Chereads / Kapadokya / Chapter 12 - Terlambat

Chapter 12 - Terlambat

Aku mencintaimu

Walaupun aku harus menderita sebesar dunia

Asal dirimu yang aku punya

Akan kupanggul dunia demi engkau disisiku selamanya

'Rosa…' Oswald terkejut melihat kemunculan Rosa dari kelas yang sepi.

'Oswald …' Anggi pun terkejut juga melihat Oswald yang mendadak tampak saat dirinya menyalakan lampu taman yang mulai gelap karena malam mulai turun.

'Diana ....' Rosa dengan rasa terkejut yang sama saat melihat Diana, rekan kantornya sedang berpegangan dengan Oswald.

'Anggi ….' Diana hanya menahan nafas melihat Anggi yang memergoki mereka sedang berpegangan tangan di taman yang sepi sore itu.

Ya Anggi dan Rosa tidak berhasil menemukan tempat yang ramai, sore itu sekolah sedang sepi karena libur akhir semester yang berlangsung cukup lama.

'Kamu kenal Diana, Rosa ?' tanya Anggi bertambah heran melihat Rosa mengenali Diana.

'Iya, Diana adalah supervisor di tempat kerja aku.' jawab Rosa sambil menunduk.

Semua menutup muka dengan kedua tangan mereka masing-masing. 'Celaka,' pikir mereka semua. 'Apa yang sudah kami perbuat.'

'Sedikit lagi kita jatuh.' desis Oswald dan Diana.

Dari kejauhan sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka. Dia mengepalkan tangan dan memukul tanah karena sedikit lagi rencananya akan berhasil namun malam itu sepertinya gagal lagi.

Pesan yang diterimanya tadi pagi jelas mengatakan untuk menghancurkan ordo Lutheran yang ada di kota itu namun sekali lagi masih gagal dan belum berhasil.

'Aku tidak butuh Catherine. Diana sepertinya umpan yang sangat baik untuk menghancurkan kesucian ordo di tempat ini. Oswald sangat tertarik akan Diana. Begitu juga Anggi temannya, satu ordo ini, juga tertarik akan Rosa.' gumam sepasang mata itu sambil mengusap hidungnya yang tidak gatal.

'Kita lihat apa yang akan terjadi sebentar lagi, pertahanan kalian akan runtuh. Dan kami akan menguasai kota ini dengan segera.' Gumaman itu tidak berhenti disitu, lanjutnya 'Cinta memang amunisi yang handal untuk menghancurkan kesucian orang-orangnya Tuhan. Kalian yang mengagungkan cinta akan mati oleh cinta. Sebentar lagi kalian akan hancur dan mempermalukan diri kalian dan DIA yang kalian puja atas nama cinta yang kalian selalu dengung-dengungkan melawan kami, kebencian itu.'

Lalu keheningan sedingin malam menyelimuti sekolah itu.

'Anggi, kita ke kapel. Mari kita berdoa lalu kita antar mereka pulang malam ini.' ajak Oswald melangkahkan kaki ke kapel dan mereka mulai berdoa, berlutut bersama di hadapan Sang Anak yang tersalib di kayu salib yang ada di tengah-tengah ruangan besar itu. Setelah lebih setengah jam mereka berlutut, mereka lalu keluar dari kapel itu dan mengantarkan Rosa dan Diana pulang.

'Tuhan kasihanilah kami,' seru doa mereka malam itu