Terik matahari pagi itu, masuk melalui tembusan kaca jendela, membuat Helga dan William terbangun dari tidur mereka. Pertama kali membuka mata di hari itu, mereka langsung saling bertatapan.
Barulah mereka sadar, sepanjang malam mereka tertidur di sofa itu, sambil berpelukan satu sama lain.
"Selamat pagi!"
Suara itu seketika membuyarkan lamunan Helga dan William, mereka bangkit dan mencoba untuk duduk dengan benar. Yang mereka lihat adalah kakek dan papa William yang sedang dengan santainya duduk di hadapan mereka.
"Ka.. kakek dan om Hans sudah bangun?"
"Yah, mungkin sudah sekitar setengah jam kami duduk disini"
"Kalau gitu, aku tinggal kalian buat sarapan yah"
Helga terburu-baru bangkit dan menuju dapur, tentu saja dengan wajah yang merona. Bagaimana tidak? Dia tertangkap basah tidur berdua di sofa bersama Willie.
Helga kemudian menyiapkan beberapa roti, salad, kopi dan teh di atas meja. Helga lalu mengambil posisi duduk di sofa lainnya, menghindari untuk duduk di sisi sofa yang ada William-nya.
"Oh iya, kalian mau berangkat ke kantor jam berapa?"
"Mungkin setelah sarapan ini, supir sudah datang nak"
"Hey, kalian berdua tidak mau lihat sesuatu?"
Pernyataan papa William seketika membuat Helga dan William penasara dengan apa sesuatu itu. Papa William kemudian memperlihatkan layar ponselnya kepada Helga dan William, membuat mereka terkejut.
Sesuatu itu ternyata adalah foto Helga dan William yabg sedang terlelap berdua sambil berpelukan. Willie mencoba merebut ponsel papanya namun dia gagal.
"Eits. Ini ponsel aku yah. Kalian jangan sabotase dong"
"Papa tuh yah. Hufft. Hapus deh fotonya"
"Heh? Bukannya kamu suka dengan ini?"
Seketika, William tidak dapat bicara dan melawan papanya, sebab ia memang suka dengan itu, suka dengan kebersamaannya dengan Helga.
Baru saja Helga tiba di meja kerjanya, ia lalu disambut oleh Yuli, rekan kerjanya yang bertugas untuk mewawancarai William dalam edisi majalah bulan depan. Helga melihat Yuli dengan sedikit kelelahan menghampirinya, seperti sudah menaiki tangga dari basement ke lantai 7.
"Mbak Yuli, ada apa?"
"Itu, kak Helga. Kita harus mewawancarai presdir William sekarang"
"Sekarang?!"
"Aku dapat info dari asistennya, katanya presdir akan berangkat ke Singapura siang ini"
"Kalau begitu tunggu dia pulang saja"
"Gak bisa kak. Dia pulang 10 hari lagi, sedangkan majalah kita akan terbit 2 minggu lagi. Gak banyak waktu"
"Oke, kalau gitu kita ke PMG Center sekarang! Tapi, daftar pertanyaannya?"
"Tenang aja kak. Aku udah buat tadi malam"
Helga dan Yuli, akhirnya masuk di PMG Center. Ini mungkin pertama kalinya Yuli masuk ke gedung itu, dan sempat heran, mengapa semua pegawai yang ada disana memberi hormat pada mereka.
"Heh? Apa setiap pengunjung dikasi hormat kayak gitu?"
"Hemm, sebenarnya sih gak juga. Mereka hormatnya sama aku"
"Hah? Kok bisa kak?"
"Lupa yah? Aku kan salah satu pemilik saham terbesar di PMG"
"Ah, benar juga"
Belum berakhir sampai disitu. Yuli juga terheran-heran melihat Helga yang bisa dengan leluasa menggunakan lift khusus presdir.
"Hemm, kak, emang bisa pakai lift ini?"
"Bisalah. Lift ini langsung menuju ke lantai paling atas, ruang kerja presdir"
Akhirnya mereka tiba di lantai ruang kerja William. Mereka lalu disambut oleh asisten William saat itu, dan mempersilakan mereka masuk.
"Selamat pagi pak"
"Selamat pagi. Oh kalian. Ayo silakan duduk"
"Maaf pak, kami hari ini akan melakukan wawancara dengan bapak untuk edisi majalah kami nanti"
"Saya tidak keberatan, silakan"
Helga lalu menerima file yang diberikan oleh Yuli, berisi daftar pertanyaan wawancara itu. Namun, sebelum memulai wawancara, Helga sempat membaca daftar itu. Dengan sedikit kesal, ia menatapa Yuli, mengapa bisa pertanyaan-pertanyaan ini muncul. Yuli hanya tersenyum memelas pada Helga.
Helga tertunduk menghembuskan nafas yang sedikit berat. Bagaimana pun, ia harus melakukan wawancara ini. Walau sejujurnya ia agak kesal dengan pandangan mata William padanya, yang seolah-olah sedang menggodanya.