Chereads / My strange marriage / Chapter 29 - Todi bertemu Erick

Chapter 29 - Todi bertemu Erick

Pagi harinya, Laras terbangun dalam dekapan Todi. Pelan-pelan Laras mengurai pelukan Todi padanya. Setelah melepaskannya, Laras memandang lama wajah suaminya itu. Memegang bulu mata Todi yang panjang, mecubit hidung Todi dan terakhir tangan Laras menyentuh bibir Todi. Tiba-tiba Todi terbangun karena merasa ada yang mengganggu tidurnya. Pria itu menangkap jari Laras yang masih berada di bibirnya. Laras jadi malu sendiri melihat suaminya terjaga.

"Kamu mau ngapain aku?" tanya Todi masih menggenggam tangan Laras erat.

"Enggak mau apa-apa kak," balas Laras malu. Dia berusaha melepaskan genggaman suaminya. Berusaha beranjak dari tempat tidur.

"Mau kemana?" tanya Todi, tangannya menahan Laras untuk pergi.

"Mau masak kakak sayang, ini sudah jam 5 pagi," balas Laras.

Todi senang dipanggil sayang. Dia langsung menarik istrinya sehingga Laras terjatuh kembali ke tempat tidur, tepat diatas Todi.

"Begini dulu sebentar," ucapnya.

"Sesek kak, enggak bisa napas," balas Laras.

Todi melonggarkan pelukannya, memandang wajah istrinya lalu mengecup bibir Laras dengan lembut.

"Mulai sekarang tiap pagi kamu harus cium aku ya, jangan pikirin masalah sarapan pagi, aku kan enggak pernah nyuruh kamu masak," perintah Todi.

"Tapi kakak suka aku karena masakan yang aku sering buat kan?" ucap Laras dengan polos.

Todi diam sebentar. Memang yang diungkapkan Laras tidak salah, Todi memang awalnya merindukan semua masakan yang dihidangkan istrinya untuk dirinya. Todi mengangguk mengiyakan.

"Nah, makanya aku mau masak dulu kak," Ica Laras lagi.

Todi menggeleng. Laras melihat suaminya dengan bingung.

"Aku maunya begini terus tiap pagi, biar kata enggak sarapan juga aku rela kok Ras," balas Todi sambil memeluk istrinya lagi.

"Urusan sarapan biar Bu Inah aja yang pikirin ya, kamu kan istri aku bukan koki" sambung Todi lagi. Laras membuka mulut untuk protes, tapi Todi sudah membungkam bibirnya dengan ciuman, meminta istrinya untuk tidak protes lagi.

-------------------------

Beberapa hari ini Laras melalui hari dengan hati yang selalu berbunga-bunga. Hatinya lebih senang lagi saat mengetahui kalau Ayah dan Luna tidak sedang mengurus bisnis ke luar kota. Berarti dia dan suaminya bisa berkunjung akhir pekan nanti.

Hari Jumat Laras mendapat giliran untuk jaga malam. Paginya Laras menyempatkan untuk memasak sarapan pagi untuk Todi.

"Pagi sayang," sapa Todi yang baru turun ke dapur. Dia berjalan menuju tempat istrinya, yang sedang sibuk memasak, memeluk Laras dari belakang. Pagi ini dia tidak mendapati istrinya di tempat tidur saat bangun pagi.

"Pagi kak, duduk dulu ya, tinggal dikit lagi masaknya," balas Laras, masih sibuk dengan telur setengah matangnya.

"Enggak mau kalau belum dicium, kan udah janji tiap pagi harus cium aku," rengek Todi. Manja sekali.

Laras mendelik, pura-pura kesal. Siapa juga yang berjanji, pikirnya. Tapi dia langsung berjinjit untuk mencium suaminya. Todi langsung tersenyum dengan senang.

"Udah, sana duduk kak, nanti telur buat kamu kematengan," perintah Laras.

"Iya," balas Todi, mencubit pipi istrinya sebelum akhirnya duduk sesuai perintah Laras.

