Cinta itu bodoh
Cinta itu sakit dan penuh penderitaan
Cinta itu racun yang diminum dengan rasa madu
Cinta itu akan membunuhmu cepat atau lambat
'Perempuan bodoh !!' Teriak Anggi sambil melempar semua benda yang ada di sekitarnya. 'Kenapa kalian semua mau saja disakiti oleh laki-laki. Laki-laki biadab. Kenapa perempuan harus bersama laki-laki, mau saja mereka diperbodoh atas nama cinta.'
'Anggi, kenapa kamu marah-marah. Seluruh asrama bisa mendengar suara kamu. Untung hari ini seluruh penghuninya sedang pergi tinggal kita berdua.' Oswald mencoba menenangkan Anggi setelah didengar suaranya dari ujung koridor ruang tidur asrama biarawan.
'Aku menjadi seperti saat ini karena tidak mau menyakiti perempuan yang aku sayangi. Aku tidak mau melihatnya berubah karena mengandung anakku, mereka akan kehilangan kecantikan mereka, kesakitan sewaktu melahirkan anakku dan menjadi jelek setelah melahirkan.' Anggi terduduk sambil mengepalkan tangannya. 'Aku tidak tahan melihat kakak kandung perempuanku menjerit dalam kesakitan melahirkan anaknya. Aku tak tahan melihatnya menjadi jelek lalu hanya merawat anaknya dan suaminya. Aku tidak tahan. Aku benci semua itu.' lanjut Anggi mengeluarkan seluruh emosinya kepada Oswald. 'Terlebih lagi lalu mereka merasa boleh mendominasi dalam hubungan dan ordo di rumah tangga dan di masyarakat. 'Mereka kira siapa boleh merusak keindahan wanita lalu menjadikan mereka seperti budak yang harus mengurus mereka siang dan malam.'
'Perempuan bodoh.' desis Anggi mulai terdengar memelankan suaranya.
'Kenapa, Anggi ?' tanya Oswald kembali.
'Dia terlalu lemah untuk menolak apapun.' Anggi yang terlalu kesal kembali melemparkan vas bunga kuningan ke dinding ruangan.
'Kenapa, Anggi ?' ulang Oswald bertanya kembali.
'Rosa. Dia bodoh sekali.' jawab Anggi teramat kesal.
'Kenapa, Anggi ?' Oswald mencoba mengulang pertanyaannya.
'Diam kau Oswald, jangan tanya lagi kenapa Anggi, kenapa Anggi.' bentak Anggi yang sedang sangat marah. Dia terdiam sebentar lalu lanjutnya, 'Malam itu Rosa datang ke kapel depan, sambil menangis dia berlutut dan berdoa di kapel. Dia tidak melihat aku datang sehingga aku melihat bisa seluruh kesedihan di wajahnya saat itu, tapi aku tidak sanggup untuk menghampiri dia dan menyapanya malam itu.'
'Tuhan, aku tidak mau dia menyentuh aku. Tapi aku tidak sanggup untuk menolaknya walaupun dia belum menjadi suamiku. Tuhan engkau tahu seluruh air mataku saat aku berhubungan dengannya. Seluruh cintaku telah lenyap saat dia menyentuh aku malam itu. Tuhan engkau tahu betapa aku tidak ingin bersama-sama dengan dia, tapi aku sudah kehilangan semua yang bisa aku banggakan. Malam ini aku mohon buatlah keajaiban yang dapat menolong aku….'
'Dia berdoa seperti itu Oswald, aku tak sanggup lagi mendengarnya dan keluar dengan air mata mengalir di seluruh wajahku malam itu.' Anggi, frater muda itu menangis. 'Dan beberapa waktu yang lalu aku mendengar dia melahirkan anaknya.'
Air mata Anggi mengalir tidak berhenti lalu Oswald memberikan sapu tangannya untuk Anggi mengusap air mata dan ingus yang mengalir dan mengotori seluruh wajahnya.
'Aku tidak rela, Oswald. Aku tidak rela.' Anggi mengusap mata dan wajahnya dengan saputangan itu.
'Dan tadi sore dia datang lagi, kali ini kami bercakap-cakap dalam dan lama sekali. Dia bercerita betapa dia sangat membenci suaminya karena kejadian tersebut. Luka batinnya sangat dalam dan rasanya ingin dia pergi meninggalkan pernikahan tersebut. Sudah enam bulan sejak dia menikah, setiap hari sandiwara yang dikerjakannya. Senyum di hati tapi luka di batinnya membuatnya sangat menderita. Perempuan bodoh.' Anggi menyesal waktu itu tidak melamar Rosa untuk menjadi istrinya. Devosinya waktu itu salah satu dibuatnya agar Rosa tidak menderita seperti kakaknya. Namun kini Rosa malah jauh lebih menderita karena seorang laki-laki yang tidak dapat menahan diri.
Rosa … Bodoh !
Kejadian itu sudah bertahun-tahun saat Oswald baru awal-awal masuk ke asrama biara di sekolah tersebut. Kini Anggi sudah menjadi rekan pelayanannya di SMA tersebut. Namun sejak saat itu Anggi terasa terlalu diam. Walaupun dia tidak menutup diri dari pergaulan sehari-hari tapi diamnya sangat merubah karakter awal yang dulu dimilikinya.
Dan malam itu Oswald melihat Anggi duduk dengan memeluk lututnya di sudut ruangan dalam gelap.
'Ada apa Anggi ?' tanya Oswald menghampiri Anggi. Dia tidak berani untuk menyalakan lampu ruangan.
'Rosa sempat hilang. Sudah dua hari dia tidak pulang.' Anggi berkata sangat pelan.
'Kamu tahu dari mana ?' tanya Oswald terkejut.
'Suaminya datang dan menanyakan tentang Rosa.' jawab Anggi mengusap matanya yang basah.
'Anggi…' Oswald tidak mampu berkata-kata.
'Tadi pagi ada orang yang memberi kabar bahwa Rosa sudah pulang tapi kondisinya sangat amat tidak stabil. Ketakutannya menjadi-jadi dan sering berteriak-teriak dan membanting-banting semua peralatan memasak yang ada di rumahnya.' Jawab Anggi sambil menghela nafas lalu terdiam sebentar.
'Aku benci Alfian, Wald. Aku sangat membenci suaminya.' Anggi mengepalkan tangan lalu meninju dinding di kamar tersebut. 'Rasanya ingin aku pukul dia lalu mendorongnya ke jurang.'
'Nggi, jangan. Kita ini hamba Tuhan, jangan membenci.' Oswald memegang pundak Anggi, ingin rasanya dia memeluk dan memberikan kekuatan kepada Anggi. Tapi suasana yang gelap membuatnya menahan diri untuk melakukan semuanya itu.
'Kita doakan saja yuk, biar Tuhan yang menolong keluarga mereka.' Oswald akhirnya menarik tangan Anggi dan mereka berjalan menuju ke kapel.