Chereads / Kapadokya / Chapter 5 - Seribu Tahun

Chapter 5 - Seribu Tahun

Aku mencintaimu seribu tahun

Aku mengharapkanmu seribu lilin merah

Aku merindukanmu seribu bunga mawar putih

Namun aku membakar seluruhnya dalam seribu nama cinta

'Tidurlah Rosa, kamu terlihat sangat lelah dan ketakutan.' Rinjani, istri Eric mengelus kepala Rosa yang lelah tertidur di pangkuannya.

Hanya mereka yang Rosa percaya, hanya mereka teman yang Rosa miliki dan hanya mereka teman yang Alfian miliki. Alfian, Christian, Rosa, Eric dan Rinjani. Mereka seperti memiliki sebuah pertemanan yang tidak dapat diputuskan.

Tak terasa pagi sudah menjelang.

Alfian sudah sampai di kota tersebut. Christian dan Alfian langsung menuju ke rumah dimana Rosa berada.

Alfian sangat mengasihi Rosa sampai dia langsung memeluk Rosa saat pertemuan di rumah itu. Dilihatnya kekasihnya sangat shock dan ketakutan.

Rosa terdiam dan membiarkan saja apapun yang dilakukan Alfian kepadanya.

Namun Erlina, Andreas, Lisa dan mamanya tidak membiarkan peristiwa itu berlalu begitu saja. Mereka membawa Rosa ke kantor polisi terdekat untuk dilakukan interograsi.

Rosa yang setengah linglung sangat ketakutan untuk tidak mempercayai penglihatannya.

Dia sudah tidak mempercayai penglihatannya yang menyebabkan semua kejadian itu terjadi.

Bus itu sebenarnya sudah tiba di Kampung Rambutan siang itu, Alfian sudah disana untuk menjemput Rosa. Namun Rosa tidak mempercayai penglihatannya dan lebih memilih perasaannya yang mengatakan, 'Itu bukan Alfian.'

Kesalahan yang teramat fatal.

Satu hal yang Rosa rasa teramat aneh adalah tas yang dia buang kembali ada di dalam mobil yang membawanya ke kantor polisi tersebut.

Aneh.

'Kamu bohong, Rosa…!' seru seseorang mendadak mencoba membuka mobil tersebut. Dia yang sebelumnya dilihat tidur di dalam mobil.

'Kamu bohooooong…. ! teriak pemuda itu memukul mobil mereka.

'Tidaaak… , tidaaaak… aku tidak berbohong… ! Tidak.. Tidak…! Suara Rosa berteriak lebih keras.

'Rosa…, Rosa… bangun…' Alfian mendekap Rosa yang mengigau dan berteriak-teriak ketakutan.

'Alfian.., aku dimana ?' tanya Rosa sambil membuka matanya.

'Kita di rumah..' jawab Alfian sambil membelai rambut Rosa. Diciumnya rambut yang basah oleh keringat itu, didekapnya dan tidak dilepaskannya.

'Alfian…. '

Setelah Rosa tenang, mendadak pintu diketuk oleh seseorang. 'Rosa, tunggu sebentar ya. Itu Pendeta Timothy datang untuk menengok kita dan mendoakan bersama.' Alfian lalu keluar dan membukakan pintu untuk bapak Pendeta dan istrinya yang datang mengunjungi mereka.

Pendeta tersebut lalu masuk dan mencoba mendoakan Rosa, Rosa yang sedang shock memandang Pak Timothy lalu berteriak, 'Aku mau baju itu. Aku mau baju itu. Kalian hanya mendoakan orang-orang yang kalian mau doakan saja. Kenapa baru sekarang setelah sekian lama kami kesusahan.' Rosa mulai mengeluarkan kalimat-kalimat yang berantakan.

'Ini sepertinya narkoba tingkat berat, Pak Alfian.' Ibu Pendeta mulai mencoba menenangkan Rosa tapi sepertinya tidak berhasil.

'Kemarin kami juga mendoakan seorang mahasiswi yang terkena hipnotis dan diberikan narkoba yang cukup berat.' Ibu Pendeta melanjutkan ceritanya.

'Tapi sepertinya tidak bu Timothy, soalnya Rosa juga sudah dites urine dan sepertinya tidak ada masalah.' jawab Alfian.

'Seharusnya mereka tes darah pak Alfian, narkoba jenis ini tidak terdeteksi melalui tes urine apalagi jika kadarnya sangat sedikit.' Ibu Pastor tetap bersikeras bahwa Rosa terkena dampak narkoba.

'Rosa, kamu tidak apa-apa?' Tanya Alfian kepada Rosa yang tampak begitu gelisah. Rosa teringat memang dia diberikan air minum yang berbau obat yang hanya diminumnya sedikit.

Karena itulah rasa takutnya begitu dalam. Ketakutan makin mencekam Rosa hingga akhirnya Rosa lari ke atas loteng rumah tersebut.