"Yuk makan," ajak Laras setelah selesai memasak. Laras sibuk menyajikan sarapan paginya.

"Kamu jaga kapan?" tanya Todi, saat Laras sudah duduk di meja makan.

"Aku terpaksa jaga Jumat kak," Laras menghela napas, sedikit kesal.

"Sabtu pagi lepas jaga aku jeput ya kamu," ucap Todi.

"Semoga bisa langsung pulang," ucap Laras.

"Kalau ada yang enggak bolehin pulang, ya aku paksa," ucap Todi sambil tersenyum.

"Emang boleh?" tanya Laras.

"Boleh, kamu tenang aja," balas Todi sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Laras tertawa geli.

__________________

Jumat malam, Laras dan keempat rekannya dibuat sibuk dengan pasien IGD yang berdatangan terus menerus dari pagi. Mereka bahkan belum sempat makan. Hari ini Erick yang jaga, jadi sudah pasti Laras selalu di "bully". Erick selalu menyuruh Laras sampai-sampai Laras tidak bisa duduk sedetik pun.

"Laras, kamu ngapain bengong disana, cepetan sini bantu saya bersihkan luka pasien disini," perintah Erick sambil menunjuk seorang korban kecelakaan lalu lintas dengan patah tulang.

Laras sempat bingung dibuat Erick. Padahal dia baru saja diperintahkan untuk membantu membersihkan luka pasien dihadapannya, bagaimana bisa Erick mengatakan kalau dia bengong dan memerintahkan tugas lain. Laras menghela napas menahan rasa kesalnya. Dia segera berjalan menuju Erick.

"Kerja di IGD jangan cuman melamun dong," ucap Erick dengan wajah masam. Laras tidak menjawab, percuma pikirnya. Erick bisa tambah marah kalau dia melawan.

Selesai mengerjakan semua perintah Erick. Laras diminta untuk mengambil darah untuk tranfusi pasien yang akan di operasi. Perutnya sudah berbunyi-bunyi sedari tadi. Dia sama sekali belum makan. Dari kejauhan Laras melihat sosok Todi yang berjalan menghampirinya.

"Kak," serunya, bahagia. Dia ingin memeluk suaminya, tapi tersadar kalau ini rumah sakit, Laras mengurungkan niatnya.

"Sibuk?" tanya Todi. Khawatir melihat wajah istrinya yang terlihat lelah.

Laras hanya mengangguk.

"Aku mau ambil darah dulu ada yang mau Cito operasi. Aku pergi dulu," ucap Laras cepat. Baru sadar kalau dari tadi dia sudah memegang labu darah. Bisa-bisa dia kena omelan Erick kalau terlambat. Todi hanya membalas dengan anggukan.

Laras kembali menuju IGD. Kali ini sudah tidak terlalu ramai. Beberapa pasien sudah dipulangkan, sisanya sudah masuk ke ruangan rawat inap. IGD terlihat lebih lengang. Laras segera naik ke IGD lantai 3 menuju ruang operasi. Dia melihat Erick yang sudah bersiap-siap untuk mencuci tangan. Laras menyerahkan kotak penyimpanan darah ke salah satu junior Erick yang akan menjadi asisten operasi. Lalu berjalan menuju Erick, dia sudah yakin kalau Erick akan memintanya menemani operasi.

"Kamu turun aja di IGD, minta teman kamu satu untuk ke atas, jadi asisten," ucap Erick, sebelum Laras membuka mulut.

Laras bengong sebentar. Hampir tidak percaya.

"Ayo dek, kok malah bengong," ucap Erick, mukanya berubah kesal.

"Oh, iya, baik dok, saya segera panggilkan teman saya untuk ke atas," jawab Laras segera. Dia cepat-cepat pergi dari sana sebelum Erick berubah pikiran.

IGD sudah lengang, hanya ada dua pasien yang menunggu untuk diantarkan ke ruangan.

Laras mendekati tiga temannya yang sedang beristirahat. Kebetulan Fadlan sedang diminta untuk pergi ke ruangan.

