhnya seperti bau harum katulistiwa yang tersiram hujan di malam hari, bau basah daun dan tumbuhan yang segar berbaur bersama harumnya tanah yang tersiram air hujan menyatu dalam kelembutan bunga mawar jingga yang baru mekar kuntumnya.

Hitam bukan warnanya, karena dia mencintai jingga.

Hari ini dia datang di kota ini hanya untuk menemui orang yang akan membuatnya jatuh cinta dan membakar semua helai-helai kelopak bunga yang membuatnya mempesonakan semua pengagum keindahan surga.

'Daniela.., temani aku sarapan pagi ini..' rajukan manja khas Catherine yang sedang mengajak temannya untuk makan pagi. Kedua tangannya merangkul tangan Daniela yang masih belum merespon ajakan Catherine.

Daniela yang masih mengerjakan tugas paginya di laptop di atas meja hanya tersenyum dan melanjutkan mengetik artikel yang harus dikirimnya pagi itu.

'Daniela..,' tangan Catherine mulai membelai bahu Daniella dan merangkul pundak itu sambil menyandarkan bahunya di bahu Daniela.

Bau harum sabun mandi pagi itu membuat Daniela bangun dan langsung menyambar tangan Catherine untuk pergi dan sarapan pagi.

'Kamu…, jangan sekali-kali lagi merayu aku ya … kita belum menikah. Nanti….' kata Daniela sambil tersenyum dan menggenggam tangan Catherine.

'Nanti apa.. ?' tanya Catherine membalas senyum Daniela.

'Kamu …' Daniela hanya bisa tertawa sambil menarik Catherine keluar lift.

Keduanya seperti sepasang merpati yang saling mengganggu satu sama lain, atau mungkin burung pelikan yang saling bercengkrama.

Langit merah buat mereka, bau harum tanah basah membuat mereka menikmati pagi.

Itu dua tahun yang lalu tatkala semua belum terjadi.

Daniela.

Pemuda itu tampan sekali.

Kacamata di matanya menambah indah seraut wajah yang terbingkai dalam rambut hitamnya.

'Kenapa, namamu Daniela.' tanya Catherine sewaktu mereka pertama kali berjumpa. 'Itu bukannya nama wanita ?'

'Nama itu diberikan oleh kakek saya.' jawab Daniela sambil tersenyum.

Kebaikan dan ketulusan terpancar dari wajah Daniela. Memandang wajahnya seperti memandang pagi, mendengar suaranya seperti mendengar suara surga.

Suara yang sanggup membangunkan Catherine sewaktu hampir tertidur di sebuah misa yang panjang.

Ya. Hampir tertidur di sebuah misa. Tidak biasanya misa itu panjang sekali seperti minggu ini.

'Maaf, itu HP nya hampir terjatuh.' sapa Daniela waktu itu sambil memegang tangannya yang hampir menjatuhkan HP yang ada di tangannya.

Catherine yang setengah tertidur mendadak sadar dan tidak mengantuk lagi.

'Daniela.' Sapanya lagi sambil berbisik dan menggenggam tangan Catherine.

'Cathy.' Catherine yang mendadak tersadar saat menyebutkan namanya panggilan istimewanya. Tidak ada yang tahu panggilan itu selain keluarga terdekatnya. 'Ehm.. maksud saya, Catherine.' jawab Catherine sambil mengulurkan tangannya menyambut genggaman tangan Daniela.

'Catherine…' suara itu memanggil Catherine.

'Daniela…,' gumam Catherine menjawab sambil menghela nafas panjang.

'Catherine, ini Diana… Kami mencari dan menelepon tapi tidak kamu angkat ada apa Catherine?' tanya Diana sambil mengatur nafasnya setelah terengah-engah menaiki anak tangga di gedung itu.

'Kakak…, ruangan ini sepi sekali. Rasanya seperti mengunjungi museum tua tanpa nyawa.' desis Catherine lirih.

'Maksudmu ?' tanya Diana tidak mengerti.

'Daniela ….'