Alfian langsung naik dan menemukan Rosa sudah diatas loteng tanpa pakaian dan hanya menutupi tubuhnya dengan karung beras kotor yang ada disitu sementara tubuhnya penuh dengan debu yang mengotori ruangan.

'Mereka itu hanya suka orang kaya.' Rosa marah-marah sambil tangannya menggenggam kotoran kering dan hendak memakannya dengan mulutnya.

Alfian langsung menangkap tangan itu dan membuang kotoran itu dari tangan Rosa. Alfian terus mendekap Rosa hingga Rosa berhenti mengeluarkan kata-kata yang keras dan penuh amarah. Akhirnya kemarahan Rosa reda dan Alfian memakaikan kembali pakaian yang ada di situ yang dilepaskan Rosa sebelumnya.

'Pakai baju ya Rosa lalu kita turun.'

Rosa menuruti Alfian dan turun ke bawah.

Bapak dan Ibu Pendeta sudah pergi dan meninggalkan rumah tapi sepertinya mereka mengerti keadaannya.

Alfian menelepon keduanya dan meminta maaf.

Sementara Rosa mandi membersihkan diri dari debu-debu yang melekat di tubuhnya.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu.

'Dia datang…, dia datang …' Seru Rosa ketakutan. Dikuncinya semua pintu dan jendela yang ada di rumahnya. Lalu kembali Rosa naik ke loteng yang ada di rumahnya. Dia bersembunyi di sana. Diintipnya rumah di depan rumahnya.

'Benar, dia datang. Dia datang ke rumah di depannya. Untung dia tidak tahu aku berada dimana. Dia datang.' Rosa dengan ketakutan menggumam sendiri.

Memang benar ada seorang pemuda yang mengetuk pintu di depan rumahnya. Entah siapa dia.

Lalu diintipnya kembali pemuda itu sudah pergi, tapi dia pergi bersama dengan seorang berambut panjang dan berpayung tapi di pikiran Rosa perempuan berambut panjang itu adalah pocong. Rosa ketakutan sekali.

Cukup lama Rosa berada di loteng sampai malam turun di kota tersebut.

Semua dibawah mencari-cari Rosa. Lalu pak RT juga mencari-cari Rosa, tapi Rosa tidak mau turun walaupun dia mengenal suara bapak RT di lingkungannya.

Hingga malam benar-benar turun dan Rosa juga turun, kembali cinta Alfian membuat Rosa dapat bertahan.

Dipeluknya Rosa dan didekapnya dalam-dalam. 'Rosa bertahanlah. Besok kita ke dokter.'

Beberapa minggu kemudian, kondisi emosional Rosa kembali meningkat, terlebih karena datang bulan yang dialaminya setelah peristiwa tersebut. Alfian lalu memutuskan untuk membawa Rosa ke tempat kelahirannya untuk membuatnya tenang dan membawanya ke dalam suasana yang menyenangkan hatinya. Karena dilihat Alfian, Rosa seperti mengalami depresi berat sekali dan hampir gila.

Hampir setiap hari dia duduk di beranda rumah tidak mau mandi dan hanya melamun serta menangis.

Obat satu demi satu diminum Rosa, hingga akhirnya Rosa mendapati dirinya sedang hamil. Mereka memeriksakan kandungannya di RS terdekat dan benar Rosa hamil.

Dengan tekat yang kuat, kehamilan itu membuat Rosa timbul kembali semangatnya dan mencoba untuk menghentikan obat-obatan selama dia hamil dan berhasil sembilan bulan berlalu dan tidak satupun obat yang diminumnya.

Kehamilan itu benar-benar membuat hati Rosa senang, sepertinya Tuhan memberikan penghiburan untuk kesedihan hatinya.

Rosa sangat menyayangi anak yang dikandungnya tersebut.

Hingga suatu hari, saat Rosa sedang hamil 5 bulan dan duduk di halaman rumahnya di kota tempat kelahirannya.

Dilihatnya kembali laki-laki itu, dia yang sama yang datang di rumah depan rumahnya.

Laki-laki itu berdiri dan memandanginya dari luar pagar.

Rosa ketakutan kembali, tapi dia tidak sanggup mengingat sedikitpun wajah dari lelaki tersebut.

Rosa langsung masuk dan menutup semua pintu.

Demikian juga sewaktu anak Alfian dan Rosa dilahirkan, lelaki itu ada bersama dengan seorang wanita.

Rosa tidak ingat wajahnya namun suara hatinya mengatakan itu dia.

Rosa benar-benar takut, dia tidak bisa memandang wajah lelaki tersebut, dia tidak pernah tahu dan ingat wajahnya. Tapi perasaan hatinya selalu mengatakan dia ada disekitarnya.

'Mama…..' Rosa terhenyak mendengar suara itu. 'Ayo kita pulang, mama sudah lama disini ?'

Suara kecil itu meneduhkan hatinya dan membuatnya melupakan kegundahan setelah teringat peristiwa belasan tahun yang lalu.