"Ra..Zas..Rin.. dr. Erick minta gantian buat asistenin operasi di atas," jelas Laras.

"Ya udah gue aja," sahut Laura cepat. Laura memang ingin sekali untuk jadi dokter bedah, tentu saja Laura senang kalau ada yang mengajak menjadi asisten operasi.

"Oke, cepetan Ra udah mau mulai," balas Laras cepat. Dia menghempaskan dirinya di bangku samping Zaskia. Kakinya terasa pegal semua.

"Tumben bukan elu yang disuruh," tanya Zaskia, sedikit heran. Laras hanya menaikkan bahunya, pertanda dia juga bingung.

Baru beberapa menit Laras menutup matanya, untuk beristirahat. Ada sebuah suara di ujung pintu.

"Halo semua nya," suara Todi terdengar menyapa semua orang di ruang IGD bedah. Laras membuka matanya, mengecek apa benar itu Todi. Ternyata memang suaminya yang datang, buat apa ya Todi kesini, pikir Laras.

Todi masuk ke dalam dengan tiga kotak pizza dan dua botol soda di kedua tangannya. Dia mendekati Nico, residen junior Erick yang sedang menulis status pasien.

"Hei bang," sapa Nico.

"Eh, gue bawa pizza nih buat kalian," ucap Todi.

"Nyogok nih bang?" tanya Nico tertawa senang. Jelas saja, hampir semua orang belum makan diruangkan ini.

"Iya, pinjem istri gue sebentar ya, mumpung senior lu lagi operasi kan?" balas Todi, tersenyum penuh arti kepada Nico.

"Beres bang," jawab Nico, mengacungkan kedua jempol tangannya, tanda setuju.

Laras melongo bingung melihat kelakuan Todi. Todi hanya tersenyum. Dia mendekati Laras, lalu menyerahkan sekotak pizza lagi yang ukuran besar kepada Rina dan Zaskia.

"Back Laras sebentar ya, ini sogokannya," ucap Todi. Rina dan Zaskia mau tak mau mengangguk setuju.

"Tapi kak.." Laras sebenarnya ingin protes, tapi Zaskia langsung memotong ucapan Laras.

"Enggak apa Ras, itung-itung gantian, gih sana," tolak Zaskia. Dia juga merasa kasihan dengan Laras yang sedari tadi dikerjain terus menerus oleh Erick sedari siang.

"Iya," Rina ikut-ikutan menjawab.

"Tuh, temen kamu udah pada setuju, ayo," ucap Todi, langsung menarik tangan Laras pergi. Sebelumnya Todi sudah mengecek operasi yang akan dikerjakan Erick. Operasinya lumayan berat, mungkin memakan waktu sekitar 2-3 jam. Dia akan mengembalikan Laras tepat sebelum Erick selesai, begitu rencana Todi.

Todi membawa Laras menujumobilnya.

"Sudah makan?" tanya Todi lembut. Kasihan melihat wajah istrinya.

Laras menggeleng.

"Duduk dibelakang, aku bawa kursi pijat yang portabel, sama bawa sup jamur kesukaan kamu. Makan sambil tiduran disana ya, biar bisa dipijat." perintah Todi.

Todi membuka pintu belakang, meminta Laras untuk duduk ditempat yang sudah dipersiapkan. Todi menyiapkan sebuah kursi pijat portabel yang bisa dibawa kemana saja, menyambungkan dengan kabel di mobil, dan menghidupkan mesin mobil. Laras menuruti semua perintah suaminya. Hatinya senang melihat suaminya begitu perhatian.

"Ini sup nya," sambung Todi. Setelah Laras duduk dengan nyaman, Todi membukakan mangkuk plastik berisi sup jamur yang baru dibelinya, masih hangat.

"Makasih, kakak baik banget," ucap Laras, matanya berbinar-binar.

"Sama-sama sayang, makan cepetan, keburu dingin," ucap Todi.

"Kakak enggak makan?" tanya Laras.

"Aku gampang, kamu dulu cepetan." Laras makan dengan cepat. Todi juga membawakan beberapa potong sayap ayam kesukaan Laras, dan teh hangat.

