Pohon itu sudah berbuah
Sebentar lagi buahnya akan matang
Dan semua akan panen besar
Kalau mereka berhasil menghancurkan kita
'Itu pohon apa ?' tanya seorang lelaki yang melintas di depan Rosa dan Alfian.
'Tidak tahu,' jawab Alfian sambil tersenyum kepada orang tersebut.
'Kita malah baru sadar kalau pohon ini ada buahnya, sepertinya tadi waktu kita duduk tidak melihat ada buahnya.' Rosa tertawa melihat Alfian.
'Rosa, saya dengar kamu beberapa hari yang lalu ke kapel menemui Anggi ?' tanya Alfian serius memandang Rosa istrinya tersebut yang mendadak terdiam dengan senyum yang mendadak hilang dari wajahnya.
'Iya, Alfian. Saya ke kapel sebentar. Disana ada Diana dan Oswald juga.' jawab Rosa sambil mencoba untuk berkelit.
'Oh ada Diana dan Oswald juga. Tapi untuk apa kalian berada di kapel tersebut sore-sore yang sepi itu ?' tanya Alfian menyelidik.
'Kamu tahu dari mana disana sepi ?' tanya Rosa balik memandang curiga kepada Alfian. 'Kamu tidak mengikuti aku kan Alfian ?'
'Tidak, Rosa. Seorang teman bercerita kemarin.' jawab Alfian pendek. 'Kamu masih mencintai, Anggi ?' lanjut Alfian bertanya.
'Masih.' Rosa hanya menjawab pendek.
'Hmm.' Alfian juga hanya menggumam pendek.
'Itu perlu dibahas ?' tanya Rosa sambil memandang Alfian.
'Tidak. Hanya berhati-hatilah Rosa, jangan sampai kejadian seperti dulu berulang kembali dan kesehatan kamu akan jatuh sakit kembali.' Lanjut Alfian, 'Aku tahu kamu Rosa.'
'Alfian…' Rosa tidak melanjutkan kalimatnya dan membiarkannya menggantung.
Seakan tidak pernah membahas Anggi, Alfian menarik tangan Rosa meninggalkan pohon tersebut menuju ke butik di seberang jalan. Lalu dia dan Rosa mencoba-coba batik yang ada disitu dan membeli satu dua pakaian untuk dipakainya di akhir bulan ini karena ada undangan pernikahan dari kerabat dekatnya.
Rosa tidak bercerita bahwa setelah Anggi mengantarnya pulang malam itu, sebelum Rosa naik ke apartemennya dengan Alfian, Anggi memeluk Rosa dari belakang selama beberapa waktu dan membisikkan betapa dia sangat mencintai Rosa.
Pelukan itu seperti pelukan perpisahan di hati Rosa. Rosa tahu bahwa dia tidak mungkin bersama dengan Anggi lagi walaupun perasaan cinta itu melebihi apapun yang sanggup ditanggungnya.
'Anggi, pulanglah. Tidak baik dilihat orang kalau melihat seorang Pastor memeluk seorang wanita bersuami di basement apartemen.' Rosa berbisik di telinga Anggi yang menyandarkan kepalanya di pundak kanannya. 'Aku juga mencintaimu, Anggi. Tapi anak dan suamiku, lalu devosimu mau dengan apa ditebus semuanya itu. Seluruh harta di dunia tidak akan mampu membelinya.'
'Hutang itu hanya akan menjadi hutang dosa yang harus kita tanggung seumur hidup, bukankah Tuhan kita hanya mati satu kali untuk menebus dosa kita. Kita tidak boleh dan tidak akan dapat menyalibkan DIA untuk kedua kalinya. Kita akan mati dikutuk dan dibuang ke api yang menyala-nyala, Anggi. Bukankah kita tahu semuanya itu bukan ?' Rosa melanjutkan kalimatnya, 'Kasihan anak didikmu kalau melihat guru dan Pastor yang mereka sayangi akhirnya mengkhianati devosinya untuk mendedikasikan hidup menjadi hamba Tuhan hanya demi seorang wanita bersuami.'
Rosa tidak berhenti, 'Kalau pun nanti kamu keluar dari biara itu dan menikah carilah gadis yang baik dan jangan sia-siakan lagi cinta kalian berdua.'
Rosa mencoba melepaskan genggaman lengan Anggi yang melingkar di pinggangnya. Lanjutnya, 'Tentang aku…, lupakanlah aku.'
Anggi yang sedang terbakar hatinya melepaskan genggaman lengannya di pinggang Rosa lalu memutar tubuh Rosa sehingga mereka berhadap-hadapan dengan begitu dekat lalu mencium bibir Rosa. Sesaat lamanya mereka saling berciuman. Hingga Anggi melepaskan ciumannya lalu mundur dan menghela nafas panjang.
'Selamat tinggal Rosa.' Anggi tersenyum simpul lalu membalikkan badan dan masuk ke mobilnya lalu pergi meninggalkan basement apartemen tersebut kembali ke asrama biarawannya itu.
'Selamat tinggal Anggi.' Rosa melambaikan tangan sambil menarik senyum ke bibirnya dan menghela nafas panjang menunggu mobil itu menghilang dari pandangan matanya lalu Rosa naik ke apartemennya tanpa mengucapkan satu patah kata apapun tentang Anggi kepada Alfian.