"Kenyang kak," ucap Laras, setelah selesai menghabiskan semua makanan yang dibawa Todi. Dia menikmati pijatan yang baru dihidupkan Todi.

"Istirahat ya, pasti capek ya, Erick ada ganggu kamu?" selidik Todi.

"Enggak kak, tenang aja," Laras menggeleng cepat. Tidak ingin Todi tahu.

"Cerita sama aku kalau dia ada macem-macem sama kamu ya," ucap Todi. Laras mengangguk, merebahkan tubuhnya. Laras menikmati pijatan dari kursi duduknya. Matanya mendadak memberat dan mulai tertidur. Todi hanya tersenyum melihat istrinya dengan cepat terlelap. Dia mengecup kening Laras.

"Istirahatlah, nanti aku bangunkan," bisik Todi. Laras tidak menjawab, kesadarannya sudah terbang ke alam mimpi.

-------------------------

Laras berada disebuah lorong panjang, entah dimana, dia berjalan menuju akhir dari lorong panjang yang seperti tak berujung itu. Dia mendengar ada suara isak tangis seorang perempuan yang tertahan, dan suara seorang lelaki yang seperti dia kenali, Laras mempercepat langkahnya, dia melihat suaminya sedang memeluk seorang perempuan, entah siapa, Laras tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Kak Todi," panggil Laras pelan, air matanya terasa sudah membasahi kedua pipinya. Hatinya terasa sakit melihat Todi memeluk wanita lain.

"Kak Todi," panggil Laras lagi, kali ini lebih keras. Todi memalingkan wajahnya, tapi tangannya tetap memeluk wanita itu. Laras merasa sedih dan marah, dia berlari dengan kencang menjauhi suaminya menyusuri lorong itu lagi. Tubuh Laras menabrak seseorang lelaki. Laras mendongakkan wajahnya. Ternyata lelaki itu Erick. Erick tersenyum manis sekali ke arah Laras. Lelaki itu mengusap air mata Laras.

"Dok Erick, " ucap Laras pelan. Erick tidak menjawab, dia menurunkan kedua tangannya dari pipi Laras, memegang kedua bahu Laras.

"Laras, bangun!" suara Todi membawa Laras kembali dari alam mimpinya. Laras membuka mata, sedikit linglung. Melihat suaminya masih mengguncang badannya.

"Ras, kamu mimpi apaan? Sampe nangis gitu?" tanya Todi, bingung. Dia mengusap kedua pipi Laras.

"Mimpi buruk kak," jelas Laras. Dia menghela napas lega, ternyata semua cuman mimpi.

"Mimpi apa?" tanya Todi lembut.

"Aku mimpi dikejar-kejar orang," jawab Laras, sedikit berbohong.

"Siapa?sampai nangis begitu kamu sayang," hibur Todi sambil memeluk Laras. Berusaha menenangkan, sebenarnya dia penasaran ingin bertanya, karena Laras memanggil nama Erick sebelum dia terbangun.

"Entah kak, aku enggak lihat wajahnya," jawab Laras. Dia membenamkan wajahnya ke pelukan Todi. Terasa nyaman sekali. Jantungnya berdebar dengan kencang, seolah-olah dia memang habis berlari kencang seperti mimpinya. Pelukan Todi membuat hati Laras sedikit tenang.

"Erick baik ke kamu hari ini?" tanya Todi. Laras hanya menjawab dengan anggukan. Todi tidak bertanya lagi.

Tiba-tiba Laras ingat kalau dia masih jaga.

"Kak, udah jam berapa, aku tidur berapa jam?" tanyanya panik. Melepaskan pelukan Todi.

"Tenang sayang, kamu baru juga tidur 30 menitan, Erick belum selesai operasinya, aku udah pasang mata-mata di OK," ucap Todi menenangkan. Dirinya yakin pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Laras, tapi Laras tidak mau mengatakannya.

Laras melirik jam tangannya, dia baru pergi sekitar 1 jam kurang dari IGD.

"Istirahat sebentar lagi ya," pinta Todi. Laras menurut.

Dia baru kembali sekitar 30 menit setelahnya. Tertidur di pelukan Todi. Laras kembali ke IGD, menemukan Rina dan Zaskia tertidur. Sementara Fadlan masih membantu menjahit luka satu pasien baru. Laras membantu Fadlan.

Keesokkan paginya, Laras baru saja selesai membantu Nico membersihkan luka satu pasien baru. Todi sudah hadir di pintu IGD. Hatinya jadi tidak tenang melihat Laras menyebut nama Erick dalam mimpi buruknya semalam, bahkan sampai menangis. Dia bahkan tidur di kamar jaga saking khawatirnya. Pagi ini dia sengaja memborong bubur ayam untuk semua tim jaga sebagai sogokan agar istrinya bisa cepat pulang.

"Jeput istri bang?" sapa Nico. Todi mengangguk. Dia melihat jam di dinding IGD. Sudah hampir jam 8, mestinya Laras sudah boleh lepas jaga, pikir Todi.

Laras masih bingung melihat kehadiran suaminya. Apalagi Todi masih memakai baju semalam, apa Kak Todi tidak pulang, tanya Laras, bingung sendiri. Laras melihat bungkusan di tangan Todi. Entah makanan apalagi yang dibawa suaminya pagi ini.

Erick muncul dari belakang, setelah turun operasi kemarin, Erick tidak lagi hadir di IGD. Lelaki itu tidak menyadari ada Todi disampingnya.

"Ada berapa pasien baru?" tanya Erick kepada Nico.

"Dari jam 12 cuman 4 pasien bang," jawab Nico.

Erick melihat Todi yang berada dihadapan Nico, tepat disamping badannya. Wajah lelaki itu langsung berubah masam. Laras memperhatikan dengan seksama, hatinya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

"Apakabar lu Rick?" sapa Todi. Ini pertama kalinya setelah hampir 2 tahun Todi bertemu lagi dengan Erick. Setelah Erick kembali, Todi tidak pernah bertemu, walaupun mereka day rumah sakit. Todi bahkan selalu berusaha menghindari Erick, begitu juga sebaliknya.

"Baik," balas Erick, sambil melengos, melihat Laras yang masih mengenakan handschoon. Laras memang tidak menghentikan pekerjaannya, dia masih membersihkan luka pasien dihadapannya.

"Oh ya, gue bawain sarapan, gue enggak tau jumlah tim jaga lu, semoga cukup ya," ujar Todi. Menyerahkan bungkusan kepada Nico. Nico menyambut dengan mata berbinar-binar. Junior Erick ini merasa ini hari jaganya yang paling beruntung, dia tidak perlu membeli makan malam dan sarapan pagi.

"Wah, bang..makasih," ucap Nico.

"Buat yang lain aja, gue ga," potong Erick.

"Udah jam 8, apa istri gue boleh lepas jaga sekarang?" tanya Todi langsung. Tidak memperdulikan wajah Erick yang semakin masam.

"Semua koas udah boleh balik," ucap Erick, menatap wajah Laras dengan tajam. Laras masih terbengong. Dia bingung. Sementara keempat temannya nyaris sujud syukur saking senangnya. Jam segini sudah diperbolehkan lepas jaga sungguh hal yang langka.

"Makasih," ucap Todi. Dia memberi kode kepada Laras untuk segera pergi. Laras dengan cepat membuka handschoonnya, membuang ke tempat sampah medis disampingnya. Lalu berpamitan kepada Erick beserta tim jaganya, dan mengikuti langkah Todi keluar dari IGD.

"Kak, apa enggak apa?" tanya Laras. Dia malah khawatir kalau kelakuan Erick nantinya semakin menjadi-jadi.

"Kalau dia macem-macem, kasih tahu aku ya," ucap Todi. Menggandeng tangan istrinya.

Sepasang suami istri ini berjalan meninggalkan rumah sakit dengan pikiran dan kekhawatiran mereka masing-masing.